Aku, Cincin Ajaib, dan Guru Tua yang Tiba-Tiba Jadi Ninja

Kalau kamu pikir bangun pagi setelah menemukan dirimu adalah "Pewaris" semacam sistem kuno yang menjanjikan takdir besar itu keren, pikirkan lagi. Rasanya seperti habis ditabrak truk pasir. Bukan hanya capek fisik, tapi pikiranku juga berisik. Sepanjang malam, suara Mar seperti radio yang tidak bisa dimatikan, terus-menerus memberikan laporan status. "Proses integrasi sistem: 45 persen. Sensor indra: aktif. Modul persepsi lingkungan: online." Aku hampir saja menjawab, "Bisakah modul 'tidur nyenyak' juga dionlinekan?"

Matahari pagi menyinari Desa Sukoharjo, tapi hari ini segalanya terlihat... lebih tajam. Warna-warna lebih terang, suara-suara lebih jelas. Aku bisa mendengar percakapan semut dari seberang jalan. Serius. Itu mengerikan. Cincin perunggu di jariku terasa hangat, berdenyut pelan seperti jantung kecil yang ikut hidup dalam diriku.

Hari itu, aku berusaha mati-matian untuk bertingkah normal. Tapi semuanya berantakan.

Contohnya, saat membantu Pak Karto mengangkat karung padi. Biasanya, ini adalah pekerjaan berat yang membuat ototku berteriak. Hari ini, karung seberat itu terasa seperti tas sekolah. Aku mengangkatnya dengan satu tangan tanpa sadar.

"Hei, Jaka! Kau hari ini seperti kerbau yang disetrum!" seru Pak Karto, matanya melotot. "Kau makan apa semalam? Daging naga?"

Aku cuma bisa memberi senyum kaku. "Eh... vitamin, Pak." Dalam hati, aku menjerit, Vitamin sistem kuno warisan leluhur, mungkin!

Lalu hal yang lebih aneh terjadi. Saat aku tanpa sengaja menyentuh tanaman padi yang mulai layu di tepi sawah, sesuatu yang hijau dan hangat mengalir dari ujung jariku. Daun yang tadinya kuning itu seketika segar kembali, hijau dan subur.

Pak Karto menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Dewa Sri pasti sangat menyukaimu, Nak!"

Aku menarik tanganku seperti tersengat listrik. "Keberuntungan saja, Pak!" bisikku pada diriku sendiri. Mar, apa yang baru saja kulakukan?

"Analisis: Kemampuan dasar pemulihan flora terdeteksi. Tingkat energi rendah. Proses otomatis."

Otomatis? Bisakah kau nonaktifkan pengaturan otomatisnya? pikirku kesal. Aku tidak ingin menjelaskan pada Pak Karto kenapa tanaman padinya bisa menari-nari!

Sepanjang hari, aku seperti walking disaster. Sentuhanku pada batu membuat lumut tumbuh subur. Pandanganku yang terlalu fokus pada burung membuatnya membeku di udara selama dua detik sebelum terbang panik. Aku adalah bom energi yang tidak terkontrol. Yang paling aneh adalah aku bisa merasakan perasaan segala sesuatu. Kesedihan Sungai Brantas yang alirannya semakin lambat karena sedimentasi. Kegembiraan anak-anak padi yang baru tumbuh. Bahkan kemarahan batu kali karena terlalu sering diinjak-injak. Dunia ini ternyata sangat cerewet.

Saat senja tiba, aku merasa lelah bukan main. Bukan lelah fisik, tapi mental. Aku harus kembali ke sungai. Aku perlu jawaban, dan Mar hanya bisa memberikan penjelasan teknis yang membuatku pusing.

"Mar," keluhku, duduk di bawah pohon beringin tua. "Aku tidak bisa seperti ini. Aku akan ketahuan. Orang-orang akan mengira aku kerasukan."

"Proses penyesuaian normal. Sistem membutuhkan waktu untuk sinkronisasi dengan inang. Sarankan meditasi untuk..."

Tiba-tiba, angin berhembus kencang dari arah timur, membawa aroma yang tidak enak seperti tanah basah, daun tua, dan... daging busuk? Daun-daun pohon beringin bergemerisik dengan pola aneh, seperti morse yang memperingatkan bahaya.

Lalu, dari balik kabut senja, seorang pria tua muncul. Dia tidak berjalan, dia lebih seperti melayang. Jubah putihnya sederhana, tapi matanya... matanya seperti dua buah batu beryl tua yang telah menyaksikan terlalu banyak hal.

Luar biasa," pikirku. "Pertama cincin yang bicara, sekarang ninja tua. Apa berikutnya? Tuyul yang minta bayaran pajak?

"Kau... siapa?" tanyaku, bangkit dengan sigap. Tanganku mengepal. Aku tidak tahu harus berkelahi atau lari.

"Namaku Dharma," katanya, suaranya lembut tapi punya wibawa yang membuatku ingin duduk dan mendengarkan. "Dan aku bukan ninja. Aku penjaga. Penjaga tempat ini... dan penjaga 'pusaka' yang kini kau kenakan."

Dia menunjuk cincinku. Kata "pusaka" diucapkannya dengan penuh hormat, membuat cincin itu berdenyut lebih kencang, seperti anak anjing yang melihat majikannya.

"Benda itu," lanjutnya, "adalah kunci. Kunci ke Sistem Kuno, teknologi spiritual leluhur yang menjaga keseimbangan alam."

"Oke, oke, pause dulu," potongku, tangan kananku mengangkat. "Teknologi spiritual? Itu seperti Wi-Fi untuk dewa? Kenapa harus aku? Aku cuma anak yang ditemukan di sungai. Orang tuaku bahkan tidak meninggalkan surat!"

"Justru itulah," jawab Dharma, sedikit tersenyum. "Mereka yang tidak terikat nama besar dan ambisi duniawi seringkali memiliki hati yang paling jernih. Brantas tidak memilihmu tanpa alasan."

Saat itu juga, suasana berubah. Air sungai yang tenang tiba-tiba bergelembung dan menghitam. Dari dalamnya, muncul sosok bayangan hitam dengan mata merah menyala. Aku langsung tahu ini bukan tamu yang baik.

"Akhirnya!" sambarnya dengan suara seperti kertas amplas yang digosokkan pada besi. "Cincin itu! Berikan padaku, anak manusia! Atau lebih baik... biarkan aku mengambil tubuhmu juga!"

"Banaspati," bisik Dharma, wajahnya serius. "Jaka, lari! Sekarang!"

Tapi kakiku seperti ditanam di tanah. Rasa takutku ditenggelamkan oleh amarah. Makhluk ini mau mengambil rumahku? Mau menyakiti Bu Parmi? Pak Karto?

"Peringatan: Ancaman tingkat tinggi terdeteksi. Modul pertahanan dasar diaktifkan. Sarankan: fokus pada kenangan positif sebagai sumber kekuatan."

Apa? pikirku bingung. Aku harus melawan monster dengan... kenangan indah? Ini bukan film kartun!

Tapi apa boleh buat. Aku memejamkan mata, membayangkan senyum hangat Bu Parmi, tawa riang anak-anak desa, dan tatap mata penuh kebijaksanaan Pak Karto. Anehnya, itu bekerja. Perasaan hangat mengalir dari cincin, membentuk perisai energi samar di sekeliling tanganku.

Pertarungannya... payah. Aku benar-benar payah. Banaspati itu bergerak seperti tornado hitam. Aku terpental ke sana kemari seperti bola. Lututku lecet terkena batu, kepalaku pening. Perisaiku retak. Aku bukan pahlawan. Aku hanya anak desa yang kebetulan memakai cincin aneh.

"Koreksi: Bukan kekuatan yang membuatmu terpilih, tapi pilihanmu untuk melindungi."

Kata-kata Mar itu menyulut sesuatu dalam diriku. Daripada bertahan, lebih baik menyerang. Aku membayangkan pedang dari air dan cahaya bulan. Aku merasakan energi dari cincin membentuknya menjadi nyata. Saat kuayunkan, pedang cahaya itu memotong tubuh bayangan Banaspati.

"Tidak mungkin!" raungnya sebelum menghilang menjadi abu. "Ini belum berakhir! Aku akan kembali! Bersama yang lain!"

Aku terjatuh, terengah-engah. Seluruh tubuhku gemetar. Dharma mendekat, wajahnya penuh kekaguman.

"Kau melakukannya dengan baik, Nak. Bukan karena cincin itu. Tapi karena kau memilih untuk bertahan."

"Apa... apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyaku, suaraku parau. "Aku tidak tahu apa-apa."

"Carilah guru. Seseorang yang paham naskah-naskah kuno. Sistem ini adalah warisan, bukan mainan. Ia harus dipelajari."

Sebelum pergi, Dharma menatap ke arah kegelapan. Aku mengikutinya. Seorang figur berjubah hitam berdiri di kejauhan, hanya mengangguk, lalu menghilang.

"Siapa itu?" tanyaku.

"Seseorang yang juga mengawalimu," jawab Dharma singkat sebelum akhirnya membalikkan badan dan melangkah pergi, menghilang dalam kabut seperti saat dia datang.

Aku duduk sendirian lagi. Cincinku masih berdenyut. Tapi sekarang, di balik rasa lelah dan ketakutan, ada sedikit percikan keyakinan. Mungkin, hanya mungkin, aku bisa melakukan ini.

Tapi kemudian, dari kedalaman diriku, Mar berbicara lagi.

"Peringatan: Sinyal musuh terdeteksi. Ancaman level lebih tinggi sedang bergerak. Fase pelatihan dipercepat. Bersiaplah, Pewaris. Ini baru permulaan."

Aku mendongak ke langit berbintang. "Hebat," gumamku. "Hari pertamaku sebagai 'Pewaris' dan aku sudah ada dalam daftar buruan. Percy Jackson pasti tidak pernah mengalami hari yang seburuk ini."

Tapi dalam hati, aku tahu satu hal apapun yang terjadi, Sukoharjo adalah rumahku. Dan aku akan melindunginya. Meskipun caranya masih harus banyak kupelajari. Banyak sekali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!