Hari pernikahan pun sudah didepan mata mereka, saat ini Anzel sudah berdandan cantik dengan gaun pernikahannya setelah ijab qobul yang diucap dengan lantang oleh Ranz, suaminya. Dengan anggun dan elegan, anzel pun langsung keluar yang sudah ditunggui oleh suaminya, ia bisa menatap betapa tampan dan gagah suaminya itu, membuat ia tidak sadar bahwa suaminya sudah berdiri didepannya.
Dengan sekali kecupan didahi, membuat Anzel tersadar. "Udah puas menatap suamimu yang sangat tampan ini?" wajah anzel memerah walaupun dipipinya sudah merah namun masih saja terlihat bahwa wajah anzel sedang menahan malu. "Apa sih, udah yuk kita sapa tamu tamu kita."
"Ayo, biar cepat."
"Cepat kenapa?" tanya anzel membuat Ranz mendekatkan bibirnya ketelinga istrinya. "Biar bisa makan kamu dalam kenikmatan."
Blushhhhh
Merah sudah seluruh tubuh anzel karena mendengar ucapan ranz yang mungkin sedikit menyerong. "Apa sih kamu mah, bikin aku merinding aja."
Ranz tertawa dengan pelan sembari menuruni tangga dengan tangan kanannya dipinggang istrinya posesif. Anzel tersenyum manis saat sudah dekat dengan semua tamu undangannya.
--- Setahun Kemudian ---
Ranz saat ini sedang duduk bersama anzel, mereka sudah menikah sejak lima bulan yang lalu. Setelah bertemu ditaman gedung kampus mereka berpacaran sebentar setengah tahun lalu mengurusi keperluan nikah dan Alhamdulillah semua lancar.
Istrinya saat ini sedang mengandung anaknya dia sangat bahagia, sampai yang ia senangi adalah sikap anzel kepadanya sangat berbeda jauh dari yang dulu. Anzel kecil dulu sangat mandiri dan menolak untuk bersifat manja manja berbeda sekali dengan sekarang, dia sangat manja, selalu ingin berdua, tidak ingin ditinggal sendiri oleh karena itu ranz merasa pusing akan kelakuan anzel terhadapnya namun perlahan lahan ia tidak mempermasalahkan itu lagi karena ia pun dapat waktu dimana ia bisa bermanja ria dengan istri tercintanya ini.
Seketika Ranz mengingat jelas tentang anzel dulu yang ia kira sudah dipanggil oleh Maha yang Esa, namun itu ternyata tidak benar hanya sedikit jika anzel dulu kritis itu benar namun saat ia pingsan, jari jemari gadisnya itu bergerak dan bertanda bahwa ia masih bisa diselamatkan. Itu adalah anugrah bagi semua orang yang berada disana, bukan ranz saja yang pingsan ternyata abangnya anzel pun juga pingsan karena merasa kehilangan adik satu satunya. Dokter yang menangani anzel menyarankan untuk mengoper anzel kenegara sebelah yaitu Singapure.
“Dihari kamu pingsan, dirumah sakit itu memiliki donor yang pas untuk anzel, dan anzelpun dioperasi dirumah sakit Singapure, dan mama sangat bersyukur bahwa operasinya sangat lancar, yang mama harukan adalah nama kamu yang selalu disebut oleh anzel.” Jelas mama mertuanya.
“Lalu yang dikuburan itu siapa? Kenapa namanya sama dengan anzel?” tanya ranz yang mulai penasaran. “Anzella putri? Dia yang memiliki nama yang sama dengan putriku namun dia hanya orang lain, bukan dia yang menjadi pendonornya dia memang sudah sakit dan meminta untuk diberi nama orang lain saat dikubur. Karena ia mempunyai alasan sendiri, tanpa sepengetahuan keluarganya.” Jelas mamanya
Lalu kepala ranz dielus dengan lembut oleh mamanya anzel. “Terima kasih sudah bertahan dan menunggu putriku satu satunya. Anzel saat sudah sadar dari komanya ia sangat bersemangat mengikuti proses pemulihan agar bisa bertemu denganmu lagi, ranz.”
Ranz yang sedari tadi melamun tersadar akan decakkan disampingnya. Ranz menatap Anzel, istrinya yang sedang cemberut karena dicueki olehnya. Ia pun langsung menggenggam kedua tangan Anzel dengan senyuman, “Makasih ya, terima kasih sudah kembali, terima kasih juga sudah mau menjadi istriku, ibu dari anak anakku kelak.” Ucap Ranz dengan senyuman bahagia.
Anzel yang mendengar tuturan Ranz pun sedikit mengeluarkan airmatanya, dengan cepat ia hapus lalu tersenyum. “Aku yang mestinya berterima kasih sama kamu, karena kamu sudah bertahan untuk menungguku lima tahun lamanya.” Ujarnya dengan senyuman tak kalah manis. Keduanya pun berpelukkan dengan mesra namun tidak erat karena mereka berdua tidak ingin menyakiti bayi pertama yang berada didalam perut Anzel.
Ranz melepaskan pelukan, ia mengelus perut istrinya yang sudah melebar itu dengan cepat ia mengecup dengan lembut sambil berbisik. “Sehat - sehat ya sayang, mama papa menunggu kehadiranmu.” Anzel melihatnya terharu, entah kenapa ia merasa bahagia karena sudah menjadi wanita sepenuhnya ditambah sedang mengandung seperti ini.
---Bersambung---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments