BAB 4 : Pertama Kali Belanja Bersama

Pagi itu, matahari bersinar cerah menembus jendela besar rumah Adrian. Tapi yang cerah hanyalah cuacanya, bukan suasana hati sang pemilik rumah.

Adrian baru saja turun tangga, rapi dengan kemeja abu dan celana hitam. Seperti biasa, ekspresinya datar, fokus hanya pada secangkir kopi hitam yang sudah menunggunya di meja makan. Namun, ia berhenti seketika ketika melihat pemandangan aneh.

Alira berdiri di ruang tamu dengan hoodie pink kebesaran, celana jeans robek-robek, dan sepatu kets putih. Rambutnya diikat asal dengan pita warna kuning cerah. Di tangannya ada tote bag bergambar kucing. Wajahnya penuh semangat.

“Yuk, kita belanja!” serunya ceria.

Adrian mengerutkan alis. “Belanja apa?”

“Belanja kebutuhan rumah tangga, lah! Kamu pikir rumah sebesar ini bisa hidup cuma dengan kopi hitam? Hello, Mas CEO. Aku ini istri, aku butuh snack, cokelat, mie instan, boba instan, skincare, dan… ah, banyak banget deh!”

Adrian menatapnya dingin. “Aku bisa menyuruh asisten rumah tangga membelikan semua itu.”

Alira langsung manyun. “Ih, garing banget. Yang namanya pasangan baru tuh harus belanja bareng. Ini tradisi wajib. Kalau nggak, kita bakal dikutuk jadi pasangan hambar.”

“Alira.” Suara Adrian tegas.

Alira mendekat, menatapnya dengan mata bulat penuh harap. “Please… sekali aja. Anggap ini team building. Kamu kan suka hal-hal profesional? Nah, belanja bareng istri itu teamwork! Masa kamu takut belanja sama aku? Jangan-jangan kamu malu ya?”

Adrian menutup mata sebentar, menghela napas panjang. Gadis ini benar-benar… menyebalkan sekaligus sulit ditolak.

“Baiklah,” katanya akhirnya, “tapi cepat.”

“Yeeey!” Alira langsung melompat kecil, hampir menabrak meja.

Supermarket besar di pusat kota ramai oleh pengunjung. Begitu masuk, Alira sudah seperti anak kecil yang dilepas di taman bermain.

“Liat, liat! Ada promo buy 1 get 1 es krim! Mas, kita beli, ya?” serunya sambil menarik keranjang dorong.

Adrian mendorong keranjang dengan tenang, wajah tetap datar. “Kita tidak butuh itu.”

Alira langsung berhenti, menatapnya dramatis. “Tidak butuh? Es krim itu kebutuhan pokok, Mas. Tanpa es krim, hidup jadi pahit. Kayak kamu.”

Beberapa orang di sekitar mereka mendengar dan cekikikan. Adrian menoleh tajam ke arah mereka, membuat semua buru-buru berpaling.

Alira malah makin semangat. Ia memasukkan dua kotak es krim ke keranjang. “Done. Nggak usah makasih. Aku ini penyelamat suasana hati.”

Adrian hanya menghela napas, memilih diam.

Perjalanan belanja mereka semakin aneh.

Di rak camilan, Alira memasukkan keripik, cokelat, biskuit, dan permen tanpa henti. Keranjang penuh dengan barang-barang manis.

“Ini terlalu banyak,” komentar Adrian dingin.

Alira menjawab santai, “Camilan bikin hubungan langgeng. Nanti kalau kita berantem, aku bisa sogok kamu pakai cokelat.”

Adrian menatapnya datar. “Kita tidak akan berantem.”

Alira langsung ngakak. “Hahaha! Mas, kita aja udah berantem tiap jam. Percaya deh, cokelat ini bakal jadi penyelamat.”

Di bagian buah-buahan, Alira mencoba gaya “istri teladan”. Ia mengambil apel, mengangkat tinggi-tinggi, lalu menatap Adrian dengan dramatis.

“Mas, liat deh. Apel merah. Melambangkan cinta, kesegaran, dan kesehatan. Kalau aku kasih apel ini ke kamu, kira-kira kamu bakal jatuh cinta nggak?”

Adrian hanya menjawab singkat, “Tidak.”

Alira langsung pura-pura jatuh terduduk sambil memegangi dada. “Aduh, hatiku hancur berkeping-keping!”

Orang-orang di sekitar mereka menahan tawa, ada yang diam-diam memotret. Adrian menutup wajah sebentar dengan tangan, antara malu dan kesal.

Saat melewati lorong peralatan rumah tangga, Alira tiba-tiba berhenti di depan rak alat masak.

“Mas, kita beli panci warna pink, yuk. Biar dapurnya lebih ceria.”

Adrian menoleh. “Tidak.”

“Wajan ungu?”

“Tidak.”

“Pisau imut bergambar Doraemon?”

Adrian menatapnya tajam. “Alira.”

Alira terkekeh. “Oke, oke. Tapi serius deh, aku bakal masak lagi. Suatu hari kamu harus coba hasil tanganku. Jangan kabur lagi kayak kemarin.”

Adrian tidak menjawab, hanya mendorong keranjang maju. Tapi dalam hati ia bergumam: Jangan-jangan gadis ini memang bom waktu. Sekali meledak, hancur semua pertahananku.

Di kasir, kejadian lucu lainnya muncul.

Kasir muda yang cantik tersenyum ramah pada Adrian. “Selamat siang, Pak. Wah, belanjanya banyak sekali ya. Untuk keluarga kecil?”

Alira langsung menyelip, merangkul lengan Adrian erat-erat. “Iyaaa, ini buat keluarga kecil kami. Suami aku emang suka ngemil diam-diam, makanya aku beliin stok banyak. Kalau nggak, dia bisa cranky kayak bayi.”

Adrian menoleh cepat, menatapnya dengan tatapan membunuh. Tapi Alira malah tersenyum manis ke kasir.

Kasir itu tersipu, lalu berkomentar, “Ih, romantis banget. Suaminya dingin-dingin gitu, istrinya ceria. Cocok banget, deh.”

Alira terkikik, “Iya kan? Kita tuh pasangan paket hemat. Aku panas, dia dingin. Jadi kalau disatuin, suhunya pas.”

Adrian mengusap pelipisnya, sudah pasrah.

Dalam perjalanan pulang, Alira duduk di kursi penumpang sambil membuka bungkus keripik. Ia mengunyah santai, lalu melirik Adrian yang menyetir dengan serius.

“Mas, tau nggak? Aku suka banget sama momen ini.”

Adrian tidak menoleh. “Momen apa?”

“Momen belanja bareng, pulang bareng, kayak pasangan normal. Rasanya… lucu aja. Kamu tuh kayak bodyguard super ganteng yang nyetirin aku.”

Adrian menahan diri untuk tidak bereaksi. “Aku bukan bodyguard. Aku suamimu, meski hanya di atas kertas.”

Alira berhenti mengunyah, menatapnya diam-diam. Ucapan itu memang dingin, tapi entah kenapa hatinya sedikit bergetar.

Namun, ia segera menutupi dengan senyum centil. “Oke, di atas kertas. Tapi aku janji, suatu hari kamu bakal hapus kata-kata itu sendiri. Tunggu aja.”

Adrian tetap diam, tapi jemarinya sedikit mengetat di setir.

Sesampainya di rumah, mereka membongkar belanjaan. Alira sibuk menata camilan di dapur. Adrian berdiri di samping, memperhatikan dengan ekspresi tak terbaca.

“Kenapa kamu beli semua ini?” tanyanya akhirnya.

Alira berhenti sebentar, lalu menoleh. Senyumnya kali ini lebih lembut dari biasanya. “Karena aku pengen rumah ini nggak cuma kelihatan megah, tapi juga kerasa hangat. Aku tahu kamu suka sepi, tapi… kalau sepi terus, kamu bisa lupa rasanya hidup.”

Adrian terdiam. Untuk pertama kalinya, kata-kata gadis itu menusuk hatinya. Namun, ia cepat-cepat memalingkan wajah.

“Jangan campuri urusanku,” katanya datar, lalu berjalan pergi.

Alira menatap punggungnya lama, lalu berbisik pelan, “Kamu boleh dingin sekarang, tapi aku yakin suatu hari kamu bakal butuh kehangatan.”

Ia tersenyum tipis, tapi di balik senyum itu, ada rasa penasaran baru di hatinya: apakah mungkin justru ia yang duluan jatuh ke dalam perangkap perasaannya sendiri?

Episodes
1 BAB 1 : Perjodohan
2 BAB 2: Cowok Es
3 BAB 3 : Sarapan ala Bom Waktu
4 BAB 4 : Pertama Kali Belanja Bersama
5 BAB 5 Makan Malam Keluarga
6 BAB : 6 Istri CEO Masuk Kantor
7 BAB 7 : CEO Dingin Mulai Merasa Panas
8 BAB 8 : Dinner Formal yang Tak Lagi Formal
9 BAB 9 : Tatapan yang Tidak Biasa
10 BAB 10 : Rumah Bukan Berarti Tenang
11 BAB 11 : Bara di Balik Senyum
12 BAB 12 Sentuhan kecil
13 BAB 13 Antara Bisnis dan Cemburu
14 BAB 14 Gala diner
15 BAB 15 Tarian Adrian
16 BAB 16 Ancaman
17 BAB 17 teror
18 BAB 18 Foto
19 BAB 19 Ciuman pertama
20 BAB 20 Ancaman Baru
21 BAB 21 Keputusan Sang Suami Dingin
22 BAB 22 bayangan di balik senyuman
23 BAB 23 Foto dari Masa Lalu
24 BAB 24 Mis masa lalu
25 BAB 25 Pertemuan yang Tak Terhindarkan
26 BAB 26 Cemburu Alira
27 BAB 27 Cemburu Alira 2
28 BAB 28 Hari Pertama di Kampus
29 BAB 29 Langkah Baru
30 BAB 30 tekat baru
31 BAB 31 Alira Vs clarisa
32 BAB 32 Fokus belajar
33 BAB 33 kedatangan tamu
34 BAB 34 Ketidak jujuran Adrian
35 BAB 35 Malam yang Membisu
36 BAB 36 Ciuman kasar Adrian
37 BAB 37 Pagi yang Dingin
38 BAB 38 pembelaan adrian
39 BAB 39 kembali datang
40 BAB 40 Tangis Kehilangan
41 BAB 41 Pilihan Adrian
42 BAB 42 Clarisa mengintai
43 BAB 43 datar
44 BAB 44 Lepas Kendali
45 BAB 45 Tanda
46 BAB 46 Tatapan dan Bisikan
47 BAB 47 Mabuk
48 BAB 48 gigitan Adrian
49 BAB 49 Lelah
50 BAB 50 Pergi
51 BAB 51 kenangan Alira
52 BAB 52 surat terakhir alira
53 BAB 53 Kegilaan adrian
54 BAB 54 Nama Baru
55 BAB 55 ketegasan adrian
56 BAB 56 Alicia Ramone
57 BAB 57 Luka yang Tak Pernah Hilang
58 BAB 58 Tekad yang Membara
Episodes

Updated 58 Episodes

1
BAB 1 : Perjodohan
2
BAB 2: Cowok Es
3
BAB 3 : Sarapan ala Bom Waktu
4
BAB 4 : Pertama Kali Belanja Bersama
5
BAB 5 Makan Malam Keluarga
6
BAB : 6 Istri CEO Masuk Kantor
7
BAB 7 : CEO Dingin Mulai Merasa Panas
8
BAB 8 : Dinner Formal yang Tak Lagi Formal
9
BAB 9 : Tatapan yang Tidak Biasa
10
BAB 10 : Rumah Bukan Berarti Tenang
11
BAB 11 : Bara di Balik Senyum
12
BAB 12 Sentuhan kecil
13
BAB 13 Antara Bisnis dan Cemburu
14
BAB 14 Gala diner
15
BAB 15 Tarian Adrian
16
BAB 16 Ancaman
17
BAB 17 teror
18
BAB 18 Foto
19
BAB 19 Ciuman pertama
20
BAB 20 Ancaman Baru
21
BAB 21 Keputusan Sang Suami Dingin
22
BAB 22 bayangan di balik senyuman
23
BAB 23 Foto dari Masa Lalu
24
BAB 24 Mis masa lalu
25
BAB 25 Pertemuan yang Tak Terhindarkan
26
BAB 26 Cemburu Alira
27
BAB 27 Cemburu Alira 2
28
BAB 28 Hari Pertama di Kampus
29
BAB 29 Langkah Baru
30
BAB 30 tekat baru
31
BAB 31 Alira Vs clarisa
32
BAB 32 Fokus belajar
33
BAB 33 kedatangan tamu
34
BAB 34 Ketidak jujuran Adrian
35
BAB 35 Malam yang Membisu
36
BAB 36 Ciuman kasar Adrian
37
BAB 37 Pagi yang Dingin
38
BAB 38 pembelaan adrian
39
BAB 39 kembali datang
40
BAB 40 Tangis Kehilangan
41
BAB 41 Pilihan Adrian
42
BAB 42 Clarisa mengintai
43
BAB 43 datar
44
BAB 44 Lepas Kendali
45
BAB 45 Tanda
46
BAB 46 Tatapan dan Bisikan
47
BAB 47 Mabuk
48
BAB 48 gigitan Adrian
49
BAB 49 Lelah
50
BAB 50 Pergi
51
BAB 51 kenangan Alira
52
BAB 52 surat terakhir alira
53
BAB 53 Kegilaan adrian
54
BAB 54 Nama Baru
55
BAB 55 ketegasan adrian
56
BAB 56 Alicia Ramone
57
BAB 57 Luka yang Tak Pernah Hilang
58
BAB 58 Tekad yang Membara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!