Saya setuju dengan syaratnya. Tapi... ini pertama kalinya saya melakukan ini
Beberapa detik kemudian, balasan muncul.
Irene
Good. I like blank canvas. Plaza Senayan, jam 4 sore. Pakai seragam SMA-mu. Jangan bawa teman
Randy menelan ludah. *10 juta per bulan.* Uang itu bisa membantunya membayar SPP sekolah dan mengurangi beban ibunya. Tapi di hatinya, ada rasa bersalah yang menggerogoti.
Matahari sore menyinari Plaza Senayan ketika Randy berdiri di depan gerbang parkir, mengenakan seragam putih-abu-abunya yang sudah kusut. Tangannya berkeringat dingin.
Sebuah Mercedes hitam meluncur pelan mendekatinya. Jendela gelapnya turun perlahan, dan untuk pertama kalinya, Randy melihat **Irene Wijaya**.
Wanita itu memakai kacamata hitam, bibirnya dihiasi lipstik merah marun. Aroma parfum mahal menyengat hidung Randy.
Irene
Masuk
Suaranya datar, tapi berwibawa. Randy menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu dan duduk di kursi penumpang.
Di dalam mobil, Irene memandang Randy dari ujung kepala hingga kaki, seperti sedang menilai barang lelang.
Irene
Kau lebih tinggi dari fotomu
Randy
I-Iya, Bu... eh, Mbak
Irene mengangkat alis
Irene
Jangan panggil aku 'Bu', Itu membuatku merasa tua
Dia meraih sebuah amplop cokelat di sampingnya dan melemparkannya ke pangkuan Randy.
Irene
10 juta, seperti janjiku. Sekarang, buka kemejamu
Randy
Apa???
Irene
Aku ingin melihat apa yang kubeli
Dengan tangan gemetar, Randy membuka kancing kemejanya satu per satu. Wajahnya memerah ketika Irene mengamati tubuh remajanya yang ramping.
Tiba-tiba, jari dingin Irene menyentuh tanda lahir kecil di dekat tulang selangkanya.
Irene
Kau mirip sekali dengan seseorang yang kukenal
Randy mengangkat kepala.
Randy
Siapa?
Irene
Bukan urusanmu. Besok, aku akan menjemputmu lagi. Jangan pernah telat
Saat Randy keluar dari mobil, matanya menangkap sesuatu di dashboard—**sebuah foto lama** yang diselipkan di balik kaca.
Wajahnya berkerut. Itu adalah foto **ayahnya** yang sudah meninggal, berdampingan dengan... **Irene yang lebih muda?**
Comments