Di sebuah rumah tipe 60 perumahan daerah Dago. Rumah dua lantai milik kakak pertama Beena, Arief Rahman Hakim bersama istrinya Euis Soraya Abdullah dan dua anak perempuannya. Aisya kelas 1 SMP dan Rachel kelas 4 SD. Arief dan Raya memiliki profesi yang sama yaitu dosen. Mas Arief seorang dosen statistik di universitas negeri favorit di Bandung, tempat Beena menempuh pendidikan sastra jepangnya. Sedangkan Teh Raya seorang dosen hukum di universitas islam negeri di Bandung.
Di rumah inilah, selama 4 tahun Beena menghabiskan waktu tempuh studinya. Di rumah ini pula Beena menghabiskan waktu sempitnya merindukan seorang Akbar disela-sela kesibukkannya sebagai mahasiswa dengan segala kegiatan akademik dan kegiatan organisasinya. Jurnalis kampus dan paduan suara merupakan kegiatan yang ia minati.
Dua hari setelah acara wisuda digelar, keluarga pak Hadi menikmati moment kebersamaan yang jarang mereka dapatkan, selain saat lebaran di rumah Semarang. Hal ini karena kesibukkan mereka sebagai ASN. Pak Hadi bertugas di KUA kota Semarang sebagai penghulu, sedangkan Zaky sebagai jaksa, dan Arief seorang dosen.
Mereka berpasangan ngobrol di gazebo taman belakang rumah yang di hiasi beberapa pohon mangga yang ranum. Beena yang tak memiliki pasangan lebih memilih duduk dekat dengan keempat ponakannya sambil menikmati profesi barunya menjadi seorang nanny.
“ Apa rencanamu setelah ini dek? kamu kan sudah jadi sarjana sastra nih!” tanya Mas Zaky.
Beena mendadak menghentikan aktivitasnya, menyuapi si kembar Hasan-Husein. Ia melirik pada ibu, mas Arief dan teh Raya meminta persetujuan untuk menjelaskan sesuatu. Karena hanya mereka yang selama ini tahu apa yang Beena inginkan dalam waktu dekat ini.
" Dek, ditanya kok malah bengong" ujar Mas Zaky.
“ Mau melanjutkan S2 atau S3(baca estri\=istri)?, goda mbak Naely. "Kayaknya pas nih habis dapat ijazah terus ijabsah” lanjutnya sambil terkekeh.
“ ih...apaan sih mbak Naely tu, gak lucu tau!” Beena menyebikkan mulutnya sambil melanjutkan menyuapi buah pada si kembar Hassan-Husein.
“ Bener lho dek, ada mas-mas ganteng yang melamarmu” sambung mas Zaky.
“ Astaghfirullah, ayah sampai lupa sama janji ayah mau kasih kabar dia” ayah beranjak dari gazebo dan mengambil handphone di atas nakas ruang tengah.
Beena semakin bingung dengan arah pembicaraan ayah dan mas Zaky.
“ Bener nih, mau nolak mas marinir yang ganteng itu?” Naely mendekatkan diri ke arah Husein.
Husein langsung membenarkan ucapan umminya, berdiri dengan pose berbaris tegap seperti tentara.
” Oba...**, Husein kemarin lihat om tentara di rumah Yangkung.”
**Oba adalah panggilan kesayangan semua keponakan Beena dalam bahasa jepang.
Beena mendekati ayahnya yang berjalan menuju gazebo, terlihat ayah sedang mencari nomer seseorang dari handphone-nya.
“ Ayah sedang gak becanda kan?” tanya Beena memastikan ulang.
“ Kamu gak percaya? Ayah telpon orangnya nih”
Beena mengernyitkan dahi, masih bingung dengan apa yang mereka bicarakan.
“ Hallo, assalamu’alaikum nak Akbar”
“ Alaikumussalam “, dari seberang Akbar menjawab salam pak Hadi.
“ Ini nomer bapak, pak Hadi. Maaf baru sempat menghubungi nak Akbar”
Dag...dig...dug,
Mendengar nama Akbar tiba-tiba adrenalin Beena semakin melaju cepat, antara percaya dan tidak percaya orang yang selama ini selalu ia sebut dalam doanya kini benar-benar hadir, sosok yang ia nantikan kabarnya kini benar-benar terhubung.
“ Keluarga di Bandung sehatkan pak?”
“ Tanya kabar keluarga, apa tanya kabar Beena?” goda ayah.
Mendengar godaan dari ayahnya, muka Beena mendadak seperti kepiting rebus. Dengan muka bingung dan reflex, Beena mengambil handphone dari ayahnya lalu menekan tombol telpon berwarna merah.
Tut...tut...
Seketika sambungan terputus. Melihat tingkah Beena yang menggemaskan itu semua keluarga tertawa puas.
Berbagai pertanyaan muncul di kepala Beena yang terpakai 1% dari kapasitas otaknya untuk seorang Akbar. Bagaimana mungkin tiba-tiba Akbar datang ke rumah dan menyampaikan semua pada keluarganya? Bagaimana pula ayahnya yang selama ini tidak pernah memberikan informasi apapun tentang Akbar.
Pak Hadi menceritakan awal kedatangan Akbar saat baru ikatan dinas hingga peristiwa lamaran tempo hari. Antara senang dan geregetan mendengar hal ini.
Pak Hadi langsung mengetik pesan lalu dikirimkan pada Akbar.
“ Maaf nak Akbar, telponnya terputus. Di sini sinyalnya jelek”
Pak Hadi tersenyum melirik ke arah Beena yang berada di sampingnya. Kali ini, ayahnya berhasil menggoda Beena.
Beena memonyongkan bibirnya.
“ Ya pak, tak apa. Kebetulan saya juga sedang di jalan” balas Akbar
“ Bapak kirim nomor Beena saja ya, biar kalian enak komunikasinya”.
“ Oh nggeh pak, matur kesuwun”.
“ Oh, jadi ini alasan Oba Beena suka warna ungu. Pantas saja kamar di sini sama kamar rumah di Semarang warna ungu, pernak pernik juga dominan ungu sampe rajin nyiramin pagar tanaman bougenvile di rumah Semarang ternyata gara-gara si baret ungu”, teh Raya menggoda Beena.
" Gak cuma itu teh, Beena juga rajin nanyain kondisi tanaman bougenvile " tambah mbak Naely.
Merasa dirinya jadi sasaran empuk ghibah keluarga kali ini, Beena segera mencari alibi untuk keluar dari situasi seperti ini yang membuatnya mati kutu.
“ Stop...stop, ganti topik ah, gak asyik"
" Sebenarnya ada yang lebih penting nih. Ada hal yang mau Beena sampein sama ayah dan semuanya”.
Beena melirik ke arah ibu dan mas Arief, meminta persetujuan mereka untuk menceritakan semuanya. Lalu ibu dan mas Arief mengangguk.
“ Sebelumnya Beena minta maaf sama ayah, karena tidak minta izin terlebih dahulu”.
Sejenak ia memejamkan mata dan menarik nafasnya,
“ Ayah, beberapa bulan lalu Beena ikut audisi jurnalisme di salah satu stasiun televisi swasta nasional yang diadakan di kampus. Beena hanya minta doa dari ibu dan mas Arief waktu itu. Alhamdulillah Beena lolos, dan besok ada undangan selebrasi dari FirstTv di Hilton Hotel”
Suasana saat Beena menjelaskan perihal ini mendadak mencekam, pasalnya ayah hanya terdiam. Lama tak ada jawaban, dan sudah diprediksikan jawaban apa yang akan keluar dari mulut pak Hadi.
“ Ayah gak setuju” ujar Ayah dengan tegas.
Pak Hadi tidak akan pernah menyetujui Beena jika harus berada di Jakarta tanpa ada pengawasan dari keluarga. Dengan mata berkaca-kaca Beena meminta dukungan kakak-kakaknya untuk meluluhkan hati ayahnya.
Bukan tanpa alasan, Pak Hadi melarang Beena masuk ke dunia broadcast karena khawatir ia akan melepas hijab. Disamping itu, cerita tentang kejamnya pergaulan di ibu kota membuat pak Hadi berfikir ulang untuk melepas anak perempuannya sendirian di kota metropolitan.
Dengan susah payah Beena meyakinkan ayahnya, ditambah support semua keluarga akhirnya Pak Hadi memberikan izin. Selain itu, Akbar pun berada di Jakarta tentu tidak terlalu sulit untuk meminta bantuannya. Meski sampai saat ini Beena belum memberi tahu perihal semuanya pada Akbar.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
dheselsa
Iki mesti kisah cinta e otor iya kan,? ngaku aja 🤭
2020-10-09
1
Sri Rahayu Noviani
lanjut 👍
2020-10-08
1
HIATUS
Like
2020-10-06
1