Pria itu mengusapkan wajahnya dengan kasar dengan bergumam. “Mimpi ini lagi?” lalu ia bangkit dari kasur empuknya dan bertujuan kedapur mengambil minum untuk membasahi tenggorokkannya yang kering.
Ia menuangkan susu coklat kedalam cangkirnya lalu menghangatkannya melewati microwave, setelah itu ia mulai menikamati susunya dimalam hari dengan menatap pemandangan diluar jendelanya suasana malam hari. Sudah 5 tahun berlalu, ia mengasingkan diri dikota ini, dan 5 tahun pula orang tuanya selalu menjodohkannya dengan anak temannya maupun rekan kerjanya, tapi ia tolak karena dihati dan pikirannya masih terpenuhi oleh gadis lima tahun yang lalu.
Dia belum move on atau bisa dibilang ia masih berharap akan sosok gadis manis miliknya yang ia rindukan itu muncul dihadapannya lagi. Selama ini ia selalu memimpikan sosok itu yang dulu pernah ia larikan secepatnya kerumah sakit terdekat dari lokasi kejadian itu.
Kondisi gadisnya itu sangat buruk dan berakhir ia ditinggalkan oleh gadisnya setelah kritis namun gadisnya itu tak bisa melewati jalan kritisnya, dan disitu membuatnya kehilangan kesadaran saking lemasnya mendengar bahwa gadisnya meninggalkannya begitu saja ia langsung pingsan karena kelelahan dan dehidrasi.
Pelaku sudah ditangkap, yang ia kaget adalah pelaku yang mengendarai mobil dengan kencang adalah sahabatnya sendiri yang saat itu sedang mabuk dan temannya panik sampai ingin bunuh diri namun gagal, karena polisi langsung mencegahnya dengan mendobrakkan pintu apartemennya dengan paksa.
Saat ia bangun dari pingsannya selama dua hari itu langsung syok mendengar bahwa itu semua bukan mimpi. Ia syok saat ia bertanya kepada bundanya yang saat ini mengelus lembut tangannya.
“Dimana anzel, bun?” tanyanya dengan suara serak. Bunda sempat berdiam dan memandangnya dengan sendu. “Ranz bertanya dimana anzel?” tanyanya sekali lagi membuat bundanya mau tak mau menjawabnya dengan mengelus kepala putranya dengan lembut. “Yang sabar ya sayang, anzel sudah tidak ada nak.” Lirihnya sembari menahan tangisan melihat respon anaknya ia langsung merengkuh badan besar anaknya itu.
Ranz menggeleng tak percaya lalu melepaskan infusnya yang berada ditangannya secara paksa lalu berdiri melangkah keluar, membuat bundanya bertanya “Ranz! Kamu mau kemana? RANZ!” panggil bundanya dengan teriak.
Sesampai dikamar rawat tempat anzel pun kosong tidak ada tanda tanda orang yang menempatinya disana, lalu seorang suster menghampirinya karena melihat tetesan darah ditangan kanan pasiennya itu. “Permisi mas, apa anda baik baik saja?” tanyanya namun terkesiap saat melihat wajah pasien rumah sakit ini dengan wajah sendu. “Dimana gadis yang dua hari ini berada disini?” tanyanya membuat suster itu mengernyit bingung sambil memikir siapa yang dimaksud oleh pria didepannya ini.
“Ah, gadis yang kecelakaan itu?” tanyanya dengan cepat Ranz mengangguk. “Maaf mas, gadis yang kecelakaan dua hari yang lalu sudah meninggal saat itu ia kritis dan tidak tertolong.” Mendengar jawaban dari suster membuat Ranz melemah, suster itu juga memberi tahu tempat istirahat gadis itu. “Jika mas ingin, anda bisa datang kepemakaman belakang gedung rumah sakit ini yang dinamai sebagai taman peristirahatan.”
Ranz pun langsung bergegas lari mendatangi pemakaman itu dengan darah yang sudah mongering ditangannya dan baju pasien yang sudah lusuh karena keringatnya. Saat ia berlari tak sengaja ia melihat bunda dan ayahnya berdiri didepan sana, ia melihat ibundanya dituntun oleh ayahnya karena kondisi bundanya juga lemah.
Sesampai digerbang pemakaman yang bernama taman peristirahatan itu langsung berjalan pelan mencari nama gadis yang selalu berada dipikirannya. Dan yang benar saja, ia terpaku karena melihat batu nisan yang bertulisan nama gadisnya itu, Anzella Putri.
Ranz langsung terduduk didepan makam itu dengan tangan yang gemetar ia mencoba meraih batu nisan tersebut dengan lembut, air mata yang tadi sudah mengeringpun muncul kembali dan membasahi pipinya walaupun ia sempat menahan tangisannya itu tapi percuma air matanya sudah turun dari pelupuk matanya.
“Sayang,” lirihnya yang akan membuat siapa saja mendengarnya ikut sedih.
“Gadis kecilku, sayangku, tuan putriku, kenapa kamu ninggalin aku?” tanyanya dengan suara serak. “Aku disini berharap kamu datang kepadaku dengan senyuman manismu.” Ranz menangis terisak.
“Aku cinta kamu, aku sayang kamu, aku rindu kamu. Aku mencintaimu sangat.” Tak lama ia merasakan punggungnya dielus oleh seseorang yang tak lain bundanya sendiri. Ia menatap sang bunda dengan sendu.
“Bun,” panggilnya dengan serak, “Iya sayang?”
“Aku mencintainya bun.”
“Bunda tahu sayang.” Ucap bunda dengan merengkuh tubuh anaknya yang besar namun rapuh didalamnya. “Sabar ya sayang, ini memang sudah takdir. Jika dia masih hidup, dia akan datang menghampirimu sebagai jodohmu.” Tidak ada suara hanya saja pelukkan itu semakin erat karena dibalas oleh anaknya.
---Bersambung---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments