Keesokan hari, Arjuna mulai membereskan barang-barangnya. Karena terhitung mulai saat itu dia tidak lagi bekerja di firma ini.
Setelah menatapnya satu persatu piagam yang menempel di dinding memenuhi ruangannya lalu ia menurunkan dan mengemasnya ke dalam sebuah kotak besar.
Rekan-rekan kerjanya hanya memandanginya karena tak bisa lagi mencegah dan merubah keputusan Arjuna. Setelah memberikan salam perpisahan dan pelukan terakhir, Arjuna pamit dengan membawa sebuah kotak besar berisi barang-barang miliknya.
Ada yang turut menangis karena tak rela melepas kepergian Arjuna. Tak heran karena mereka sudah seperti keluarga di tempat ini. Setelah melewati pintu keluar, Arjuna berdiri di pinggir jalan melirik ke kiri dan ke kanan mencari sebuah taksi yang bisa mengantarkannya ke tempat tujuan.
Saat itu pula sang kakek tiba dan turun dari mobilnya. Arjuna datang menghampiri dengan kepala tertunduk. Ia merogoh kunci mobil dari dalam saku celana lalu menyerahkannya pada sang kakek sambil tersenyum dan mengangguk.
“Dasar anak keras kepala,” gumam sang kakek sambil memandangi cucunya yang mulai menaiki taksi yang baru saja berhenti di hadapannya. “Mari kita lihat, apa yang bisa dia lakukan tanpa bantuanku?” batinnya dalam hati.
Arjuna pergi ke sebuah toko untuk membeli beberpa perabot dan furniture. Rupanya ia tidak hanya berhenti dari pekerjaannya, tetapi ia pun berniat pindah dari rumah kakeknya yang mewah itu.
Arjuna sudah menyewa sebuah bangunan dengan uang tabungannya sendiri. Ia sedang berusaha untuk tidak bergantung pada sang kakek sebelum ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Setelah menempati bangunan berlantai dua dengan perabotan seadanya. Arjuna mencoba menikmati kebebasan untuk pertama kalinya.
Hari mulai malam. Bangunan yang biasanya gelap kini nampak terang benderang. Jika biasanya hanya lampu teras saja yang menyala di malam hari, kini semua isi ruangan yang full kaca tanpa gorden itu bisa terlihat dengan jelas dari luar.
Arimbie menatap bangunan di sebelahnya yang seperti sudah berpenghuni itu, lalu segera menelpon sang kakek untuk menanyakannya. Ternyata benar, gedung dua tingkat itu telah memiliki penyewa baru.
“Baguslah, Mulai sekarang aku tidak perlu menyuruh orang lagi untuk membersihkannya,” ucap Arimbie setelah mematikan sambungan telepon.
Deretan bangunan yang menghadap ke jalan raya itu berupa ruko dua lantai. Semuanya adalah milik Pak Ammar Fahmi yang disewakan. Beberapa sudah terisi dan digunakan penyewanya untuk membuka usaha seperti, toko roti & pizza, spa & salon kecantikan, dll.
Semua bangunan itu bisa terlihat jelas dari toko bunga milik Arimbie karena posisinya yang membentuk leter “L”.
Arimbie dan Dinda menempati toko bunga yang juga berlantai dua itu karena jaraknya yang dekat dengan kantor kejaksaan tempat ia bekerja.
Satu-satunya bangunan yang menghadap ke samping ini adalah yang memiki jarak paling dekat dengan bangunan yang di sewa Arjuna. Sehingga di masa yang akan datang mereka harus berbagi halaman yang sama, karena setiap Arjuna menuju jalan raya, dia harus melewati toko bunga milik Arimbie.
Pagi-pagi sekali, sebuah mobil yang bermuatan perabot rumah dan kantor, sudah terparkir di depan toko Arimbie. Karena sang supir tidak memarkirnya dengan baik, sehingga posisinya menghalangi mobil Arimbie yang harus keluar pagi ini.
“Pak! bisakah mobilnya di geser sedikit? supaya mobil saya bisa keluar,” pinta Arimbie pada sang supir yang masih sibuk menurunkan barang-barang dari mobil.
“Ohh, iya, maaf. Sebentar ya, Bu. Saya lagi tanggung,” jawab sang supir yang tidak mengerti bahwa Arimbie harus buru-buru.
“Pak! saya sudah sangat kesiangan, ini. Gimana, ya?” ucap Arimbie sambil menatap jam tangannya. Sang supir yang hanya dibantu seorang asisten itu tidak mau mengalah karena dia pun ingin segera menyelesaikan pekerjaannya.
Tiba-tiba Arjuna keluar dengan setelan olah raganya, menatap heran sambil menaikan alisnya saat melihat Arimbie ada di hadapannya.
Tak kalah heran, Arimbie pun membulatkan matanya. Sambil menggeser posisi kaca matanya yang mulai melorot, dia mendongak untuk memastikan apa yang sedang ia lihat.
“Loh. Sedang apa anda di sini?” tanya Arimbie.
“Selamat pagi, Bu Jaksa ... seperti yang anda lihat, mulai sekarang saya tinggal di sini, Anda tinggal di sini juga?” jawab Arjuna yang mulai menebar pesona dengan senyumannya.
“Oh, baguslah. Kalau begitu, tolong suruh supir untuk memperbaiki posisinya mobilnya, supaya mobil saya bisa keluar,” perintah Arimbie pada Arjuna.
Arjuna menoleh ke arah sopir yang tidak mau berhenti bekerja meski hanya sebentar. “Sepertinya dia juga terburu-buru. Ditunggu saja sebentar lagi,” ucap Arjuna yang sudah siap untuk lari pagi.
“Mana bisa! saya sudah kesiangan,” ucap Arimbie dengan nada suara yang mulai naik. “Ohh, bagaimana jika Anda saja yang memindahkan mobilnya?” pinta Arimbie karena tidak ada cara lain.
“Tapi Bu Jaksa, saya tidak pernah mengemudikan mobil sebesar ini. Bagaimana kalau terjadi sesuatu.”
“Ahh, yang benar saja? Setidaknya, anda bisa mengemudikan mobil, tolong di coba dulu cepatlah! waktuku tidak banyak.”
“Baiklah. Saya coba.”
Arjuna pun menaiki mobil box yang sudah terlihat sedikit tua itu setelah meminta kunci dari sang sopir. Dengan sedikit bingung dia mulai mengemudikannya.
Bruukk!!
Seperti ada bunyi sesuatu yang kena tubruk. Itu akibat Arjuna yang hanya fokus dengan sistem transmisi manual yang baru pertama kali ia coba, sehingga ia lupa melihat kaca spion di samping kiri dan kanannya.
Dengan wajah kaget, Arjuna menepuk jidatnya sendiri. “Wadduuh, ini bahaya! Bakal panjang nih, urusannya.” gumam Arjuna sambil menggaruk tengkuknya.
“Hey, apa yang anda lakukan? Kenapa malah menubruk mobil saya?!” Teriak Arimbie sambil berkacak pinggang.
Arjuna pun turun sambil menarik napasnya dalam-dalam.
“Saya kan sudah bilang, saya tidak biasa mengendarai mobil seperti ini. Lagi pula kenapa anda tidak memberi arahan tadi?”
“Harusnya kan anda melihat kanan dan kiri dulu saat mulai mengemudi. Hhh ... atau jangan-jangan Anda sengaja melakukannya?”
Terjadilah keributan yang mengundang perhatian banyak orang di sekitar itu.
Dari dalam toko bunga, Dinda pun segera keluar menghampir sahabatnya yang tengah bersitegang.
“Ada apa ini?” tanyanya heran karena tiba-tiba ada Arjuna di sana.
Di waktu yang bersamaan, Ghibran pun datang di saat yang tepat. Dia segera melerai keduanya.
“Pak Jun, sudah Pak. Mari kita masuk dulu,” ajak Ghibran seraya menarik tangannya.
“Hey, mau kemana? Masalah kita belum selesai! Apa Anda mau saya seret ke meja hijau hhaah?” seru Arimbie yang marah karena tidak terima mobil kesayangannya telah rusak.
“Ya, Tuhan. Apa perlu masalah sepele begini dibawa ke ranah hukum? Haha ... ini konyol, Bu Jaksa.”
“Kenapa tidak?! Anda masih ingat 'kan, bunyi pasal 406 KUHP?” ucap Arimbie sambil menyunggingkan senyum sinisnya. “Jadi, saya pastikan semua tidak bisa lari dari hukum.”
“Nah, loh. Ceritanya akan panjang kalau berurusan sama Jaksa penuntut, Pak Jun. Sudahlah kita mengalah saja,” bisik Ghibran sambil memberikan kodenya.
“Bu Jaksa yang terhormat, meskipun saat ini saya tidak punya mobil, tapi tabungan saya masih cukup untuk mengganti mobil anda yang rusak. Jadi jangan khawatir saya akan ganti. Lagi pula pasal itu berlaku jika ada unsur kesengajaan.”
“Bukannya anda memang sengaja melakukannya? Dan saya ingatkan bahwa uang anda tidak bisa membayar waktu saya yang terbuang hari ini.”
“Sudah, Bie ... kamu harus berangkat kerja. Ayo aku panggilkan taksi untukmu.” Dinda menarik tangan Arimbie dan membawanya ke pinggiran jalan.
“Tapi, Din ... itu mobil kesayanganku. Meskipun diperbaiki, rasanya akan beda.” Arimbie mengguncangkan kepalanya karena jengkel.
“Ingat, Bie. Kamu seorang jaksa. Apa pun yang terjadi sikapmu harus tetap berwibawa,” bisik Dinda sambil merapikan pakaian Arimbie.
Arimbie pun segera menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. “Baiklah,” ucapnya dengan menampilkan sikap elegan-nya sambil membuang napas perlahan.
“Nah, tuh. taksinya sudah datang. Cepat naik!” ucap Dinda sambil membukakan pintu taksi.
“Tapi, Din, mobil baruku ....” Arimbie kembali menoleh sambil merengek.
“Sudah. Kamu kesiangan, loh.” Dinda memaksa Arimbie naik ke dalam taksi.
“Ahh, ya ampun. Mimpi apa aku semalam?” ucap Arimbie dengan malas sambil duduk di jok belakang.
...—BERSAMBUNG—...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Elly Az
like ya Thor
2021-07-06
0
Nur Yuliastuti
Aapiik Thor,, semoga semakin banyak yg baca 🤗
2021-03-31
0
Zaini
mimpi ktemu dewa cintanya Arjuna
2021-02-12
0