Hilassen membuka kedua matanya secara perlahan dan melihat ke langit langit (kamar) rumah sakitnya. Ia melihat ke sekelilingnya dan dengan lemas ia kembali menghadapkan pandangannya ke langit langit kamar. Ia teringat dengan kejadian yang menimpanya sebelum dirinya pingsan. Ia mengingat adanya beberapa polisi yang menyelamatkannya.
Ia juga mengingat dengan orang orang yang sudah lama tidak ia jumpai, menghajarnya hingga babak belur. Dan yang paling menyedihkan, ia mengingat perkataan dan wajah dari Vera yang membuat hatinya benar benar hancur. Ketika mengingat sosok Vera, ia merasakan sakit di bagian kepalanya. Ia juga meneteskan air mata karena masih tidak bisa percaya mengenai perkataan dari Vera.
"(Sial.. sial sial sial sial!)" teriak Ulger di dalam hatinya
Ketika Ulger sedang menangis, tiba tiba pintu kamar terbuka. Datang seorang dokter bersama dengan dua orang perawat wanita. Sang dokter mendatangi Ulger dan menanyakan bagaimana kondisi dari Ulger. Dengan bekas air mata yang masih ada, Ulger menjawab bahwa ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia seperti menjumpai sebuah jalan buntu. Mata sang dokter berkaca kaca. Ia tidak tahan melihat kondisi dari Ulger yang begitu mengenaskan. Ditambah dengan kondisi mental dari Hilassen yang saat ini benar benar hancur.
Ketika sang dokter sedang berbicara dengan Ulger, tiba tiba pintu kamar terbuka. Seorang perawat pria datang dengan tergesa gesa. Perawat pria langsung menghampiri Ulger dan membisikkan sesuatu. Dan setelah mendengar bisikkan dari perawat laki laki, sang dokter memasang wajah sangat terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Kamu.. tidak bercanda bukan?" kata sang dokter kepada perawat pria
"Mana mungkin saya bercanda, Dok." jawab perawat pria
Sang dokter mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Ia nampak seperti sedang berpikir keras. Ulger bertanya kepada sang dokter mengenai apa yang baru saja dibisikkan oleh perawat pria. Dengan agak kaku, sang dokter menghadap ke arah Ulger yang sedang terbaring dan memasang wajah lemas. Sang dokter berkata bahwa tidak ada apa apa. Setelah beberapa saat berlalu, sang dokter yang telah selesai mengadakan kunjungan keluar dari kamar Ulger meninggalkan Ulger sendirian di kamar.
Pintu ditutup oleh perawat yang terakhir keluar, dan tepat setelah pintu tertutup, sang dokter langsung bersandar lemas di lorong rumah sakit dan perlahan lahan mulai turun dan jongkok bersandar pada lorong. Sang dokter melepas kacamatanya dan air mata keluar. Air mata yang sudah ia tampung selama berada di kamar Ulger, akhirnya bisa ia keluarkan.
Para perawat yang belum tahu dibisikkan oleh perawat pria dan seketika kedua perawat terkejut dan secara reflek mengangkat tangannya dan menutupi mulutnya. Kedua perawat ikut meneteskan air mata. Beberapa pekan berlalu. Tak ada satupun yang mengunjungi Ulger. Hanya dokter dan para perawat yang ada di rumah sakit yang membuka dan menutup pintu kamar.
Dan setelah kondisi Ulger sudah membaik, sang dokter menyatakan bahwa Ulger sudah diperbolehkan kembali ke rumah. Ulger sudah bisa berbicara dengan agak normal. Ia juga sudah bisa mengetik, makan, minum, dan ke kamar mandi sendiri. Ulger yang sudah merasa sangat bosan di rumah sakit, memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Sang dokter yang mendengar keputusan tersebut merasa bahwa dirinya harus memberi tahu mengenai kabar yang sampai ke telinganya beberapa pekan yang lalu.
Namun oleh sang dokter niat itu ia urungkan, karena jikalau kabar tersebut keluar dari mulutnya, maka Ulger akan benar benar kehilangan seseorang yang bisa ia ajak bicara. Meski begitu, setelah Ulger kembali ke rumahnya, sang dokter berencana untuk tetap mengawasi Ulger dari kejauhan.
Itulah niat awal sang dokter. Namun, hal yang di luar dugaannya terjadi. Ketika Ulger pulang ke rumahnya menggunakan taksi, dan keluar dari taksi, Ulger disambut oleh para tetangganya dengan tangisan. Ulger yang kebingungan dan ketakutan mencoba menenangkan dirinya. Dan ia pun mendengar seseorang mengucapkan sesuatu yang tidak pernah ia sangka.
"Ulger, turut berduka atas kematian kedua orang tuamu ya.. kamu pasti kuat!"
Hancur. Hancur hancur dan hancur. Hati dan mental yang sudah rusak dan hancur semakin hancur. Ibarat pecahan, sekarang telah menjadi abu.
Ulger yang menggunakan kursi roda hanya bisa memasang tatapan kosong. Perlahan lahan ia melihat ke arah langit. Para tetangganya pergi satu per satu dari hadapan Ulger. Mereka tidak kuat jikalau terus menerus berada di dekat Ulger yang terus memasang sorot mata penuh kekosongan. Setelah semua tetangganya pergi. Datanglah seseorang. Seseorang itu adalah Vera. Ulger melirik sedikit ke arah wanita yang sedang berjalan ke arahnya.
Ulger membalikkan kursi rodanya dan memasuki rumah. Ketika sampai di depan pintu rumahnya, Vera telah sampai di pagar rumah Ulger.
"Ulger!" teriak Vera
Ulger berhenti tepat di depan pintu rumahnya. Tanpa menoleh sedikitpun, Vera melanjutkan bicaranya.
"..tu-turut berduka atas ke-" kata Vera
Tanpa membiarkan Vera menyelesaikan ucapannya, Ulger membuka pintu dan dengan cukup bersusah payah, ia memasuki rumahnya. Ulger membanting pintu dan meninggalkan Vera yang tidak bisa menyelesaikan ucapannya. Vera hanya bisa melihat bagian belakang Ulger dengan rasa bersalah.
[Selamat datang kembali, Tuan Ulger]
Sambut Welthin kepada tuannya yang sudah lama tidak ia temui. Ulger terdiam. Ia hanya duduk lemas di kursi rodanya. Dengan kesakitan, Ulger berdiri dari kursi rodanya. Ia berjalan dengan bersandar pada dinding rumahnya. Ia menuju ke kamarnya secara perlahan lahan.
Pintu terbuka secara otomatis (dibuka oleh Welthin). Ketika memasuki kamarnya, Ulger sudah tidak memiliki sandaran. Ia langsung terjatuh di lantai dan dengan merangkak secara perlahan, ia menaiki kasurnya. Ia langsung menangis. Ia berteriak dengan bantal menutupi wajahnya. Ia mengamuk sejadi jadinya hingga membuat beberapa lukanya terbuka.
"Sialan! Sialan! Sialan!! Mereka yang tidak memperdulikanku mengapa aku harus menangisi mereka! Wanita itu meninggalkanku.. mereka menghajarku hingga seperti ini.. dan sekarang? Kedua orang tua yang bahkan tidak memperdulikanku harus mati..?!"
"Apa yang salah denganku! Mengapa harus aku! Mengapa.. mengapa?!"
Dengan penuh amarah dan tangisan, Ulger terus berteriak dan meringkuk di atas kasurnya. Ia melempar barang barang yang ada di dekatnya. Kamarnya menjadi berantakan. Setelah kurang lebih 1 jam ia melampiaskan amarah dan kekecewaannya, ia tertidur karena kelelahan. Ketika ia membuka kedua matanya. Ia melihat langit biru. Ia merasakan hembusan angin yang menyejukkan. Dan perlahan lahan ia mulai bangkit dari tidurnya.
Ia terbangun di sebuah tanah yang luas penuh dengan rerumputan hijau. Ia melihat ke sekeliling dan menemukan adanya sebuah pedesaan. Dan ketika ia sedang kebingungan dan melihat ke arah pedesaan, dari dekatnya terdengar suara seorang gadis yang bertanya kepadanya.
"Kamu kenapa?"
Ulger menoleh ke arah suara sang gadis. Angin berhembus, membuat rambut sang gadis terurai. Sang gadis berdiri dengan menggendong keranjang yang berisi sayuran ia tersenyum ke arah Ulger. Senyuman sang gadis mengingatkan Ulger dengan sosok Vera.
---------=======-----------
AUTHOR :
Terima kasih telah membaca sampai Chapter ini !
Mohon dukungan dari teman teman ya !
Untuk kritik dan saran bisa dicantumkan di kolom komentar !
Terima Kasih !
----------=======-----------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Ryu~zäki
welthin itu apa sih thor?
2021-06-30
1
Nur Laela
kok nama MCnya jadi HILLASEN sich thor ?
2020-10-30
2