Bertahun-tahun berlalu, Xin Lan menjelma menjadi pembunuh legendaris dari Organisasi Mo Hui, namanya menggema di seluruh 4 Kekaisaran. Gelar Jenderal disandangnya, bukti kehebatannya sebagai yang terbaik dari yang terbaik. Kini, ia tumbuh menjadi remaja yang mempesona, wajahnya menyimpan kelembutan yang kontras dengan reputasinya yang kejam. Meskipun kecantikannya memikat, Xin Lan dikenal sulit didekati, aura dinginnya menghalangi siapa pun yang mencoba mendekat.
Namun, di balik kesetiaan dan kesempurnaannya dalam menjalankan tugas, Xin Lan mulai merencanakan pengunduran dirinya dari Organisasi Mo Hui. karena akhir akhir ini Ia menyadari bahwa selama ini, ia hanya dianggap sebagai pion dalam permainan licik Feng Yan. Tujuan pemimpinnya itu masih menjadi misteri, tetapi Xin Lan menolak untuk terus diperalat demi ambisi konyolnya.
Xin Lan mencari celah melarikan diri dari organisasi yang selama ini dianggapnya sebagai rumah. Namun, kini ia merasa dikhianati oleh rekan-rekannya dan terutama oleh pemimpinnya sendiri. Xin Lan menyadari risiko yang akan dihadapinya jika ia kabur, tetapi ia tidak peduli lagi.
Dengan gerakan lincah dan mematikan, Xin Lan mengalahkan sepuluh pasukan elit yang dipimpin oleh Zhao Yuxiu, rekannya yang selalu membullynya karena iri melihat kedekatan Xin Lan dengan Feng Yan.
Pasukan Organisasi Mo Hui mulai berdatangan, mengejar Xin Lan tanpa ampun.
Xin Lan berlari secepat yang ia bisa, jantungnya berdebar kencang. Ia tidak tahu ke mana harus pergi, tetapi yang terpenting saat ini adalah melepaskan diri dari cengkeraman mereka. Pengejaran itu berakhir di pinggiran Lembah Kematian, tempat di mana kabut tebal menyelimuti jurang yang dalam.
Ia terpojok, dikepung oleh pasukan Zhao Yuxiu.
Xin Lan menatap tajam Zhao Yuxiu yang mendekat dengan tawa kemenangan yang sinis.
"Kita semua tahu, dalam aturan, anggota Mo Hui yang memberontak akan dibunuh," ucapnya dengan nada mengejek.
"Gadis bordil yang kuselamatkan dan kuajari membunuh sekarang sudah bisa mengajariku? Konyol sekali," balas Xin Lan dengan sarkasme yang dingin.
Zhao Yuxiu tertawa terbahak-bahak.
"Sudah mau mati, masih saja berlagak sombong. Tenang saja, senior, aku akan memberimu tempat peristirahatan terakhir yang paling terbaik dan juga akan menjaga posisi jenderalmu agar tetap hangat. Lagipula, kemampuan kita hanya beda satu tingkat saja... Argh!!" Darah muncrat dari mulut Zhao Yuxiu. Ia tidak menyadari kapan Xin Lan menusuknya.
Zhao Yuxiu menatap mata Xin Lan yang tajam dengan ketakutan yang mendalam.
"Beda satu tingkat katamu? Hah! Kau bahkan tidak bisa membaca pergerakanku tadi, itu yang kau sebut beda satu tingkat?!" sindir Xin Lan dengan dingin. Ia langsung menggunakan teknik tenaga dalamnya yang ia pelajari secara diam-diam, melumpuhkan Zhao Yuxiu hingga terkapar di tanah.
"Dasar bodoh! Jangan hanya diam saja! Cepat serang dia!" perintah Zhao Yuxiu dengan suara serak.
Puluhan anggota Organisasi Mo Hui di bawah perintah Zhao Yuxiu langsung menyerang Xin Lan. Namun, Xin Lan hanya tersenyum sinis dan menyerang mereka dengan brutal tanpa ampun, membuat seluruh pasukan itu tewas mengenaskan.
"Dasar gak berguna!" Zhao Yuxiu dengan marah menerjang dan melayangkan berbagai teknik pedang kepada Xin Lan, yang dengan mudah dihindari oleh Xin Lan. Dengan sekali tendangan, Xin Lan kembali membuat Zhao Yuxiu terkapar di tanah.
"Sudah kubilang kan?!" ucap Xin Lan dengan nada mengejek.
"XIN LAN!!!!" Teriakan yang terdengar familiar dari seorang pria membuat Xin Lan menoleh.
Feng Yan, berdiri di sana dengan wajah yang dipenuhi amarah. Ia mengepalkan tangannya erat-erat ketika melihat wajah Xin Lan yang diterpa cahaya rembulan, menyadari kemiripannya dengan mendiang iparnya, Liu Mei Lan, sekaligus ibu kandung Xin Lan.
"Bagus... bagus sekali... Apa kau mau jadi pemberontak seperti orang-orang itu?! Tapi, aku tidak akan pernah menganggap ini semua sudah terjadi. Aku memberimu kesempatan terakhir, Feng Xin Lan, kembalilah ke posisi Jenderal," ucap Feng Yan dengan nada dingin.
"Master! Bagaimana Anda bisa...?!" Zhao Yuxiu terdiam melihat isyarat Feng Yan.
Namun, Xin Lan malah berlutut untuk memberikan hormat yang membuat Feng Yan terkejut.
"Master, sebelumnya Xin Lan berterima kasih karena sudah merawatku selama ini. Anda dulu pernah mengajariku tentang takdir hidupku yang akan selalu dipenuhi darah dan dosa. Tapi... belakangan ini aku mendapatkan pencerahan. Sepertinya kemampuan pedangku juga bisa digunakan selain membunuh. Master, aku ingin mengundurkan diri dari Organisasi Mo Hui karena ingin menjadi orang normal," ucap Xin Lan dengan nada tegas.
Zhao Yuxiu menyela dengan kalimat bernada mengejek, "Kau? Apa katamu? Kau mau jadi orang normal? Tuan Feng Yan sudah merawatmu menjadi seperti sekarang dan bahkan memberikanmu marganya. Itu berarti kau sudah ditakdirkan menjadi pembunuh! Itulah takdirmu! Kau...."
Ucapan Zhao Yuxiu terhenti ketika melihat tatapan membunuh dari sang pemimpin.
"Xin Lan... Darahmu itu sudah penuh dosa dan tidak bisa dihilangkan selamanya. Sudahlah, kembalilah," Feng Yan mengulurkan tangannya, berusaha membujuk Xin Lan.
Xin Lan terdiam sejenak, lalu berkata dengan kepala masih tertunduk, "Apa Master pikir aku ingin jadi seperti ini?!"
"Xin Lan, jangan bicara omong kosong! Apa kau jadi begini karena seorang pria?" tanya Feng Yan dengan nada curiga.
"Keinginanku untuk menjalani kehidupan orang normal pada umumnya adalah murni dari diriku sendiri. Aku tidak tahu pria mana yang Master maksud!" Xin Lan menerjang Feng Yan dengan kecepatan tinggi. Namun, Feng Yan yang diliputi amarah langsung menggunakan jurus warisan keluarga Feng, mengirimkan gelombang energi dahsyat yang membuat tubuh Xin Lan terlempar jatuh ke dalam Lembah Kematian.
Feng Yan menatap ke arah tubuh anggota terbaiknya yang terjun bebas ke bawah. Zhao Yuxiu terlihat tersenyum lebar, merasa bahwa pesaingnya untuk mendapatkan perhatian pemimpin telah lenyap.
"Matilah kau!" sarkasnya dengan nada puas.
"Zhao Yuxiu!" bentak Feng Yan, membuat Zhao Yuxiu bertekuk lutut ketakutan.
"Bawa timmu dan sampaikan perintahku untuk mencari tubuh Feng Xin Lan! Jika mati, lihat mayatnya dan kuburkan di tempat! Jika hidup, bawa dia kembali," perintah Feng Yan dengan nada dingin.
"Ta... tapi Tuan?! Dia itu pengkhianat! Kenapa kita masih perlu memperdulikannya?!" tolak Zhao Yuxiu dengan nada tidak percaya.
"Jika kemampuanmu bisa setara dengan Xin Lan, aku juga akan memperlakukanmu sama seperti apa yang kulakukan sekarang. Xin Lan itu anggota Mo Hui paling jenius dan berbakat yang mungkin hanya akan ada setiap ratusan tahun. Daripada kau mengoceh hal yang tidak penting, sebaiknya lakukan perintahku yang lebih baik ketimbang ocehan bodohmu itu! Dan cari pria yang sudah berani merebut Jenderalku!" tegas Feng Yan, lalu menghilang dari hadapan Zhao Yuxiu dengan kecepatan tinggi.
"Bagus sekali kau, Feng Xin Lan! Bahkan kau yang sudah mati begini masih saja mengganggu rencanaku mendapatkan perhatian khusus dari Tuan Feng! Lihat saja! Begitu aku menemukanmu, tidak peduli kau hidup atau mati, aku akan menghancurkanmu! Tunggu saja pembalasanku!" batin Zhao Yuxiu dengan dendam membara.
.
.
.
Di dalam kegelapan yang pekat, Xin Lan terus terjun bebas ke bawah. Pikirannya berkecamuk dengan berbagai macam pertanyaan dan penyesalan.
"Sakit..... Gelap... Dingin.... hanya ada suara-suara aneh yang mengelilingi gendang telingaku..."
Suara-suara itu semakin lama semakin menghilang, hingga akhirnya Xin Lan kehilangan kesadarannya. Ia terjatuh ke dalam kegelapan yang abadi, tanpa tahu apa yang akan terjadi padanya selanjutnya.
.
.
.
Xin lan terbangun dengan napas tersengal.
Tubuhnya kaku bagai terikat rantai tak kasat mata. Syukurlah, jemarinya masih bisa digerakkan. Dengan susah payah, Xin Lan mencoba duduk, matanya menyapu ruangan asing itu. Sederhana, namun bersih dan rapi. Perabotan kayu usang dan tembikar menghiasi ruangan, sementara dari jendela terpampang panorama pegunungan berselimut salju.
"Di mana aku?" gumamnya.
Pakaian yang dikenakannya bukan lagi pakaian yang biasa ia kenakan. Kain kasar dan sederhana, namun terasa nyaman di kulitnya.
"Topengku?!" Ia meraba wajahnya, panik. Topeng itu adalah identitasnya, pelindungnya, dan simbol masa lalunya.
Kebisingan dari luar menarik perhatiannya. Dengan susah payah, Xin Lan mencoba berdiri. Kakinya terlalu lemah, tubuhnya limbung. Ia menutup mata, bersiap mencium lantai. Namun, sentuhan kasar menahannya.
"Ah Nona? Anda baik-baik saja?"
Xin Lan membuka mata perlahan. Seorang pemuda tampan menahannya dengan tangan kekar. Mata mereka bertemu, dan keduanya terkejut.
"Ah... maafkan aku," ucap pemuda itu gugup. "Biar kubantu Nona berbaring."
Xin Lan mengangguk tanpa sadar. "Te... terima kasih."
"Anda harus istirahat. Jangan memaksakan diri." Pemuda itu membaringkannya kembali.
"Anu..." Belum sempat Xin Lan menyelesaikan kalimatnya, suara teriakan dan tangisan dari luar membuat pemuda itu bergegas pergi.
Dengan keras kepala, Xin Lan menyeret tubuhnya keluar. Tongkat kayu menjadi tumpuannya. Pemandangan di luar membuatnya terkejut sekaligus marah. Bandit! Mereka menjarah desa, menyeret gadis-gadis muda dengan paksa.
Xin Lan hanya terdiam menyaksikan apa yang sedang terjadi.
"Nona muda! Kenapa Anda keluar?!" Seorang wanita paruh baya menghampirinya.
"Nona, cepat kembali! Bandit dari Desa Huan datang! Mereka menculik gadis-gadis!" Pemuda itu berusaha memapahnya masuk.
"Kenapa kalian tidak melawan?!" Xin Lan bertanya geram.
"Aiya! Kita tidak sanggup! Ketua mereka anggota Mo Hui!"
Mo Hui... nama itu membuat Xin Lan terdiam.
"Hei! Kalian berdua menyembunyikan gadis itu, ya?! Bawa dia ke sini!" Seorang pria botak bertubuh besar dengan golok di tangan menghampiri mereka.
Wanita paruh baya dan pemuda itu menghadang. "Jangan sentuh dia! Pergi kalian!"
Pria botak itu mendorong wanita itu hingga kepalanya membentur tiang. Wanita itu pingsan seketika.
"Ibu!!!" Pemuda itu berteriak histeris. Tiga pemuda lain berlari menghampiri, melemparkan alat pertanian mereka ke tanah.
Xin Lan menghentikan mereka. "Jika kalian menginginkanku, biarkan mereka pergi."
Ketua bandit itu menyeringai cabul. "Nona manis... aku suka keberanianmu. Bagaimana kalau aku mencicipimu dulu sebelum menyerahkanmu pada Ketua? Dia pasti mengerti." Tangannya menyentuh dagu Xin Lan.
Dengan jijik, Xin Lan meludahi wajah pria itu. Meski tangannya terikat, ia masih bisa melawan.
"Ketua... bagaimana ini?" Seorang bandit gemetar ketakutan.
"Hmm... menarik," pria botak itu menjilat ludah Xin Lan di wajahnya. "Tuan pasti senang."
Xin Lan muak. Dengan gerakan cepat, ia merebut golok salah satu bandit dengan kakinya, lalu menendangnya. Golok itu melesat nyaris mengenai leher ketua bandit.
" Bawa aku pergi tapi jangan ganggu mereka!" ancam Xin Lan.
Tatapan Pembunuh Xin Lan membuat nyali para bandit ciut. Mereka menyeret Xin Lan, meninggalkan desa dengan membawa harta jarahan dan tiga gadis muda.
...
Desa Huan...
Markas bandit itu bagai neraka dunia. Puluhan gadis tanpa busana, terikat dan disiksa. Beberapa digantung dengan tubuh penuh luka cambuk, yang lain dipaksa menjadi pelayan. Xin Lan tertegun. Ia pernah menjadi bagian dari dunia ini, namun baru kali ini ia merasakan ngilu di dadanya.
"Kalian berdua, tenang saja. Aku tidak akan memperlakukan kalian seperti mereka," ucap pria botak itu, menunjuk Xin Lan. "Tapi... gadis ini akan mendapat perlakuan khusus. Pengawal! Lucuti pakaiannya!"
Xin Lan bergerak secepat kilat. Ia mendorong kedua gadis disampingnya itu ke tempat aman, lalu dengan tatapan membunuh, ia melepaskan ikatannya. Sebelum para pengawal menyentuhnya, Xin Lan menerjang salah satu dari mereka, merebut pedangnya.
Kedua gadis itu menjerit ketakutan saat Xin Lan membantai para pengawal dengan brutal. Ia bergerak seperti iblis yang haus darah, menebas dan menusuk tanpa ampun.
Saat semua pengawal terkapar, Xin Lan berdiri di tengah genangan darah. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh tajam pada pria botak itu.
"Membunuh, menindas rakyat lemah, merendahkan wanita... nyalimu besar juga," Xin Lan berjalan perlahan menghampirinya.
Pria botak itu mundur ketakutan. "Ja... jangan macam-macam! Kalau kau membunuhku, Ketua Lu tidak akan memaafkanmu!"
"Oh ya? Biarkan dia datang," jawab Xin Lan dingin. "Aku ingin melihat seberapa hebat ketua yang kau banggakan itu. Ah... siapa namamu?"
Pria botak itu bingung. "Li... Li Dan."
"Baiklah, Senior Li. Sekarang waktunya kau beristirahat."
"Tu... tunggu! Beri aku kesempatan! Aku mohon! A..aku janji aku tidak akan mengusik desa Luoyang lagi!" Li Dan memohon dengan nada ketakutan.
"Kesempatan?" Xin Lan tersenyum sinis. "Kau tidak pernah memberi kesempatan pada mereka, kenapa aku harus memberimu kesempatan?!"
Pedang Xin Lan menembus jantung Li Dan.
Para gadis yang ketakutan bersujud di hadapannya. "Ja... jangan bunuh kami!"
Tanpa sepatah kata pun, Xin Lan membebaskan mereka. Ia memberikan kain tebal untuk menutupi tubuh mereka yang terluka.
"Tenanglah, aku tidak akan membunuh kalian. Aku sama seperti kalian. Kita akan pulang bersama. Siapa yang sanggup mendorong gerobak?"
Xin Lan terdiam melihat mereka hanya berdiri.
"Kenapa?" tanyanya bingung.
"No... Nona... terima kasih sudah menyelamatkan kami..."
"Aish! Sudahlah! Nanti saja berterima kasih! Sekarang kita harus pergi!" Xin Lan membantu dua gadis yang lemas naik ke gerobak.
...
"Ibu Yun, Kurasa gadis yang kau selamat itu sepertinya berasal dari dunia persilatan. Aku belum pernah melihat orang sekuat dia," ucap seorang warga desa.
"Benar, aku juga berpikir begitu," sahut yang lain.
"Apa pun itu, kuharap dia dan yang lainnya baik-baik saja. Astaga... ini semua salahku. Aku terlalu pengecut untuk melawan bandit itu, dan malah melibatkan orang luar dalam masalah ini," keluh kepala desa.
Seorang anak laki-laki berlari menghampiri mereka. "Ketua! Ketua! Nona dan kakak-kakak kembali!"
Anak itu menunjuk ke arah jalan masuk desa. Para gadis yang saling memapah berjalan dengan susah payah. Warga desa berlari menyambut mereka, tangis haru pecah.
Xin Lan hanya terdiam melihat pemandangan itu.
Anggap saja ini caraku membayar dosa-dosaku, batinnya.
"Nona?!" Panggilan Bibi Yun membuat Xin Lan menoleh. Senyumnya merekah. Namun, tiba-tiba...
Deg!
Ngiiing~
"Nona!?"
Darah segar menyembur dari mulut Xin Lan. Ia mencoba menahannya dengan tangan. Pemuda dan warga desa terkejut. Xin Lan melihat Yun Ban Xia berlari ke arahnya dengan wajah panik.
Dunia menjadi gelap.
Tubuhku... melayang...
Apakah ini akhir dari kisahku?
Xin Lan terbangun dengan Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia menoleh ke arah jendela. Langit sore yang indah.
"Nona?! Anda sudah sadar! Ayo, minum sup ini." Bibi Yun menyuapinya dengan lembut.
Xin Lan merasa aneh. Saat Bibi Yun menyuapinya, air matanya mengalir deras. Ia sendiri bingung dengan perasaannya.
"Nona? Apa ada yang sakit? Supnya terlalu panas?!" Bibi Yun panik.Xin Lan menahannya dan menggelengkan kepalanya.
"Ah..., Kalau boleh tau ,Siapa namamu nak?"
"Fe.....ah," Xin terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu,Xin Lan menggenggam kalung gioknya dan mendapatkan ide." margaku Liu namaku Xin Lan ."Ucap Xin Lan.
"Nama yang cocok untuk gadis secantik dan sekuat dirimu, Nona xin" ucap Bibi Yun.
"Nona Xin, Bagaimana keadaanmu? ,Ah ini ibuku, Wu Zhao. Panggil saja Bibi Yun." jelas Pemuda bernama Yun Ban xia.
"Sebenarnya aku dimana?"
"Kami Ucapkan Selamat datang di Desa Luo Yang, Nona Xin. ini Kakak Pertama dan kakak keduaku Yun Ban Xia! Dan Yun Ling shan, Merekalah yang menemukanmu dan membawamu ke sini," sambung Yun Zhao.
Xin Lan menoleh pada Bibi Yun, lalu dengan susah payah berdiri dan membungkuk dalam. "Xin Lan berterima kasih pada Bibi dan kalian semua."
"Aduh... gadis ini, Kau memang tidak tahu rasa sakit kah? jangan dipaksakan! Kau masih belum sembuh total. Tinggallah di sini sampai lukamu sembuh."Sambil membangunkan Xin Lan.
"Xin Lan akan patuh," jawab Xin Lan.
...
Di markas bandit yang hancur, pria dengan penutup mata meraung. "Siapa yang berani melakukan ini?! Mana para tawanan?!"
Ia berlutut di sisi tubuh Li Dan yang terbujur lemas sambil memegangi dadanya yang terluka. "Adik Kedua! Siapa yang melakukan ini padamu?! Katakan, akan kubalas!"
"Itu... dia... wanita dari Desa Luo Yang! Kakak, tolong balas dendam! Dia seperti harimau kelaparan! Dia merebut semua yang sudah kita rampas! Hartaku..."
Pria dengan penutup mata itu terdiam, amarahnya membara. "Desa Luo Yang... akan kubuat kalian membayar mahal."
...
"Masih belum ketemu?!" Feng Yan mengamuk, menendang Zhao Yuxiu hingga terpental jauh.
"Ketua, kami hanya menemukan pedangnya. Di bawah jurang ada sungai deras... mungkin jasadnya sudah hanyut," lapor Zhao Yuxiu dengan gemetar.
"Alasan! Kau lihat 'kan perbedaan antara kau dan Xin Lan?! Tugas mudah saja tidak becus! Jangan harap bisa menggantikannya!"
Zhao Yuxiu merintih, menahan amarahnya. Feng Xin Lan! Bahkan setelah mati kau masih menghantuiku!
Tiga bulan berlalu. Xin Lan telah menjadi bagian dari Desa Luo Yang. Ia membantu pekerjaan rumah tangga, Hubungannya dengan warga desa semakin erat, walaupun terkadang bayangan masa lalunya masih menghantuinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments