BAB 3

Pagi yang cerah menyelimuti rumah Alvaro dan Naka. Sinar matahari menyusup masuk melalui jendela, menandai awal hari yang baru. Dalam suasana tersebut, Alvaro menghampiri putranya yang tengah asyik dengan aktivitasnya.

"Pagi boy, kamu lagi apa hmm?" tanya Alvaro sambil menjatuhkan tubuhnya di samping Naka. Suara hangatnya terasa seperti pelukan di pagi hari, namun Naka tampak sedikit sinis menanggapi.

Naka menatap ayahnya dengan tatapan mengejek, "kok di lumah, nda kelja? cudah cadal ya kalau puna anak," sindirnya. Seolah mengkritik pilihan ayah yang mulai mengambil waktu untuk bersantai, alih-alih menuntut keseriusan.

Alvaro mengerutkan kening, rasa kesal mulai muncul. "Kerja salah, tidak kerja salah. Dari dulu juga papa sadar kalau punya anak. Kalau tidak sadar, mana mungkin papa membelikanmu mainan?" balasnya cepat. Namun, dalam hatinya, Alvaro merasakan dampak dari pernyataan Naka yang tajam.

"Alacan, kalau tahu cudah puna anak, kenapa kelja telus? Nda pelnah papa temani Naka. Mendelita cekali dili ini, cendilian telus dibuatnya," ucap Naka dengan nada dramatis, seolah meminta perhatian yang selama ini ia rasa terabaikan.

Mendengar itu, hati Alvaro teriris. Ia menoleh, matanya menatap putranya yang masih kecil dengan beban rasa bersalah yang mendalam. Keberanian dan semangat Naka mengguncang kesadarannya.

"Naka, papa benar-benar minta maaf," ujarnya sambil menghela napas berat. "Papa bekerja keras agar bisa memberikan yang terbaik untukmu, untuk masa depan kamu." Suara Alvaro bergetar, mencoba menjelaskan perjalanan yang mungkin belum bisa dipahami oleh Naka.

Naka, dengan bola mata yang mulai berkaca-kaca, menundukkan kepalanya. Ia merasa bingung, tidak mengerti mengapa ayahnya selalu sibuk, sementara teman-temannya bisa merasakan kehangatan bermain bersama orang tua mereka.

Alvaro berusaha merangkul bahu Naka, tetapi Naka sedikit menghindar. Tindakan itu membuat Alvaro semakin menyadari bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam hubungan mereka.

"Papa janji, akan mencoba lebih sering ada di rumah. Kita bisa main bola atau main game bersama, ya?" tawarnya penuh harap, ingin mengajak Naka kembali ke momen-momen indah yang pernah mereka lalui.

Namun, Naka mengangkat wajahnya, menatap Alvaro dengan ragu. "Nda mau, nda teltalik Naka" tolaknya dengan nada yang penuh ketidakpuasan, seolah mengisyaratkan bahwa luka hatinya belum sembuh.

"Terus kamu maunya apa? Kenapa kamu tidak mau ngertiin papa? Kalau papa ngga kerja, bagaimana bisa beli susu untuk kamu?" kesal Alvaro, perasaannya di ambang sewot, berjuang mengingatkan Naka akan kenyataan.

"Papa juga nda pelnah ngelitiin Naka, cih. Naka cudah becal nda butuh cucu, butuhnya mama balu," seru Naka sambil menahan emosinya yang mulai meluap. Kata-kata itu menggema, menandakan jarak yang semakin melebar antara mereka.

Keduanya terdiam, kesempatan untuk saling memahami terbuka lebar, namun keinginan untuk melanjutkan perdebatan lebih kuat. Dalam ketegangan itu, harapan untuk memperbaiki segalanya tampak semakin samar.

Alvaro melongo tak percaya. Kata-katanya berputar di benaknya, mencerna permintaan tak terduga dari putranya: ingin mama baru. Rasa kecewa menyelip di hatinya, menyadari bahwa ini semua mungkin karena Sang mommy yang meracuni otak kecil putranya.

Naka, putranya yang biasanya hanya menjalani hari-hari dengan ringannya, kini tiba-tiba saja menuntut sesuatu yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Sebelumnya, Naka tidak pernah menyebut-nyebut tentang mama baru. Namun, belakangan ini, ia lebih sering berkata ingin memiliki sosok seperti mama teman-temannya yang selalu menjemput dengan hangat.

Di sudut ruangan, Alvaro duduk termenung, kepalanya bersandar pada dinding yang dingin. Ia mengusap wajahnya yang letih dengan kedua tangan, berusaha mencerna ucapan Naka yang baru saja terlontar. Cara pikirnya kacau; bagaimana mungkin anak sekecil itu, baru berusia tiga tahun, sudah berbicara tentang 'mama baru'? Pandangannya menerawang jauh ke dalam sisa-sisa memori, mencari jawaban yang mungkin bisa mengobati luka yang baru terbuka.

Di sisi lain, Naka duduk dengan kedua kakinya yang mungil bergelantungan di kursi, matanya menatap ayahnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Bibir mungilnya mengerucut, seolah menyimpan kekesalan yang dalam.

“Apa calahnya minta mama balu? Naka juga ingin cepelti teman-teman Naka,” ucapnya, suaranya lirih namun sarat akan tuntutan. Kesedihan dan kekesalan bercampur aduk dalam kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Alvaro menghela napas panjang, berusaha untuk tidak emosi.

"Untuk kedepannya, papa janji akan meluangkan banyak waktu untuk naka" ucap Alvaro sambil berjongkok di hadapan putranya.

Naka menyipitkan matanya, dia merasa papanya itu tidak mengerti keinginannya. "Papa ini cebenalnya mengelti nda cih? kecal kali Naka ini. Naka itu minta mama bukan minta waktu papa" serunya kesal.

"Cudahlah, males kali Naka ngoblol cama papa, nda pelnah nyambung" ucapnya dan pergi meninggalkan papanya.

Hari ini, Alvaro sengaja tidak masuk kerja untuk menemani putranya, Naka. Namun, rencana mulia itu sepertinya justru ditolak oleh Naka, yang merasa jauh lebih kesepian dan sakit hati daripada sebelumnya. Kesedihan menghantuinya, seperti bayangan panjang yang tak kunjung pergi.

"Al, mau sampai kapan kamu larut dalam kesedihanmu itu?" tanya Nyonya Julia, sang ibu, sambil melangkahkan kakinya penuh rasa prihatin menghampiri putranya. Ia tidak sengaja mendengar perdebatan antara Alvaro dan Naka, dan hatinya merasa terbebani melihat putranya terpuruk dalam kesedihan yang berkepanjangan. "Clara sudah tenang di sana. Tidak seharusnya kamu terus memikirkannya. Kamu juga harus memikirkan Naka. Dia membutuhkan kasih sayang seorang ibu," lanjutnya dengan nada lembut, berusaha menyentuh hati Alvaro.

"Yang dikatakan mommy mu benar, Al. Tidak ada gunanya kamu terus meratapi kesedihanmu itu. Toh, sampai kapan pun Clara tidak akan pernah bisa hidup lagi," timpal Tuan Jason, ayah Alvaro, dengan suara tegas namun tetap lembut. Dua orang yang paling dekat dengan Alvaro itu berusaha memberikan nasihat, berharap anak mereka perlahan bisa bangkit dari keterpurukan.

Alvaro menghela napas panjang, merasakan beratnya beban di dadanya. Dia merasa terpojok oleh kata-kata memojokkan dari kedua orang tuanya. Bukan tidak mau, tetapi di dalam hatinya masih tersemat begitu dalam nama almarhumah istrinya. Kenangan indah dan masa-masa bersamanya masih bercampur dengan rasa kehilangan yang menyakitkan.

Namun, di sudut hatinya, dia juga menyimpan harapan. Jika suatu hari dia dipertemukan dengan perempuan lain—seorang wanita yang tulus dan bisa menerima serta menyayangi kedua putranya sepenuhnya—mungkin dia akan mempertimbangkan semuanya. Mungkin dia akan membuka hati untuk wanita tersebut dan memberi mereka kesempatan.

"Aku masih belum bisa melupakan Clara, mom, dad,” ucap Alvaro pelan, suaranya nyaris terdengar putus asa. Kata-katanya menandakan betapa dalamnya kesedihan yang ia rasakan, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa hidup harus terus berjalan, dan Naka sedang menunggu di tengah pergulatan emosional ini. Kesedihan akan tetapi tetap menjadi bagian dari jalan menuju penyembuhan.

Terpopuler

Comments

La Rue

La Rue

Alvaro atau Reynold kak,nama ayah Naka? Maaf jadi bingung soalnya

2025-07-25

0

Kusii Yaati

Kusii Yaati

anaknya Alvaro satu apa dua Thor ?

2025-08-07

0

awesome moment

awesome moment

mmg g mudah

2025-08-11

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 BAB 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 Promo : Kontrak cinta sang milliader
52 BAB 51
53 BAB 52
54 BAB 53
55 BAB 54
56 BAB 55
57 BAB 56
58 BAB 57
59 BAB 58
60 BAB 59
61 BAB 60
62 BAB 61
63 BAB 62
64 BAB 63
65 BAB 64
66 BAB 65
67 BAB 66
68 BAB 67
69 BAB 68
70 BAB 69
71 BAB 70
72 BAB 71
73 BAB 72
74 BAB 73
75 BAB 74
76 BAB 75
77 BAB 76
78 BAB 77
79 BAB 78
80 BAB 79
81 BAB 80
82 BAB 81
83 BAB 82
84 BAB 83
85 BAB 84
86 BAB 85
87 BAB 86
88 BAB 87
89 BAB 88
90 BAB 89
91 BAB 90
92 BAB 91
93 BAB 92
94 BAB 93
95 BAB 94
96 BAB 95
97 BAB 96
98 BAB 97
99 BAB 98
100 BAB 99
101 BAB 100
102 BAB 101
103 BAB 102
104 BAB 103
105 BAB 104
106 BAB 105
107 BAB 106
108 BAB 107
109 BAB 108
110 BAB109
111 BAB 110
Episodes

Updated 111 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
BAB 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
Promo : Kontrak cinta sang milliader
52
BAB 51
53
BAB 52
54
BAB 53
55
BAB 54
56
BAB 55
57
BAB 56
58
BAB 57
59
BAB 58
60
BAB 59
61
BAB 60
62
BAB 61
63
BAB 62
64
BAB 63
65
BAB 64
66
BAB 65
67
BAB 66
68
BAB 67
69
BAB 68
70
BAB 69
71
BAB 70
72
BAB 71
73
BAB 72
74
BAB 73
75
BAB 74
76
BAB 75
77
BAB 76
78
BAB 77
79
BAB 78
80
BAB 79
81
BAB 80
82
BAB 81
83
BAB 82
84
BAB 83
85
BAB 84
86
BAB 85
87
BAB 86
88
BAB 87
89
BAB 88
90
BAB 89
91
BAB 90
92
BAB 91
93
BAB 92
94
BAB 93
95
BAB 94
96
BAB 95
97
BAB 96
98
BAB 97
99
BAB 98
100
BAB 99
101
BAB 100
102
BAB 101
103
BAB 102
104
BAB 103
105
BAB 104
106
BAB 105
107
BAB 106
108
BAB 107
109
BAB 108
110
BAB109
111
BAB 110

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!