3. Membantu Baby Rey

Tiba di rumah sakit, Stasia menggandeng tangan kecil Ares yang sejak tadi tak berhenti bercerita tentang betapa penasarannya ingin melihat bayi Andreas.

“Dady!” seru Ares tiba-tiba, lalu melepaskan tangannya dari Stasia dan berlari ke arah Andreas yang baru keluar dari lorong.

“Jagoan? Kamu di sini?” Andreas terperanjat, lalu langsung menunduk dan memeluk erat bocah kecil itu. Senyumnya merekah, ada kebahagiaan yang begitu sederhana namun terasa dalam.

“Kata mama, dady mau kasih Ares adik. Jadi Ares ikut mama jenguk adik yang sakit,” celoteh Ares polos, membuat Andreas terharu sekaligus tersenyum getir.

“Pagi, kak,” sapa Stasia begitu tiba di dekat mereka.

“Pagi, Si. Aku kira kamu masih istirahat di apartemen. Baru kemarin sampai dari perjalanan panjang.”

“Kami sudah cukup istirahat, kak. Lagi pula… aku mau lihat jagoan kecil kakak,” ucap Stasia lembut sambil mengusap rambut Ares.

“Iya, Ares mau lihat adik Ares!” sahut bocah itu dengan semangat.

Andreas terkekeh tipis, lalu menjawab, “Kakak mau ke kantin, beli kopi sebentar.”

“Biar aku saja yang beli. Kakak bawa Ares dulu ke ruangan bayi. Dia pasti tidak sabar,” ujar Stasia cepat.

Andreas sempat ingin menolak, tapi akhirnya mengangguk. “Baiklah, kami tunggu di lantai 4. Sampai sana langsung saja ke ruang NICU.”

Tak lama, setelah membeli kopi, Stasia melangkah menuju lift. Dengan hati-hati ia membawa satu cup kopi hangat di tangannya. Saat berdiri di dalam lift, sebelum pintu tertutup rapat, entah kenapa ia merasa ada tatapan asing yang mengawasinya sejak tadi di lobi. Perasaan itu membuat bulu kuduknya sempat meremang. Namun ia buru-buru menggelengkan kepala. Hanya perasaan saja…

Begitu pintu lift terbuka di lantai 4, ia menghela napas lega, lalu segera keluar.

“Kak,” panggilnya sambil menyerahkan kopi kepada Andreas.

“Mama, Ares sudah lihat adik bayi. Dia kecil banget, Ma!” seru Ares dengan mata berbinar.

Stasia terkekeh, lalu menunduk meraih pipi Ares. “Ares juga dulu kecil waktu bayi. Semua bayi memang begitu. Tapi nanti kalau adik tumbuh sehat, dia akan besar juga seperti Ares.”

“Kalau adik sudah besar, dia bisa main bola sama Ares, kan?” tanya bocah itu penuh harap.

“Pasti. Adik bayi akan senang sekali punya kakak seperti Ares,” jawab Andreas sambil mengusap kepala Ares lembut.

Mereka lalu berdiri di depan kaca ruang NICU. Bayi-bayi mungil berjajar di dalam inkubator.

“Yang nomor tiga,” Andreas menunjuk ke salah satu bayi.

Stasia mendekat, matanya melembut. Bayi itu mungil, kulitnya pucat kemerahan, begitu rapuh. Hatinya terenyuh, apalagi mengingat bayi itu harus tumbuh tanpa belaian seorang ibu.

“Sekecil itu… sudah harus kehilangan ibunya,” lirih Stasia, nyaris tak terdengar.

Andreas terdiam sejenak, lalu berkata lirih, “Tuhan mengambil Indri begitu cepat. Dengan begitu, dia tidak perlu merasakan rasa sakit lagi. Kanker yang dideritanya saja sudah berat, apalagi dokter melarangnya hamil. Tapi Indri bersikeras… sampai akhirnya diluar kuasa kami, ternyata Tuhan menitipkan hidup baru di rahimnya, dan dia bersikeras ingin menjaganya sampai akhir. Dan begitulah… dia mempertahankan bayi kami, meski taruhannya adalah nyawanya sendiri.”

Stasia menoleh, menatap wajah Andreas yang menahan getir. “Meski aku hanya sempat mengenalnya lewat video call… aku bisa merasakan, Kak Indri memang wanita hebat.”

Andreas menahan senyum. Matanya tetap menatap bayinya, namun suara hatinya terdengar jelas. “Itulah alasan aku menikahinya. Aku tahu kondisinya, aku tahu penyakitnya… tapi dia begitu kuat, begitu tulus. Aku tidak pernah menyesal pernah bersamanya.”

Stasia tersenyum tipis, meski matanya basah. “Kakak juga hebat, mau menemani dan memilih tetap di sisinya. Aku yakin, bayi kalian ini akan tumbuh menjadi anak hebat, sama seperti orang tuanya.”

Andreas menoleh, matanya sedikit berair, lalu berusaha tersenyum. “Terima kasih, Si.”

“Sudah ada nama?” tanya Stasia pelan.

Andreas menghela napas, lalu menatap kembali bayinya dengan lembut. “Sudah. Selama di kandungan, Indri selalu memanggilnya Rey. Reyfaldo Whitmore.”

Stasia terdiam sejenak, lalu tersenyum haru. “Nama yang indah… hadiah terakhir dari Kak Indri.”

***

Setelah satu jam berlalu, Stasia pamit pulang. Ia sadar tidak mungkin membiarkan Ares terlalu lama di rumah sakit.

“Kak, aku pamit dulu, ya,” ucap Stasia sambil meraih tangan Ares.

“Kalian mau ke mana setelah ini?” tanya Andreas.

“Mau jenguk Bunda kak Andreas. Pasti Bunda sudah kangen dengan cucunya.”

Andreas tersenyum tipis. “Kamu benar. Dari kemarin beliau terus telepon, tanyain Ares. Begitu lihat langsung, pasti Bunda senang sekali.”

Stasia terkekeh. “Bunda kak Andreas memang selalu begitu. Waktu kita di Paris saja, tidak pernah absen videocall dengan Ares.”

Andreas mengangguk, lalu bertanya, “Kalian naik taksi lagi?”

“Iya, lebih nyaman begitu.”

“Biar ku minta supir jemput kalian.”

“Tidak perlu, kak. Supirmu lebih baik tetap di sini, kalau kakak perlu sesuatu dia bisa langsung bantu.”

Andreas menghela napas kecil. “Baiklah. Hati-hati di jalan, ya.”

“Baik, kak.”

Ares pun mencium tangan Andreas sebelum mereka berdua pergi meninggalkan ruang tunggu NICU.

Beberapa menit setelahnya, seorang suster datang mendekati Andreas.

“Pak Andreas, maaf, apa donor ASI sudah didapatkan lagi? Sudah waktunya bayi Anda mendapat asupan, tapi stok kami habis.”

Andreas spontan memijat pelipisnya. Asistennya belum juga memberi kabar soal donor ASI baru.

Tak lama, suster lain datang terburu-buru.

“Pak, bayi Anda terus menangis, stok ASI sudah benar-benar tidak ada.”

“Tunggu sebentar, saya coba hubungi asisten saya,” jawab Andreas cepat sambil berjalan sedikit menjauh.

Di saat bersamaan, Wulan tiba di lantai itu, didampingi Mama Rini yang mendorong kursi rodanya. Meski sempat menolah menggunakan kursi roda, Wulan akhirnya mengalah agar tida berdebat dengan Mama Rini untuk menggunakan kursi roda agar tidak terlalu lelah.

Begitu sampai di lorong depan NICU, Wulan melihat beberapa suster panik keluar-masuk. Raut wajahnya heran.

“Ada apa, Suster?” tanyanya pelan.

Seorang suster berhenti sejenak. “Ada bayi yang kehabisan stok ASI, Bu. Ayahnya sedang mengusahakan mencari donor baru.”

Wulan mengerutkan kening. “Apa ibunya tidak bisa menyusui?”

Suster itu menunduk singkat. “Ibunya meninggal sehari setelah melahirkan.”

“Ya Tuhan…” Wulan tertegun, matanya langsung dapat melihat ketegangan di dalam ruang NICU. Ia melihat seorang suster berusaha menenangkan bayi mungil yang menangis keras di inkubator.

“Itu bayinya?” tanyanya lirih.

“Benar, Bu. Kami khawatir tangisannya mengganggu bayi yang lain.”

“Kalau begitu… bolehkah saya masuk? Saya ingin menenangkannya.”

Suster tampak ragu sesaat, tapi kemudian mengangguk.

Sebelum masuk, Wulan menoleh ke Mama Rini. “Ma, tolong lihat bayiku di ruang perawatan, apakah sudah dimandikan.”

“Iya, Nak. Biar Mama yang urus,” jawab Mama Rini lembut, lalu beranjak pergi ke ruang perawatan bayi.

Dengan bantuan suster, Wulan masuk ke ruang NICU masih duduk di kursi roda. Begitu sampai di dekat bayi itu, hatinya seakan diremas. Ia pun segera meraih si mungil dari inkubator, menggendongnya dengan penuh kelembutan.

“Kasihan sekali… dia pasti lapar. Lihat gerakan bibirnya,” gumam Wulan.

Suster di sebelahnya menghela napas. “ASI donor habis, Bu. Dan bayi ini tidak bisa menerima susu formula. Bahkan beberapa donor sebelumnya pun tidak cocok. Sekali dapat yang cocok, ibunya ternyata tak bisa melanjutkan karena harus menyusui anaknya sendiri.”

Wulan menunduk menatap bayi itu, hatinya perih. Kalau ini putraku sendiri… bagaimana rasanya kehilangan ibunya sejak lahir?

“Apakah ayahnya masih di luar?” tanyanya.

“Iya, Bu. Sedang menelpon asistennya.”

Wulan menarik napas dalam, lalu menatap suster dengan tegas namun lembut.

“Kalau begitu, tawarkan pada ayah bayi ini. Jika berkenan, saya bersedia memberikan ASI saya. Kebetulan stok ASI saya melimpah, sudah saya simpan di ruang VIP 3. Silakan ambil, bila beliau setuju.”

Suster itu menatapnya dengan mata berbinar, seolah mendapat secercah harapan. “Baik, Bu. Saya akan segera menyampaikan.”

Tak lama, seorang suster kembali dengan membawa botol berisi ASI. “Ayah bayi sudah setuju, Bu. Ini sudah kami hangatkan dari stok di kamar Anda.”

“Syukurlah,” Wulan mengusap lembut kepala bayi itu. “Semoga ini bisa menolongnya.”

Namun Wulan tidak langsung keluar. Ia memilih tetap tinggal, memastikan bayi mungil itu mau menerima ASI dengan tenang. Tangis yang tadinya pecah perlahan mereda.

Air mata Wulan jatuh tanpa sadar. Betapa perihnya hidup bayi sekecil ini…

Terpopuler

Comments

Erna Fadhilah

Erna Fadhilah

wulan aja jadi ibu susu skalian ibu pengganti buat anaknya Andreas

2025-09-11

0

Ade Bunda86

Ade Bunda86

kayaknya Wulan jadi jodonya Andreas deh

2025-10-01

0

Rusmini Mini

Rusmini Mini

anaknya wulan cowok ya thor

2025-10-22

0

lihat semua
Episodes
1 1. Datang dan Pergi
2 2. Aku Akan Menemukanmu
3 3. Membantu Baby Rey
4 4. Bayangan yang Sulit Hilang
5 5. Teringat Masa Lalu
6 6. Kekesalan Damar
7 7. Teman Diskusi
8 8. Wanita Gila
9 9. Kejutan di Ruang Rapat
10 10. Dia Mengingatku
11 11. Baby Rey Rewel
12 12. Jangan Kemakan Gengsi
13 13. Panggilan Sayang
14 14. Masih Sama Seperti Dulu
15 15. Ares Suka di Indonesia
16 16. Berubah Manja
17 17. Mengurung Dalam Wilayahnya
18 18. Si Dingin yang Galau
19 19. Pertemuan Tak Terduga
20 20. Gila-gilaan Mengejarmu
21 21. Damar Jelas Menikmatinya
22 22. Hutang Penjelasan
23 23. Kamu Mama yang Baik
24 24. Apa—an sih ‘Sayang-sayang’?
25 25. Hubungan yang Sehat
26 26. Percintaan Rahasia Adam
27 27. Gejolak yang Sempat Tercipta
28 28. Selalu Menjadi Milikku
29 29. Gak Ada Kiss
30 30. Pelukan Penghilang Lelah
31 31. Mencuri Kesempatan
32 32. Orang Tua Bayi Kembar
33 33. Ini Masalah Keluargaku
34 34. Luka dan Rahasia Stasia
35 35. Apakah Damar Marah?
36 36. Aku Tidak Suka
37 37. Minta Dipercepat
38 38. Menjadi Versi Terbaik
39 39. Ngebet Menikah
40 40. Fakta yang Diabaikan
41 41. Penyesalan yang Terlambat
42 42. Kepalsuan Semakin Terbuka
43 43. Menjaga Stasia
44 44. Menggemparkan Kantin
45 45. Mau Punyamu
46 46. Tidak Cemburu
47 47. Tatapan Aneh Di Kantor
48 48. Pengalihan Aset
49 49. Konsep Pernikahan
50 50. Galaknya Calon Istriku
51 51. Ada Apa Dengan Wulan?
52 52. Rencana Tersembunyi Damar dan Andreas
53 53. Ikuti Keputusan Papa
54 54. Berpisah Sebentar
55 55. Kehilangan Logika
56 56. Bikin Aku Gak Tahan
57 57. Teman Ngobrol
58 58. Cinta yang Diresmikan
59 59. Suasana yang Kontras
60 60. Mengembalikan Senyumnya
61 61. Bonus, Sayang!
62 62. Jalan-jalan Bersama
63 63. Membuatku Nyaman
64 64. Tidak Sesedih Semalam
Episodes

Updated 64 Episodes

1
1. Datang dan Pergi
2
2. Aku Akan Menemukanmu
3
3. Membantu Baby Rey
4
4. Bayangan yang Sulit Hilang
5
5. Teringat Masa Lalu
6
6. Kekesalan Damar
7
7. Teman Diskusi
8
8. Wanita Gila
9
9. Kejutan di Ruang Rapat
10
10. Dia Mengingatku
11
11. Baby Rey Rewel
12
12. Jangan Kemakan Gengsi
13
13. Panggilan Sayang
14
14. Masih Sama Seperti Dulu
15
15. Ares Suka di Indonesia
16
16. Berubah Manja
17
17. Mengurung Dalam Wilayahnya
18
18. Si Dingin yang Galau
19
19. Pertemuan Tak Terduga
20
20. Gila-gilaan Mengejarmu
21
21. Damar Jelas Menikmatinya
22
22. Hutang Penjelasan
23
23. Kamu Mama yang Baik
24
24. Apa—an sih ‘Sayang-sayang’?
25
25. Hubungan yang Sehat
26
26. Percintaan Rahasia Adam
27
27. Gejolak yang Sempat Tercipta
28
28. Selalu Menjadi Milikku
29
29. Gak Ada Kiss
30
30. Pelukan Penghilang Lelah
31
31. Mencuri Kesempatan
32
32. Orang Tua Bayi Kembar
33
33. Ini Masalah Keluargaku
34
34. Luka dan Rahasia Stasia
35
35. Apakah Damar Marah?
36
36. Aku Tidak Suka
37
37. Minta Dipercepat
38
38. Menjadi Versi Terbaik
39
39. Ngebet Menikah
40
40. Fakta yang Diabaikan
41
41. Penyesalan yang Terlambat
42
42. Kepalsuan Semakin Terbuka
43
43. Menjaga Stasia
44
44. Menggemparkan Kantin
45
45. Mau Punyamu
46
46. Tidak Cemburu
47
47. Tatapan Aneh Di Kantor
48
48. Pengalihan Aset
49
49. Konsep Pernikahan
50
50. Galaknya Calon Istriku
51
51. Ada Apa Dengan Wulan?
52
52. Rencana Tersembunyi Damar dan Andreas
53
53. Ikuti Keputusan Papa
54
54. Berpisah Sebentar
55
55. Kehilangan Logika
56
56. Bikin Aku Gak Tahan
57
57. Teman Ngobrol
58
58. Cinta yang Diresmikan
59
59. Suasana yang Kontras
60
60. Mengembalikan Senyumnya
61
61. Bonus, Sayang!
62
62. Jalan-jalan Bersama
63
63. Membuatku Nyaman
64
64. Tidak Sesedih Semalam

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!