4

Xin Lan terbangun dengan napas tersengal. Tubuhnya kaku bagai terikat rantai tak kasat mata. Syukurlah, jemarinya masih bisa digerakkan. Dengan susah payah, Xin Lan mencoba duduk, matanya menyapu ruangan asing itu. Sederhana, namun bersih dan rapi. Perabotan kayu usang dan tembikar menghiasi ruangan, sementara dari jendela terpampang panorama pegunungan berselimut salju.

"Di mana aku?" gumamnya, suaranya serak dan lemah.

Pakaian yang dikenakannya bukan lagi pakaian yang biasa ia kenakan. Kain kasar dan sederhana, namun terasa nyaman di kulitnya.

"Topengku?!" Ia meraba wajahnya, panik. Topeng itu adalah identitasnya, pelindungnya, dan simbol masa lalunya. Ke mana perginya?

Kebisingan dari luar menarik perhatiannya. Dengan susah payah, Xin Lan mencoba berdiri. Kakinya terlalu lemah, tubuhnya limbung. Ia menutup mata, bersiap mencium lantai tanah. Namun, tangan besar dan kasar menahannya.

"Ah, Nona? Anda baik-baik saja?"

Xin Lan membuka mata perlahan. Seorang pemuda tampan menahannya dengan tangan kekar. Mata mereka bertemu, dan keduanya terkejut. Mata pemuda itu memancarkan kehangatan dan kekhawatiran.

"Ah... maafkan aku," ucap pemuda itu gugup, pipinya merona. "Biar kubantu Nona berbaring."

Xin Lan mengangguk tanpa sadar. "Te... terima kasih."

"Anda harus istirahat. Jangan memaksakan diri." Pemuda itu membaringkannya kembali dengan lembut.

"Anu..." Belum sempat Xin Lan menyelesaikan kalimatnya, suara teriakan dan tangisan dari luar membuat pemuda itu bergegas pergi.

"Bandit Desa Huan kembali!!! Bandit Desa Huan Kembali!!!"

"Bandit?" gumam Xin Lan, alisnya berkerut.

Dengan keras kepala, Xin Lan menyeret tubuhnya keluar. Tongkat kayu menjadi tumpuannya. Pemandangan di luar membuatnya terkejut sekaligus marah. Bandit! Mereka menjarah desa, menyeret gadis-gadis muda dengan paksa. Jeritan ketakutan memecah keheningan desa yang damai.

Xin Lan hanya terdiam menyaksikan apa yang sedang terjadi. Ia merasa darahnya mendidih, namun tubuhnya terlalu lemah untuk bertindak.

"Nona! Kenapa Anda keluar?!" Seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan cemas. Wajahnya dipenuhi kerutan kekhawatiran.

"Nona, cepat masuk! Bandit dari Desa Huan datang! Mereka menculik gadis-gadis!" Pemuda itu berusaha memapahnya masuk.

"Kenapa kalian tidak melawan?!" Xin Lan bertanya geram, suaranya bergetar karena amarah.

"Aiya! Kita tidak akan sanggup melawan mereka! Ketua mereka anggota Mo Hui!" jawab wanita itu putus asa.

Mo Hui... nama itu membuat Xin Lan terdiam. Jantungnya berdebar kencang. Mo Hui adalah organisasi pembunuh yang terkenal kejam dan tanpa ampun.

"Ah! Rupanya Kalian berdua mencoba menyembunyikan gadis itu, ya?! Bawa dia ke sini!" Seorang pria botak bertubuh besar dengan golok di tangan menghampiri mereka dengan seringai menjijikkan.

Wanita paruh baya dan pemuda itu menghadang, berusaha melindungi Xin Lan. "Jangan sentuh dia! Dia bukan warga desa Luoyang!! Pergi kalian!"

Pria botak itu tertawa mengejek. "Oh, jadi dia bukan warga sini? Tetap saja, dia cukup cantik untuk dijual dengan harga tinggi." Dengan kasar, pria itu mendorong wanita itu hingga kepalanya membentur tiang.

"Ibu!!!" Pemuda itu berteriak histeris. Dua pemuda lain berlari menghampiri, melemparkan alat pertanian mereka ke tanah. Mereka tampak marah dan putus asa.

Xin Lan menghentikan mereka. "Jika kalian menginginkanku, biarkan mereka pergi."

"Nona....anda...tidak!"Ucap Bibi sambil memegangi kepalanya yang berdarah.

Ketua bandit itu menyeringai cabul. "Nona manis... aku suka keberanianmu. Bagaimana kalau aku mencicipimu dulu sebelum menyerahkanmu pada Ketua? Dia pasti mengerti." Tangannya menyentuh dagu Xin Lan dengan menjijikkan.

Dengan jijik, Xin Lan meludahi wajah pria itu. Meski tangannya terikat, ia masih bisa melawan.

"Ketua... bagaimana ini?" Seorang bandit gemetar ketakutan.

"Hmm... menarik," pria botak itu menjilat ludah Xin Lan di wajahnya. "Tuan pasti senang."

Xin Lan muak. Dengan gerakan cepat, ia merebut golok salah satu bandit dengan kakinya, lalu menendangnya. Golok itu melesat nyaris mengenai leher ketua bandit. Para bandit terkejut dan mundur ketakutan.

"Bawa aku pergi tapi jangan ganggu mereka!" ancam Xin Lan, matanya menyala-nyala.

Tatapan Pembunuh Xin Lan membuat nyali para bandit ciut. Mereka menyeret Xin Lan, meninggalkan desa dengan membawa harta jarahan dan tiga gadis muda. Tangisan dan jeritan para gadis itu memilukan hati.

...

Desa Huan...

Markas bandit itu bagai neraka dunia. Puluhan gadis tanpa busana, terikat dan disiksa. Beberapa digantung dengan tubuh penuh luka cambuk, yang lain dipaksa menjadi pelayan. Bau amis darah dan keringat memenuhi udara. Xin Lan tertegun. Ia pernah menjadi bagian dari dunia ini, namun baru kali ini ia merasakan ngilu di dadanya.

"Kalian berdua, tenang saja. Aku tidak akan memperlakukan kalian seperti mereka," ucap pria botak itu, menunjuk Xin Lan dan salah satu gadis yang diculik. "Tapi... gadis ini akan mendapat perlakuan khusus. Pengawal! Lucuti pakaiannya!"

Xin Lan bergerak secepat kilat. Ia mendorong kedua gadis di sampingnya itu ke tempat aman, lalu dengan tatapan membunuh, ia melepaskan ikatannya. Sebelum para pengawal menyentuhnya, Xin Lan menerjang salah satu dari mereka, merebut pedangnya.

Kedua gadis itu menjerit ketakutan saat Xin Lan membantai para pengawal dengan brutal. Ia bergerak seperti iblis yang haus darah, menebas dan menusuk tanpa ampun. Setiap gerakan pedangnya mematikan dan tanpa ampun.

Saat semua pengawal terkapar, Xin Lan berdiri di tengah genangan darah. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh tajam pada pria botak itu.

"Membunuh, menindas rakyat lemah, merendahkan wanita... nyalimu besar juga," Xin Lan berjalan perlahan menghampirinya, pedangnya meneteskan darah.

Pria botak itu mundur ketakutan. "Ja... jangan macam-macam! Kalau kau membunuhku, Ketua Lu tidak akan memaafkanmu!"

"Oh ya? Biarkan dia datang," jawab Xin Lan dingin. "Aku ingin melihat seberapa hebat ketua yang kau banggakan itu. Ah... siapa namamu?"

Pria botak itu bingung. "Li... Li Dan."

"Baiklah, Senior Li. Sekarang waktunya kau beristirahat."

"Tu... tunggu! Beri aku kesempatan! Aku mohon! A..aku janji aku tidak akan mengusik desa Luoyang lagi!" Li Dan memohon dengan nada ketakutan, air mata mengalir di pipinya.

"Kesempatan?" Xin Lan tersenyum sinis. "Kau tidak pernah memberi kesempatan pada mereka, kenapa aku harus memberimu kesempatan?!"

Pedang Xin Lan menebas kepala pria tersebut. Kepala Li Dan menggelinding di tanah, matanya masih memancarkan ketakutan.

Para gadis yang ketakutan bersujud di hadapannya. "Ja... jangan bunuh kami!"

Tanpa sepatah kata pun, Xin Lan membebaskan mereka. Ia mengambil kain tebal untuk menutupi tubuh mereka yang terluka.

"Tenanglah, aku tidak akan membunuh kalian. Aku sama seperti kalian. Kita akan pulang bersama. Siapa yang sanggup mendorong gerobak?"

Xin Lan terdiam melihat mereka hanya berdiri. Mereka tampak trauma dan ketakutan.

"Kenapa?" tanyanya bingung.

"No... Nona... terima kasih sudah menyelamatkan kami..."

"Aish! Sudahlah! Nanti saja berterima kasih! Sekarang kita harus pergi!" Xin Lan membantu dua gadis yang lemas naik ke gerobak.

...

"Ibu Yun, Kurasa gadis yang kau selamat itu sepertinya berasal dari dunia persilatan. Aku belum pernah melihat orang sekuat dia," ucap seorang warga desa dengan kagum.

"Benar, aku juga berpikir begitu," sahut yang lain.

"Apa pun itu, kuharap dia dan yang lainnya baik-baik saja. Astaga... ini semua salahku. Aku terlalu pengecut untuk melawan bandit itu, dan malah melibatkan orang luar dalam masalah ini," keluh kepala desa dengan nada menyesal.

Seorang anak laki-laki berlari menghampiri mereka. "Ketua! Ketua! Nona dan kakak-kakak kembali!"

Anak itu menunjuk ke arah jalan masuk desa. Para gadis yang saling memapah berjalan dengan susah payah. Warga desa berlari menyambut mereka, tangis haru pecah.

Xin Lan hanya terdiam melihat pemandangan itu. Hatinya terenyuh melihat kebahagiaan dan kelegaan di wajah para warga desa.

"Nona!!" Panggilan Bibi Yun dan Ketiga putranya membuat Xin Lan menoleh. Namun, tiba-tiba...

Deg!

Ngiiing~

"Nona!?"

Darah segar menyembur dari mulut Xin Lan. Ia mencoba menahannya dengan tangan. Pemuda dan warga desa terkejut. Xin Lan melihat seorang pemuda berlari ke arahnya dengan wajah panik.

Dunia menjadi gelap.

Tubuhku... melayang...

Apakah ini akhir dari kisahku?

Xin Lan terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia menoleh ke arah jendela. Langit sore yang indah.

"Nona?! Anda sudah sadar! Ayo, minum sup ini." Bibi Yun menyuapinya dengan lembut.

"Pelan pelan.."

Xin Lan merasa aneh. Saat Bibi Yun menyuapinya, air matanya mengalir deras. Ia sendiri bingung dengan perasaannya.

"Nona? Apa ada yang sakit? Supnya terlalu panas?!" Bibi Yun panik. Xin Lan menahannya dan menggelengkan kepalanya.

"Ah..., Kalau boleh tau, siapa namamu nak?" tanya Bibi Yun lembut.

"Fe.....ah," Xin terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu.

"kau telah menjadi anggota Organisasi, jangan sebarkan nama Xin Lan mu, apalagi mencantumkan marga Liu dan Feng pada namamu." Xin Lan teringat akan peringatan tuannya.

"a...aku...aku tidak bisa mengingat apapun,"Xin lan berbohong.

Bibi Yun terkejut dan saling pandang ke arah kedua putranya.

"Dia amnesia, mungkin gara gara terbawa arus," ucap pemuda itu, berusaha menenangkan ibunya.

Bibi Yun memegangi bahu Xin Lan.

"Nona, Bagaimana kalau... Mulai sekarang namamu Yun Xiao?" Sambil memeluk tubuh gadis itu dan mengelus rambutnya penuh haru, Bibi Yun memutuskan untuk memberikan nama baru, berharap bisa memberikan kehidupan baru bagi gadis itu.

"Yun xiao ya? Hmmm itu bagus ibu!!! Aku punya kakak!!!"Ucap Yun Zhao .

"Kak! Kakak kedua!! Namaku Yun Zhao ,ini kembaranku Yun Ling ,dan ini kakak pertama Yun Banxia!"Ucap Yun Zhao bersemangat.

Xin Lan terkejut, dengan sambutan hangat Keluarga ini, Xin Lan dengan tatapan penuh rasa terima kasih. Ia merasa terharu dengan kebaikan keluarga ini.

Yun Banxia tersenyum haru. " Selamat datang di keluarga Yun,Nona," ucapnya, memeluk Yun Xiao dengan erat.

...

"Masih belum ketemu?!" Feng Yan mengamuk, menendang Zhao Yuxiu hingga terpental jauh.

"Ketua, kami hanya menemukan pedangnya. Di bawah jurang ada sungai deras... mungkin jasadnya sudah hanyut," lapor Zhao Yuxiu dengan gemetar.

"Alasan! Kau lihat 'kan perbedaan antara kau dan Xin Lan?! Tugas mudah saja tidak becus! Jangan harap bisa menggantikannya!"

Zhao Yuxiu merintih, menahan amarahnya. Feng Xin Lan! Bahkan setelah mati kau masih menghantuiku!.

...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!