Mari kita bicara tentang hal-hal yang tidak disebutkan dalam buku petunjuk menjadi 'Pewaris', jika saja ada buku petunjuknya. Pertama, setelah kamu hampir mati melawan monster asap bermata merah, kamu tidak langsung merasa seperti pahlawan. Kamu merasa seperti adonan roti yang diuleni terlalu keras. Setiap bagian tubuhku berteriak kesakitan, dan ada asisten AI kuno di kepalaku yang terus memberikan laporan status seolah-olah aku adalah komputer yang rusak.
"Laporan Status: Sistem saraf dalam kondisi stres. Memar tingkat sedang terdeteksi di lengan dan kaki. Pemulihan diperkirakan 6 jam 42 menit."
"Bisakah kau diam?" desisku ke bantal yang sudah tipis. "Aku sedang mencoba untuk meratapi nasibku di sini!"
"Pemantauan kondisi Pewaris adalah protokol utama. Saran: Meditasi dapat mengurangi tingkat stres."
Aku mendesah. Memiliki penjaga pribadi yang tidak bisa dimatikan ternyata sangat menyebalkan. Dia seperti guru BP yang terlalu bersemangat.
Aku berbaring memandang langit-langit gubuk dari anyaman bambu, mencoba mencerna semua yang terjadi. Dua hari yang lalu, hidupku sederhana: membantu Bu Parmi, bekerja di sawah, dan berjalan-jalan di tepi sungai. Sekarang? Aku adalah pemilik cincin ajaib yang bisa mengeluarkan pedang cahaya dan memiliki pertemuan rutin dengan makhluk mitologi. Percy Jackson setidaknya mendapat penjelasan dari Centaurus yang berkaki empat. Aku mendapatkannya dari pria tua berperut buncit yang muncul dari kabut.
Pagi hari tidak lebih baik. Bu Parmi langsung tahu ada yang tidak beres.
"Wajahmu seperti melihat setan gandruk, Nak," katanya sambil merasakan dahiku dengan punggung tangan yang hangat. "Apa kamu demam?"
"Aku cuma mimpi buruk, Bu," kataku, menghindari pandangannya. "Tentang... tentang padi yang diculik tikus."
Dia mengangkat alis, tidak sepenuhnya percaya. "Istirahat yang cukup, Le. Jangan terlalu banyak bekerja."
Jika saja dia tahu bahwa 'pekerjaanku' sekarang termasuk bertarung melawan kekuatan kegelapan.
Sepanjang hari, aku berusaha mati-matian untuk bertingkah normal. Saat membantu Pak Karto membereskan sisa panen, aku dengan sengaja pura-pura kesulitan mengangkat karung padi.
"Lho, Jaka? Kemarin kamu kuat sekali seperti banteng, hari ini kok seperti anak ayam?" tanya Pak Karto dengan heran.
"Aku... kurang tidur, Pak," jawabku, berpura-pura mengusap punggung yang pegal. Karena bertarung melawan jelmaan energi jahat, tambahku dalam hati.
Tapi yang paling aneh adalah bagaimana aku memandang dunia sekarang. Segalanya terasa... hidup. Aku bisa merasakan kesedihan dari pohon pisang yang daunnya menguning. Aku bisa mendengar bisikan air sungai yang bercerita tentang masa lalu. Bahkan batu-batu kali seakan memiliki emosi sendiri. Ini seperti memiliki indra keenam yang terlalu aktif dan tidak ada tombol volumenya.
Sore itu, aku kembali ke tepi Sungai Brantas. Tempat segalanya mulai. Aku butuh jawaban yang lebih baik daripada yang bisa diberikan Mar.
"Mar, untuk apa semua ini? Apa tujuanku sebenarnya?" tanyaku pada burung gereja yang sedang bertengger di dahan.
"Tujuan utama: Menjaga keseimbangan antara dimensi fisik dan spiritual. Mencegah gangguan entitas gelap."
"Itu terlalu umum! Tidak ada petunjuk yang lebih jelas? Seperti 'pergi ke gua dan ambil kristal ajaib'?"
"Panduan mendetail memerlukan Tingkat Kepercayaan Level 2. Saat ini Pewaris berada pada Level 1.5."
"LEVEL 1.5?" batinku kesal. "Aku hampir mati dan hanya naik setengah level? Sistem penilaianmu sangat ketat!"
"Pertempuran dinilai berdasarkan efisiensi energi, strategi, dan hasil akhir. Beberapa parameter tidak memenuhi standar."
Aku menggeleng. Lebih stres daripada ujian matematika.
Tiba-tiba, suasana sekitar berubah. Suara serangga malam menghilang. Angin berhenti berhembus. Dan di atas batu besar yang biasa aku duduki, kini duduk seorang pria tua yang sangat aku kenal, Semar.
Dia tersenyum, matanya yang berkeriput itu berbinar. "Masih menggerutu, Le?"
Aku hampir tersandung. "Semar! Dari mana kamu datang?"
"Dari mana-mana, dan tidak dari mana-mana," jawabnya dengan santai. "Suara hatimu keras sekali. Seperti gong yang dipukul di tengah malam."
Aku menarik napas dalam-dalam. Ini kesempatanku. "Semar, aku bingung. Aku hanya anak desa. Kenapa aku yang dipilih untuk semua ini?"
Semar melambai, memintaku duduk. Dia mengeluarkan sehelai benang dari jubahnya. "Lihat ini. Sendirian, dia lemah." Dia dengan mudah memutuskan benang itu. "Tapi banyak benang dipintal menjadi tali," dia mengeluarkan seutas tali kuat, "dia menjadi kuat. Bisa untuk mengikat, menyelamatkan, menghubungkan."
Aku mengangguk, mulai paham kiasannya.
"Dunia manusia dan dunia roh, Le, seperti benang yang terpisah. Sering salah paham. Manusia takut pada roh, roh kesal pada manusia yang merusak alam. Ketidakseimbangan ini menciptakan celah untuk kekuatan gelap seperti Banaspati yang kau lawan."
Dia menatapku dalam-dalam. "Kau adalah benang yang bisa menyentuh kedua dunia. Darahmu memungkinkanmu memahami keduanya. Itu yang membuatmu spesial."
"Jadi tugasku adalah menjadi jembatan? Membuat mereka berdamai?"
"Lebih dari itu. Kau adalah pengingat bahwa mereka adalah satu kesatuan. Ketika keseimbangan goyah, kau yang akan merasakannya pertama kali dan bertindak."
Aku memikirkan Sukoharjo, desa kecil yang menjadi rumahku. Aku ingin melindunginya.
"Tapi aku hanya satu orang. Bagaimana aku bisa melakukan semua ini sendirian?"
Semar mengangkat talinya. "Tali yang kuat butuh tempat berpijak. Carilah 'benang-benang' lainnya."
"Apa maksudmu?"
"Kau bukan satu-satunya, Jaka. Selalu ada yang lain. Mereka yang memiliki darah khusus, atau hati murni yang memahami tradisi kuno. Carilah guru yang paham naskah kuno, tetua yang bijaksana, atau bahkan roh penjaga yang bersimpati pada manusia."
"Konfirmasi: Entitas 'Semar' merujuk pada pembentukan jaringan 'Pawang Keseimbangan'. Data historis menunjukkan jaringan ini pernah aktif namun terfragmentasi."
Jadi memang pernah ada orang sepertiku? Aku bukan yang pertama?
"Tepat," kata Semar, seolah mendengar pikiranku. "Sudah lama tidak ada yang bisa menjadi tali pusat. Tapi sekarang, dengan bangkitnya kegelapan, alam memanggilmu."
"Kegelapan seperti apa?" tanyaku, merasa ngeri.
Wajah Semar menjadi serius. "Banaspati itu hanya tentara bayaran. Ujian kecil. Yang asli... masih menunggu di balik layar."
Dadaku terasa sesak. Ini jauh lebih besar dari yang kubayangkan.
"Jangan takut," katanya, menepuk bahuku. "Kau tidak sendirian. Aku ada, sistem di kepalamu ada, dan nanti, teman-teman yang akan kau temui. Ingat, kau bukan pedang yang harus menebas segala masalah. Kau adalah tali yang menyatukan."
Dia berdiri, dan aku tahu dia akan pergi.
"Tunggu! Di mana aku harus memulai? Haruskah aku pergi mengembara?"
"Mulailah dari yang dekat," katanya sambil menunjuk ke desa. "Dengarkan sungaimu. Dengarkan tetua desamu. Pelajari sejarah tempatmu berdiri. Kekuatan terbesarmu ada di sini, di tanah yang membesarkanmu. Petunjuk berikutnya akan datang ketika kau siap."
Dia mulai memudar, seperti gambar yang luntur diterpa hujan.
"Dan Jaka," bisiknya yang terakhir, "jaga cincin dan kalungmu. Itu bukan hanya pusaka. Itu adalah pengingat janji leluhurmu."
Dia menghilang, dan suara desiran daun serta jangkrik kembali memenuhi udara.
Aku duduk di sana untuk waktu yang lama, memikirkan kata-katanya. Aku bukan petarung tunggal. Aku adalah pemersatu. Itu terdengar... lebih bisa kulakukan.
Aku melihat kalung kayu di leherku dan cincin di jariku. Aku adalah Pewaris. Aku adalah Tali.
"Permintaan: Tentukan tujuan berikutnya."
Aku menarik napas dalam-dalam, memandangi desa yang mulai diterangi lampu minyak.
"Tujuan berikutnya, Mar," kataku dengan keyakinan yang baru lahir, "adalah pulang. Aku akan berbicara dengan Mbah Sentika, tetua desa kita. Dia tahu semua cerita lama tentang tempat ini. Dan aku akan belajar untuk benar-benar mendengarkan, semoga rencana ini tak melenceng."
Aku berjalan pulang dengan langkah yang lebih pasti. Masih ada ketakutan? Tentu saja. Tapi sekarang ada juga secercah tujuan. Dan untuk seorang anak sungai yang baru saja mengetahui takdirnya, itu adalah awal yang tidak terlalu buruk.
Misi pertamaku mewawancarai seorang kakek tua dan mendengarkan keluh kesah sungai. Tidak terlalu epik seperti petualangan Percy Jackson, tapi hey, setiap pahlawan harus mulai dari suatu tempat, kan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments