Setelah semua Anggota keluarga selesai mandi. Bapak dan Ibu sudah siap menunggu untuk makan malam di ruang makan. Aslan datang menyusul setelah beberapa saat mengetuk pintu kamar Fadlan. Mereka berdua turun bersama menuju ruang makan.
"Adik mana As, kok ngga bareng?" tanya bapak.
"Tadi sudah dipanggil pak, mungkin sebentar lagi turun."
"Paling lagi main game kalau ngga turun turun," sela Ibu.
"Heem Bu, adik emang ngga bisa jauh jauh dari Hp."
"Adikmu kan gitu lan, cewek tapi ya gituh ini pasti gara gara kakaknya yang ngajarin dianya jadi pinter," sambil menoleh ke arah Aslan.
"Ibu tu yaaa, yang jatah jelek Aslan terus."
"Haha, baper dia Bu," ledek Fadlan.
"Bercanda nak, toh adikmu tu beda dari yang lain."
"Hayooo, ngomongin adik ya. Ngaku?" tanya Zea yang sedang berjalan menuju ruang makan.
"Sini dik duduk dekat kakak," pinta Fadlan
"Iya kak."
Dengan cepat Zea berjalan menuju kursi di samping Fadlan. Momen makan merupakan momen di mana keluarga dapat berkumpul, namun ada aturan untuk tidak berbicara selama makan.
Setelah makan malam selesai, Fadlan membantu ibu membereskan piring kotor. Semula Zea yang hendak mencuci piring, namun Fadlan mengambil alih tugas tersebut.
Kini Bapak, Aslan dan Zea tengah duduk di ruang keluarga menyantap donat yang dibelikan oleh Fadlan. Beberapa saat kemudian, Ibu dan Fadlan bergabung di ruang tamu. Mereka berbincang mengenai aktivitas seharian tadi. Sementara Zea dia hanya tertunduk menahan kantuk. Seperti dalam ayunan, mendengar percakapan kakak dan kedua orang tuanya Zea justru tertidur pulas sambil meringkuk di atas sofa.
Tanpa sadar pukul 21.00. Ibu meminta Zea untuk segera tidur, namun tidak ada jawaban.
"Ze, cepet tidur sana udah jam 9 besuk sekolah lhu."
Tidak ada jawaban dari Zea, posisi sofa yang Zea gunakan memang lurus ke depan dengan kedua sisi sisi sehingga tidak ada yang menyadari posisi meringkuk Zea sudah tertidur pulas.
"Lah kok diam sih dik," ucap Fadlan menyenggol lengan adiknya.
Masih tidak ada respon, akhirnya Aslan pun sadar.
"Kayaknya udah tidur deh mas, coba lihat dia meringkuk gitu. Kalau dia bangun dah pasti ngomong terus dari tadi."
"Bener," jawab Fadlan cepat.
"Kedua kakak tersebut kemudian menghampiri adiknya untuk memastikan dan rupanya benar. Aslan menggendong Zea menuju kamarnya setelah sebelumnya kalah suit dengan Fadlan. Zea tergolong kurus dengan tubuh tingginya, namun menaiki anak tangga dengan menggendong seorang gadis remaja tetaplah cobaan bagi Aslan. Meskipun mereka berusaha keras membangunkan adiknya tetap saja nihil. Zea hanya menggeliat kecil dan kembali meringkuk.
"Selamat tidur dik," ucap Aslan sembari membaringkan tubuh adiknya di atas kasur.
Fadlan di belakang memperhatikan pun tersenyum melihat tingkah adiknya yang sangat menggemaskan. Dia seperti tidak ingin meninggalkan keluarga itu. Dalam benak, Fadlan sudah merasa cukup dengan adanya keluarga ini. Tapi ibu selalu menuntut untuk Fadlan memiliki kehidupannya sendiri, seorang kekasih dan apa yang akan dicapai nya nanti.
"Apa mas ngga usah nikah aja ya?" tanya Fadlan kepada Aslan.
"Apaan sih mas nikah tu penyempurnaan agama."
"Iyadeh iya."
"Wess sana, kasihan mbak Desi kalau dengar."
"Iya juga ya."
Fadlan dan Aslan kemudian menuju kamar mereka sendiri sendiri.
Hari berlalu begitu cepat, hari ini hari ketiga Zea bersekolah. Kebetulan sekali pagi ini ada mata pelajaran Kesehatan Jasmani. Zea dan Caca berganti pakaian di kamar mandi dan menyimpan kembali seragam mereka di loker.
Ketika hendak memasuki lapangan tanpa sengaja Zea yang tidak begitu memperhatikan jalan karena berlari terburu-buru menabrak seseorang di depannya.
Brukk
"Aduh," kelas Zea merasakan nyeri di kepalanya.
"Lain kali jalan lihat lihat dong."
"Maaf saya buru-buru tanpa sadar jadi ceroboh dan tidak memperhatikan jalan."
"Dasar, kamu murid baru ya."
"Iya kak," jawab Zea yang menyadari sosok sadis di depan matanya melihatnya lekat seperti tidak mau memberinya ampun
"Ohh," jawab wanita itu sembari mendorong Zea tersungkur ke lantai.
"Ups, maaf" ucapnya.
Zea hanya terdiam merasakan sakit di pantatnya akibat terjatuh. Dia berusaha menahan amarah dan berdiri. Namun, sebuah uluran tangan seseorang berada lekat di depan wajahnya sembari berkata, "ayo bangun."
Zea mengambil uluran tangan tersebut dan berusaha berdiri tegap. Namun, siapa sangka jika tangan yang menjulur tersebut merupakan milik David. David tersenyum lebar ketika tahu Zea malu dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Jangan ganggu dia," ucap David ketus.
"Aku hanya memberinya pelajaran," jawab Lisa.
"Memangnya kamu guru," potong Kelson.
"Haha anes si Lisa," timbal Alvin.
"Well, oke. Tapi kalau sampai sekali lagi lu ganggu gue apa sampai berani nabrak gua lagi. Jangan harap deh bakal bisa senyum senyum," ancam Lisa.
Lisa kemudian pergi meninggalkan Zea bersama David dan kedua temannya.
"Jangan di dengerin," pinta David.
"Heh? I...iya kak, terimakasih," jawab Zea sedikit terbata.
"David!"
"Iya?"
"David, panggil aja David jangan kak."
"Oh maaf, iya kak eh David maksudnya."
"Kamu kelas berapa?" tanya Kelson
"10 MIPA 1 kak."
"Ohh anak MIPA, bakal sering ketemu dong," ucap Kelson sambil mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan.
Dengan cepat David menampik tangan Kelson.
"Wihh, kalem bro."
"Jangan diganggu nanti takut," pinta Alvin.
"Heem," tambah David.
"Kamu ngga ada kelas?" tanya David.
"Oh iya, maaf ya kak. Aku duluan dulu, permisi dan terimakasih."
Zea berlari menuju lapangan menyadari dia sudah beberapa saat disana.
"Huft, pasti aku sudah telat," gumam Zea
"Zea," panggil Caca dari dalam lapangan.
Menoleh ke arah yang memanggilnya, Zea berlari cepat menghampiri Caca dan Andin yang sedang duduk berdua. Beberapa laki laki sedang bermain bola di lapangan.
"Kenapa lama?" tanya Caca
"Tadi aku jatuh."
"Ha?"
"Terus gimana? Ada yang luka? Mana yang sakit mana?"
"Ngga ada Caca."
"Kok bisa jatuh Ze?" tanya Andin.
"Aku ngga lihat jalan terus ada tugu gede di tengah koridor eh nabrak deh," jelas Zea kesal.
"Ha?" respon Andin dan Caca bersamaan.
"Tugu mana ada Ze di koridor, jangan ngada ngada dehh," timpal Caca heran dengan jawaban Zea.
"Haha kamu lucu ya Ze, jujur deh kamu kenapa?" tanya Andin sabar.
"Gapapa kok, oh iya kok gurunya ngga ada?"
"Oh jadi pak Irwan ada rapat, makannya kita disuruh olahraga sendiri dulu di pimpin ketua kelas," jelas Andin.
"Oh gitu," jawabnya polos tanpa sadar.
"Haaa??? Kann tahu gitu aku ngga buru-buru kesini. Astaga mimpi apa aku semalam," keluh Zea.
Caca dan Andin heran dengan tingkah Zea. Keduanya memilih diam tanpa bertanya lagi dan mengajak Zea bermain bola basket.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sindi Paulia
like kak semangat
2020-10-30
2
Elegi Senja
like 😍😍😍
2020-10-27
0
Rezza Handira
jempol
jempol balik ya
2020-10-10
0