Sekembalinya dari tugas di Papua, Akbar memantapkan diri menemui Beena. Dengan pakaian lorengnya dan ransel di punggung, dari stasiun Poncol ia langsung menuju rumah Beena.
Sesampainya di pelataran rumah dengan luas kurang dari 50 meter dengan pagar tumbuhan bougenvile. Akbar berjalan dengan langkah tegap, dan penuh percaya diri.
Langkahnya terhenti tepat di depan pintu, jantungnya mendadak berdegup kencang. Seberapapun ia mempersiapkan diri untuk peristiwa hari ini, tetap saja ada rasa gerogi menyelinap dalam kepercayaandirinya. Membayangkan jika Beena menolaknya atau bahkan hal terburuk lainnya bisa saja terjadi, seperti Beena sudah memiliki laki-laki lain misalnya.
" Huft..." Akbar menghela nafas panjang.
" Aku harus menemui Beena hari ini,bismillahirrahmanirrohiim..." ucap Akbar lirih.
Tok...tok...tok
" Assalamu'alaikum"
Akbar mengetuk pintu, tak perlu waktu lama untuk pintu dibuka. Ia disambut oleh laki-laki paruh baya dengan menggunakan batik formal lengan panjang.
“ Assalamu’alaikum, pak” Akbar mengulang salamnya saat bertemu sosok laki-laki dengan sedikit uban di rambutnya.
“ Alaikumussalam...”
Ayah Beena menjawab sambil mengingat sosok yang ada di hadapannya.
“ Saya Akbar pak, temannya Beena” Akbar mencium punggung tangan pak Hadi.
“ Oh ya...ya...nak Akbar. Mari ..mari masuk nak”.
Pak Hadi berjalan menuntun Akbar ke ruang tamu yang bergaya vintage. Tak banyak hiasan yang menempel di dinding ruang tamu, hanya sebuah kaligrafi berukuran 1x6 meter dan jam dinding. Bahkan ia tak melihat foto Beena atau foto keluarga Beena.
" Silahkan duduk nak Akbar"
Akbar duduk di kursi kayu ukiran khas jepara , lalu meletakkan ransel yang membebani punggungnya selama perjalanan pulang.
" Bu, ada tamu. Tolong buatkan minuman" titah pak Hadi pada Bu halimah, istrinya.
Tak berselang lama Bu Halimah ke luar dari ruang tengah. Dengan penuh ketakdiman, Akbar mencium tangan Bu Halimah.
Kemudian, Bi Sumi dari arah dapur keluar menuju ruang tamu untuk menyuguhkan minuman buat pak Hadi dan Akbar.
" Silahkan di minum nak, maaf ibu tinggal ke belakang dulu".
" Matur kesuwun bu, maaf saya jadi merepotkan ibu sama bapak"
Bu Halimah hanya menjawab dengan senyum penuh keibuan.
“ Gimana kabarnya nak? Lama tidak ketemu ya?” Pak Hadi merapikan lengan kemeja batiknya.
“ Alhamdulillah sehat, maaf baru sempat berkunjung. Kebetulan banyak tugas pak”.
Tidak banyak basa-basi, kedatangan Akbar kali ini benar-benar tak mau membuang waktu yang telah ia habiskan bertahun-tahun. Dengan duduk tegap Akbar mencopot baret ungu dan menggenggamnya,
“ Ngapunten sebelumnya pak, tanpa mengurangi rasa hormat saya pada bapak. Kedatangan saya kali ini untuk meminta izin atas anak perempuan bapak untuk saya lamar”.
Ayah Beena tersenyum bangga melihat sikap ksatria Akbar yang tak banyak basa basi namun tetap santun.
“ Begini nak Akbar, bapak hargai sikap ksatria nak Akbar untuk meminta izin bapak atas wali dari Beena. Tapi bapak tidak bisa menjawab atas lamaran ini tanpa mendengar langsung dari Beena sendiri”.
Pak Hadi tersenyum ramah dan Akbar semakin berdebar tak bisa menyimpulkan apa arti kalimat tersebut.
Tin..tin..
Bunyi klakson mobil dari arah luar menuju halaman rumah pak Hadi, seketika perbincangan mereka terhenti.
“ Assalamu’alaikum...” seorang pria keluar dari Toyota Innova dengan perawakan parlente, ia berjalan menuju Pak Hadi lalu dengan segera mencium pungggung tangan laki-laki yang sangat ia takdhimi.
“ Alaikumussalam...”
Deg,
Tiba-tiba Akbar merasa lemas.
Bagaimana tidak, kehadiran laki-laki tampan dengan penampilan setelan kaos walrus warna maroon berpadu dengan jeans macam CEO . Mungkin saja karena pria ini lamarannya untuk Beena ditolak.
“Assalamu’alaikum ... Yangkung”,
dua anak kembar usia 5 tahunan berlari memeluk pak Hadi.
“Wa’alaikumussalam, cucu Yangkung yang sholeh. Langsung ke dalam ya? Yangti udah nungguin Hassan dan Husein” .
Pak Hadi langsung melepaskan pelukan pada cucu kembarnya.
“Hassan–Husein kita ke belakang yuk, Yangkung lagi ada tamu” ajak Naely tapi tak dihiraukan oleh si kembar.
“ Oh ya nak Akbar, kenalkan ini Zaky anak bapak yang nomor dua dan ini Naely istrinya” ucap Pak Hadi memperkenalkan mereka satu per satu termasuk si kembar Hassan –Husein.
Zaky membalas uluran tangan Akbar sedangkan Naely membalas dengan senyum seraya menangkupkan kedua tangan di depan dadanya.
“ Ummi, om nya ganteng”, kata Husein.
“Sein, tapi om itu pasti galak. Kan tentara itu punya tembakan” bisik Hassan.
“ Hassan, Husein kita bantu Yangti aja yuk!”
Naely menggandeng keduanya menuju ruang tengah.
“ Jadi gini lho mas, nak Akbar ini kemari untuk melamar adikmu, tapi bapak tidak bisa kasih jawaban”. Terang Ayah pada Zaky
“ Sudah lama kenal Beena?” tanya Zaky dengan nada tak ramah.
“ Sejak SMA mas”, jawab Akbar.
“ Hm...SMA! Kok aku gak pernah dengar nama Akbar diantara teman SMA-nya Beena ya?” Zaky mengernyitkan matanya.
“ Saya kakak kelas Beena tapi beda sekolah mas”
“ O...pantas, soalnya waktu Beena SMA aku selalu antar jemput dia, jadi aku pasti tahu semua teman Beena”.
“ Iya mas, sepertinya saya pernah ketemu mas Zaky juga dulu” Akbar meyakinkan mas Zaky jika mereka pernah bertemu.
“ Apa iya...” Zaky memicingkan matanya tak percaya dengan kata-kata Akbar dan menganggap Akbar sok mengakrabkan diri.
“ Betul mas, pas kegiatan perkemahan. Waktu itu mas Zaky minta diantar ke tenda sekolahnya Beena untuk membawakan sandal jepit”.
” O...jadi kamu anak pramuka yang kucel itu?” Zaki terbahak tak percaya jika Akbar yang kala itu menggunakan seragam pramuka penuh lumpur dan kulit kusam berubah jadi sosok tentara yang penuh kharisma.
Suara tawa diantara ketiganya merubah suasana yang tadinya dingin jadi lebih hangat.
“ Jangan kaget ya nak, Zaky ini seorang jaksa jadi pertanyaannya tadi seperti sedang mendakwa seseorang dipersidangan” ujar pak Hadi.
“ Yangkung, ayo berangkat...ayo yangkung” si Kembar Hassan-Husein menarik-narik tangan pak Hadi.
Naely keluar dari ruang tengah dan dengan cepat mendekat ke keduanya sambil menggelengkan kepala,
”sayang, nanti dulu. Tunggu Yangkung selesai baru kita berangkat ya?”.
“ Maaf pak, saya jadi mengganggu acara bapak dan keluarga” Akbar makin tidak enak hati.
“ Ah, tidak juga. Kita ngobrol saja dulu”.
“Hm, besok Beena wisuda Bar. Pas banget nih, kita mau ke Bandung” kata Zaky.
“ Iya benar, nak Akbar mau ikut sekalian biar dapat jawaban langsung dari Beena” tambah pak Hadi.
“ Mohon maaf pak, mas. Hari ini saya baru pulang dari Papua dan belum sampai ke rumah. Tadi saya hanya mampir sebentar”.
“ Yah...ga jadi bikin sport jantung buat Beena nih” goda Zaky.
“ Sebetulnya saya ingin sekali hadir mas, tapi bunda pasti merindukan saya” Akbar terlihat sedikit kecewa pada moment ini, satu sisi dia rindu dengan perempuan yang selama ini ia nantikan, di sisi lain ada bunda yang sedang merindukan anak bungsunya.
“ Insyaallah setelah Beena pulang nanti, saya akan berkunjung ke sini lagi. Kebetulan saya cuti seminggu pak”.
“ Oh ya bapak bisa minta nomer hp nak Akbar? Nanti bapak kabari kalau sudah sampai Bandung”
Ucap pak Hadi sambil mengeluarkan handphone dari saku celananya.
Dan dengan segera mengetikkan beberapa digit angka sesuai ucapan Akbar.
“Kalau begitu saya permisi pak”.
“ Dingapuro yo mas Akbar, jadi kesusu” sambung bu Halimah.
“ Mboten buk, salam mawon kagem Beena, Assalamu’alaikum....”
“ Wa’alaikumussalam “ jawab pak Hadi , Bu Halimah, Zaky dan Naely bersamaan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Sonic Net
Semarang kaline banjir, pilih Akbar ojo di pikir...Lanjoooooot
2022-03-12
0
dheselsa
oh ternyata wong Semarang 😉
2020-10-09
1
off
kaget aku. tak kira si zaki suaminya si beena 😁
2020-10-07
1