5. Teringat Masa Lalu

Sore itu, di ruang perawatan, Wulan dengan santai menimang putranya setelah selesai menyusuinya. Tatapannya lembut, suaranya lirih ketika berkata,

“Dia sangat mirip dengan almarhum Mas Didi…”

Mama Rini yang duduk di sampingnya mengelus pundaknya pelan.

Wulan tersenyum menoleh ke arah ibunya.

“Jangan larut dalam kesedihan, Nak,” ucap Mama Rini lembut.

“Tidak, Ma. Aku sudah tidak sedih lagi. Aku sudah ikhlas. Saat ini, aku hanya ingin anakku sehat. Mas Didi pasti bahagia kalau aku merawat putra kami dengan baik.”

“Kamu pasti bisa, Nak. Yang penting, selalu jaga kondisi tubuhmu agar tetap kuat.”

“Tentu, Ma. Apalagi aku juga ingin membantu Baby Rey. Aku harus bisa menjaga diriku dengan baik.”

Mama Rini tersenyum bangga. “Putri Mama memang hebat.”

“Karena Mamaku wanita hebat. Cermin hidupku ya Mama.”

Mama Rini tak kuasa menahan haru, lalu memeluk Wulan dari samping.

Namun suasana hangat itu tiba-tiba terusik oleh suara ceria.

“Wah… ada apaan nih? Masuk-masuk langsung dapat pemandangan so sweet Mama sama Wulan.” Adam yang baru datang bersama Papa Dean sengaja menggoda mereka.

“Ck… berisik, Kak…” Wulan manyun.

Adam malah tertawa tanpa rasa bersalah. “Ponakan jagoan Kakak boleh digendong nggak, Lan?”

“Boleh, tapi cuci tangan dulu,” jawab Wulan tegas.

“Siap, Bu Bos!” Adam langsung menuju kamar mandi.

Sementara itu, Papa Dean menghampiri Wulan. Setelah mengecup kening putrinya dan si kecil, ia melangkah ke sisi Mama Rini, lalu bersandar manja di bahu istrinya. Seperti itulah cara ampuhnya mengusir lelah.

“Kerjaan banyak, Pa?” tanya Wulan, menangkap wajah ayahnya yang tampak letih.

“Lumayan,” jawab Dean singkat namun hangat.

“Maksud Papa, lumayan banyak dan ribet karena ada klien yang rewel,” sahut Adam ketika keluar dari kamar mandi.

“Kak Adam jangan bikin Papa tambah lelah dong. Kakak kan ada di kantor, harusnya bantu Papa biar nggak terlalu capek,” celetuk Wulan sambil melirik kakaknya.

Dean terkekeh. Anak perempuannya itu, sejak dulu paling cerewet soal dirinya, meski tetap saja manja.

“Pasti, dong. Kakak nggak mungkin biarin Papa kerja sendirian. Tapi semua ada alurnya. Bagaimanapun juga, di perusahaan ada aturan dan sistem yang harus jadi koridor Kakak saat bekerja,” jelas Adam sambil dengan hati-hati mengambil keponakannya dari gendongan Wulan.

Dean masih bersandar pada bahu istrinya sambil ikut berbicara.

“Damar pulang jam berapa, Ma?”

“Mungkin jam makan malam. Katanya masih ada beberapa urusan yang harus diselesaikan,” jawab Mama Rini.

“Sejak terjun langsung ke perusahaannya, dia makin sibuk,” gumam Dean.

“Itu juga sudah pilihannya, Pa. Lagi pula, Papa sendiri yang support waktu dia bilang ingin akuisisi perusahaan perhiasan Opa Felix. Ya sekarang, beginilah jadinya,” sahut Mama Rini.

Dean menghela napas, teringat masa lalu. “Saat itu Papa lihat dia sangat tertarik pada bidang itu. Walau masih anak SMA yang belum sepenuhnya mengerti bisnis, dia sudah banyak belajar dari Opa Felix. Papa lihat keseriusannya. Jadi Papa cuma bantu akuisisi perusahaan peninggalan Opa Felix, dengan begitu dia bisa meneruskan perusahaan perusahaan opa felix sekaligus berkembang di bidang yang dia sukai.”

Rini tersenyum, lalu mengelus kepala suaminya yang masih bersandar manja.

“Terima kasih, Pa… selalu memberi yang terbaik untuk anak-anak kita.”

***

Di sebuah rumah yang asri dan tenang, Stasia sedang bercengkerama dengan seorang wanita paruh baya. Wanita itu duduk di atas kursi rodanya, wajahnya sumringah. Terlebih lagi, ada sosok bocah kecil yang sangat ia rindukan kini berada di dekatnya.

“Terima kasih sudah menjaga cucu Tante dengan baik, Si,” ucap wanita itu lembut.

Stasia tersenyum. “Ares juga bagian dari keluarga saya, Tante. Justru saya yang berterima kasih karena Tante mengizinkan Ares bersama saya.”

“Tidak ada alasan bagi saya menolak permintaanmu. Sejak kecil, Ares memang lebih dekat denganmu dibanding dengan Tante. Kamu sudah ada untuknya bahkan sejak dia masih dalam kandungan anak Tante. Kamu ikut merawatnya, kamu lebih tahu bagaimana dia. Tante tidak bisa egois mengambilnya darimu.”

Stasia menunduk, suaranya bergetar menahan haru. “Tante adalah nenek yang selalu Ares banggakan. Meski terpisah jarak, Ares tetap menganggap Tante sosok nenek yang hebat di matanya.”

Wanita itu menghela napas pelan, matanya berkaca-kaca. “Terima kasih banyak, Nak. Tante banyak berhutang budi padamu. Kamu anak yang baik.”

Stasia menggeleng. “Tidak, Tante. Tante tidak pernah berhutang budi.”

Wanita itu tersenyum tipis lalu berkata pelan, “Andai Andreas mau, Tante pasti izinkan dia menikah denganmu.”

Stasia terkekeh ringan. “Kak Andre berhak bahagia dengan wanita pilihannya. Aku selalu menganggap Kak Andre seperti kakakku. Jadi, akan sulit bagi kami kalau harus melangkah ke hubungan asmara.”

Wanita itu ikut terkekeh kecil. “Kalau begitu, kalau kamu menganggap Andreas kakakmu, maka kamu harus menganggap Tante sebagai bundamu. Jadi tidak ada lagi panggilan ‘Tante’. Yang ada hanya… ‘Bunda’.”

“Tante…” Stasia refleks memanggil seperti biasa.

“Hmm? Kok masih Tante?” goda wanita itu sambil tersenyum.

Stasia menahan tawa, lalu berkata lirih, “Bunda…”

Wanita paruh baya itu mengusap lembut puncak kepala Stasia. “Melihatmu, membuat rindu pada almarhumah putriku sedikit terobati.”

Suasana mendadak haru. Stasia merasakan dadanya hangat. Kehadiran Maya membuatnya merasa lebih disayang, lebih dipeluk. Ia tidak sendiri. Perasaan itu mengingatkannya pada Rini, wanita pertama yang dulu memperlakukannya seperti anak sendiri. Tiba-tiba ia merindukan sosok itu.

Sementara di tempat lain, seorang pria melangkah masuk ke kamar rawat Wulan. Wajahnya terlihat begitu lelah, seolah sedang menanggung beban yang teramat berat.

Wulan hanya menatapnya, tak segera bertanya.

Pria itu, Damar, langsung menghampiri Rini, lalu tanpa berkata apa-apa memeluk ibunya erat. Ia kemudian merebahkan kepala di pangkuan Rini, seakan hanya di sana ia bisa bernafas lega.

Semua mata di ruangan itu saling berpandangan, heran. Sikap Damar mengingatkan mereka pada masa lalu, pada saat pertama kali ia merasa kehilangan seseorang.

“Apakah harimu begitu berat, Nak?” tanya Rini lembut sambil mengusap rambut putranya.

Damar mengangguk pelan, matanya masih terpejam.

“Putra Mama adalah pria hebat. Kamu tahu apa yang harus dilakukan. Tapi sehebat apa pun kamu, tidak apa-apa kalau ingin berkeluh kesah. Kamu boleh menumpahkan semua gundahmu di depan Mama,” ucap Rini lirih, penuh kasih.

“Terima kasih, Ma…” suara Damar bergetar. Ia menggenggam tangan Rini erat, seakan mencari pegangan agar tidak jatuh dalam kerumitan batinnya sendiri.

Wulan memandangi saudara kembarnya dengan iba. Ia tahu persis bagaimana karakter Damar, sekali ia merasa nyaman, sekali ia jatuh hati, akan sulit baginya untuk melepaskan.

Dan entah mengapa, naluri Wulan berkata bahwa yang membuat Damar sesulit ini… lagi-lagi adalah karena sosok masa lalu, Stacy. Saudara kembarnya itu belum juga bisa benar-benar move on.

Mungkin memang inilah ikatan batin antara mereka, saudara kembar yang saling merasakan luka yang tak pernah benar-benar terucap.

Terpopuler

Comments

Erna Fadhilah

Erna Fadhilah

ayo thor segera pertemukan Damar sama Stacy

2025-09-11

0

Rusmini Mini

Rusmini Mini

rasanya nyeri nyeri wow thor /Smug//Smug/

2025-10-22

0

Bak Mis

Bak Mis

cari tau jgn cuma berdiam diri aja

2025-09-18

0

lihat semua
Episodes
1 1. Datang dan Pergi
2 2. Aku Akan Menemukanmu
3 3. Membantu Baby Rey
4 4. Bayangan yang Sulit Hilang
5 5. Teringat Masa Lalu
6 6. Kekesalan Damar
7 7. Teman Diskusi
8 8. Wanita Gila
9 9. Kejutan di Ruang Rapat
10 10. Dia Mengingatku
11 11. Baby Rey Rewel
12 12. Jangan Kemakan Gengsi
13 13. Panggilan Sayang
14 14. Masih Sama Seperti Dulu
15 15. Ares Suka di Indonesia
16 16. Berubah Manja
17 17. Mengurung Dalam Wilayahnya
18 18. Si Dingin yang Galau
19 19. Pertemuan Tak Terduga
20 20. Gila-gilaan Mengejarmu
21 21. Damar Jelas Menikmatinya
22 22. Hutang Penjelasan
23 23. Kamu Mama yang Baik
24 24. Apa—an sih ‘Sayang-sayang’?
25 25. Hubungan yang Sehat
26 26. Percintaan Rahasia Adam
27 27. Gejolak yang Sempat Tercipta
28 28. Selalu Menjadi Milikku
29 29. Gak Ada Kiss
30 30. Pelukan Penghilang Lelah
31 31. Mencuri Kesempatan
32 32. Orang Tua Bayi Kembar
33 33. Ini Masalah Keluargaku
34 34. Luka dan Rahasia Stasia
35 35. Apakah Damar Marah?
36 36. Aku Tidak Suka
37 37. Minta Dipercepat
38 38. Menjadi Versi Terbaik
39 39. Ngebet Menikah
40 40. Fakta yang Diabaikan
41 41. Penyesalan yang Terlambat
42 42. Kepalsuan Semakin Terbuka
43 43. Menjaga Stasia
44 44. Menggemparkan Kantin
45 45. Mau Punyamu
46 46. Tidak Cemburu
47 47. Tatapan Aneh Di Kantor
48 48. Pengalihan Aset
49 49. Konsep Pernikahan
50 50. Galaknya Calon Istriku
51 51. Ada Apa Dengan Wulan?
52 52. Rencana Tersembunyi Damar dan Andreas
53 53. Ikuti Keputusan Papa
54 54. Berpisah Sebentar
55 55. Kehilangan Logika
56 56. Bikin Aku Gak Tahan
57 57. Teman Ngobrol
58 58. Cinta yang Diresmikan
59 59. Suasana yang Kontras
60 60. Mengembalikan Senyumnya
61 61. Bonus, Sayang!
62 62. Jalan-jalan Bersama
63 63. Membuatku Nyaman
64 64. Tidak Sesedih Semalam
Episodes

Updated 64 Episodes

1
1. Datang dan Pergi
2
2. Aku Akan Menemukanmu
3
3. Membantu Baby Rey
4
4. Bayangan yang Sulit Hilang
5
5. Teringat Masa Lalu
6
6. Kekesalan Damar
7
7. Teman Diskusi
8
8. Wanita Gila
9
9. Kejutan di Ruang Rapat
10
10. Dia Mengingatku
11
11. Baby Rey Rewel
12
12. Jangan Kemakan Gengsi
13
13. Panggilan Sayang
14
14. Masih Sama Seperti Dulu
15
15. Ares Suka di Indonesia
16
16. Berubah Manja
17
17. Mengurung Dalam Wilayahnya
18
18. Si Dingin yang Galau
19
19. Pertemuan Tak Terduga
20
20. Gila-gilaan Mengejarmu
21
21. Damar Jelas Menikmatinya
22
22. Hutang Penjelasan
23
23. Kamu Mama yang Baik
24
24. Apa—an sih ‘Sayang-sayang’?
25
25. Hubungan yang Sehat
26
26. Percintaan Rahasia Adam
27
27. Gejolak yang Sempat Tercipta
28
28. Selalu Menjadi Milikku
29
29. Gak Ada Kiss
30
30. Pelukan Penghilang Lelah
31
31. Mencuri Kesempatan
32
32. Orang Tua Bayi Kembar
33
33. Ini Masalah Keluargaku
34
34. Luka dan Rahasia Stasia
35
35. Apakah Damar Marah?
36
36. Aku Tidak Suka
37
37. Minta Dipercepat
38
38. Menjadi Versi Terbaik
39
39. Ngebet Menikah
40
40. Fakta yang Diabaikan
41
41. Penyesalan yang Terlambat
42
42. Kepalsuan Semakin Terbuka
43
43. Menjaga Stasia
44
44. Menggemparkan Kantin
45
45. Mau Punyamu
46
46. Tidak Cemburu
47
47. Tatapan Aneh Di Kantor
48
48. Pengalihan Aset
49
49. Konsep Pernikahan
50
50. Galaknya Calon Istriku
51
51. Ada Apa Dengan Wulan?
52
52. Rencana Tersembunyi Damar dan Andreas
53
53. Ikuti Keputusan Papa
54
54. Berpisah Sebentar
55
55. Kehilangan Logika
56
56. Bikin Aku Gak Tahan
57
57. Teman Ngobrol
58
58. Cinta yang Diresmikan
59
59. Suasana yang Kontras
60
60. Mengembalikan Senyumnya
61
61. Bonus, Sayang!
62
62. Jalan-jalan Bersama
63
63. Membuatku Nyaman
64
64. Tidak Sesedih Semalam

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!