Bab 3 Pemakaman dan pengusiran

Azan ashar berkumandang, menggema sayup. Beberapa orang lelaki kampung mengangkat peti dan menurunkannya ke dalam liang. Kayla menggigit bibirnya. Ia menggenggam erat gambar di tangannya.

Langkah-langkah kecil itu maju, pelan-pelan. Ia berdiri di tepi makam, menatap ke bawah. Peti itu sudah dalam tanah. Suara tanah pertama dijatuhkan. Dug. Kayla merintih pelan.

“Bu… jangan tinggalin Kayla. Kayla belum bisa sendiri. ibu belum ajarin semua. ibi belum liat Kayla sekolah…” tangis Kayla penuh kesedihan

Ia berlutut. Air matanya jatuh satu-satu ke tanah merah itu.

“Ibu janji, kalau Kayla nurut… Ibu nggak pergi. Tapi ibu pergi juga. ibu bohong… ibu bohong…” tangis kayna membuat orang orang yang disana juga merasakan kesedihan itu

Beberapa ibu-ibu mulai menahan air mata melihat Kayla seperti itu. Tapi tidak dengan Arman. Pria itu berdiri jauh di balik kerumunan, mengenakan kaca mata hitam. Bahkan sekilas pun ia tak melirik ke arah anak perempuannya.

Setelah makam ditutup dan para pelayat mulai membubarkan diri, Bu Marni menuntun Kayla pulang. Arman sudah lebih dulu berjalan cepat ke arah rumah. Wajahnya dingin, tidak ada bekas duka sedikit pun.

---

Sore mulai redup. Rumah itu kini lebih sunyi dari biasanya.

Kayla masuk perlahan. Ia menaruh gambar kupu-kupu itu di meja kecil di sudut rumah, dekat foto ibunya yang sekarang

“bu, Kayla di rumah. Kayla jagain rumah. Kayla janji… Kayla bersihin kamar ibu tiap hari…” ujar Kayla sembari menatap foto ibunya dengan sedih

Suara derap kaki terdengar dari belakang. Arman berdiri di pintu dengan kedua tangan menyilang.

“Beresin barang-barangmu.” ujar Arman tiba tiba

Kayla menoleh. “Maksudnya, Ayah?”n

“Kau pikir aku akan tetap pelihara anak sialan yang cuma bikin hidupku berantakan?” jawab Arman kasar

“Kayla bisa bantu di rumah… Kayla nggak rewel… Ayah nggak usah kasih uang…” ujar kayna

“Dengar, Retno sudah nggak ada. Dan aku nggak ada urusan lagi denganmu. Sekarang keluar dari rumah ini.” usir Arman pada Kayla

Kayla menatap mata ayahnya. “Tapi ini rumah ibu juga…”

Arman melangkah maju. “Dan sekarang dia udah mati! Ini rumahku. Dan kamu bukan siapa-siapa.”

Ia menarik lengan Kayla kasar.

“Ayah jangan gitu—” Kayla terhuyung. “ibu baru dikubur, Ayah!”

“Dan makin cepat kamu enyah, makin cepat aku tenang!” jawab Arman tidak punya hati

Kayla terjatuh ke lantai. Ia menangis diam-diam, seperti yang diajarkan ibunya.

Ia bangkit, masuk ke kamar kecil peninggalan Retno, dan mulai memasukkan pakaian ke dalam tas lusuh. Ia mengambil satu-satunya buku gambarnya, lalu berbalik. Sekali lagi ia melirik ke ranjang tempat ibunya biasa tidur.

“ibu … Kayla pergi dulu. Nanti kalau ibu lihat Kayla di mimpi, ibu peluk Kayla ya.” ujar Kayla sedih, air matanya mengalir deras tanpa suara

---

Senja sudah turun saat Kayla melangkah keluar dari rumah yang selama ini disebut rumah. Tanpa satu pun orang mengantar. Tak ada pelukan, tak ada pamitan.

Angin sore berhembus. Kayla memeluk tasnya. Ia berjalan menembus gang-gang sempit. Tak tahu ke mana. Hanya mengikuti langkah kakinya sendiri.

Ia berhenti di dekat taman kosong. Duduk di bangku kayu yang mulai lapuk. Langit berubah gelap.

“Ibu … malam pertama Kayla sendiri. Kayla takut. Tapi Kayla janji, Kayla kuat.” gumam Kayla

---

Malam semakin larut. Kayla berjalan mencari tempat berteduh. Ia berhenti di sebuah musala kecil. Ruang depan masih terbuka.

Ia mengetuk pelan. Tak ada jawaban. Ia masuk pelan-pelan dan duduk di pojok, memeluk lutut. Seorang bapak marbot melihatnya dari jauh, tapi tak mengusir.

Paginya, Kayla membantu menyapu halaman musala. Sebagai balasan, ia diberi roti sobek dan air putih.

“Terima kasih, Pak.” ujar Kayla sopan

“Kamu tinggal di mana, Nak?” tanya bapak itu

Kayla tersenyum kecil. “Di mana pun yang nggak digusur.”

---

Hari-hari berlalu. Kayla mulai dikenal oleh para pedagang pasar kecil. Ia membantu mengangkat barang, menyapu kios, atau menjaga lapak sebentar jika pemiliknya salat.

“Kayla, bantuin bawa ini ke ujung ya!” seru seorang ibu pemilik warung sembako.

“Iya, Bu!” jawab Kayla cepat

Meski kecil dan lemah, Kayla bekerja dengan semangat. Semua uang recehan yang ia dapat disimpan rapi. Separuh untuk makan, separuh ia simpan di kantong tersembunyi.

Setiap malam ia tidur di teras toko atau pos ronda. Kadang ada yang memberinya nasi bungkus. Kadang tidak ada sama sekali.

Tapi ia tidak mengeluh. Ia hanya memandangi langit malam dan berbisik:

“Ibu, Kayla baik-baik aja kok. Tapi… kalo ibu boleh turun… Kayla pengen dipeluk.” gumam Kayla

-----

Hari itu pasar lebih ramai dari biasanya. Suara tukang sayur bersahutan dengan pedagang ayam dan penjual kue tradisional. Kayla, dengan baju yang mulai kusam, masih menawarkan jasanya.

“Ibu, mau dibantu bawain belanjaannya?” ucapnya pada seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun yang sedang memilih tomat.

Wanita itu menoleh, memperhatikan Kayla dari atas sampai bawah.

“Namamu siapa, Nak?” tanya ibu itu

“Kayla, Bu.” jawab Kayla dengan sopan

“Kamu kerja bantu-bantu di sini?”tanya ibu itu lagi

“Iya, Bu. Kalau Ibu nggak keberatan, Kayla bisa bantu bawa belanjaan ke mobil, atau ke rumah.”

Wanita itu terdiam sejenak. “Kamu tinggal di mana?”

Kayla ragu menjawab. Tapi akhirnya menjawab jujur, “Tidur di musala… kadang di teras toko.”

Alis wanita itu mengernyit. “Orang tuamu?”

Kayla menunduk. “Nggak ada.”

Wanita itu—Bu Rika namanya—memandang Kayla dalam diam. Lalu mengangguk.

“Oke. Bantu bawa ke mobil ya. Tapi habis itu ikut Ibu makan dulu.”

Di dalam mobil, Kayla duduk kaku. Tangannya menggenggam buku gambar yang selalu ia bawa.

“Kamu umur berapa?”

“Delapan tahun, Bu. Kayla belum sekolah.”

“Kenapa?”

“Dulu sempat belajar sama ibu di rumah. Tapi ibu udah nggak ada. Terus… Ayah nggak mau urus.”

Bu Rika menoleh cepat. “Kamu diusir?”

Kayla hanya mengangguk. Tak ingin menceritakan semuanya.

---

Mereka berhenti di sebuah rumah kecil tapi nyaman di pinggir kota. Di dalamnya, aroma semur kentang dan nasi hangat menguar dari dapur.

“Masuk sini. Makan dulu.”

Kayla melangkah pelan. Ia belum pernah masuk rumah senyaman ini sejak ibunya meninggal.

Di meja makan, dua piring disiapkan. Bu Rika duduk di seberangnya.

“Makan yang banyak, ya. Jangan malu.”

“Terima kasih, Bu…”

Suapan pertama membuat air mata Kayla menetes. Ia tidak tahan. Rasa semur itu mengingatkannya pada masakan ibunya. Ia buru-buru mengusap wajahnya.

“Maaf… Kayla nggak sengaja…”

Bu Rika terdiam. “Sudah lama kamu nggak makan yang enak ya?”

Kayla hanya mengangguk pelan.

bersambung

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

semoga Bu Rika orang baik ya yg mau ngerawat Kayla

2025-08-19

0

Omah Tien

Omah Tien

lagin ko g pergi aja dl dr rumah yg g mau sm kt

2025-08-02

0

Oi Min

Oi Min

pen ngumpatin si Arman trs ni mulut.....

2025-08-07

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 - Bayi yang Tak Pernah Ditatap
2 Bab 2 kepergian dan kesedihan
3 Bab 3 Pemakaman dan pengusiran
4 Bab 4 Kehilangan lagin
5 Bab 5 Awal Kehidupan Baru
6 Bab 6 Olimpiade Sains
7 Bab 7 mimpi dan cita-cita
8 Bab 8 hari pertama berpisah
9 Bab 9 Peluk yang Tak Pernah Layu
10 Bab 10 Yang Terpencil Tak Selalu Kecil
11 Bab 11 wisuda
12 Bab 12 Pasien pertama
13 Bab 13 Napas Kecil yang Menggetarkan
14 Bab 14 Langkah Kecil Menuju Dunia Kecil
15 Bab 15 Hari Libur dan Hati yang Bernapas
16 Bab 16 Rumah di Ujung Hujan
17 bab 17 Map Rahasia dan Jalan Tak Biasa
18 bab 18 pasien rahasia
19 Bab 19 Penyesalan yang Tak Diundang
20 Bab 20: Siapa yang Menjahit Lukaku?
21 Bab 21 Staycation, Tapi Kenapa Dunia Jadi Tegang?
22 Bab 22
23 Bab 23 Rumah Sakit, Resep Masakan, dan Sahabat Sebangsal
24 Bab 24Kembali ke Tempat yang Dulu Disebut Luka
25 Bab 25 : Dingin Udara, Hangat di Hati
26 Bab 26 Mereka Tidak Tahu, Tapi Aku Pernah Bertahan Tanpa Siapa-Siapa
27 Bab 27 Aku Pernah Terluka, Tapi Aku Tidak Akan Membiarkan Kamu Sendirian
28 Bab 28 Rumah yang Tak Pernah Kupunya
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 bab 46
47 bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
Episodes

Updated 53 Episodes

1
BAB 1 - Bayi yang Tak Pernah Ditatap
2
Bab 2 kepergian dan kesedihan
3
Bab 3 Pemakaman dan pengusiran
4
Bab 4 Kehilangan lagin
5
Bab 5 Awal Kehidupan Baru
6
Bab 6 Olimpiade Sains
7
Bab 7 mimpi dan cita-cita
8
Bab 8 hari pertama berpisah
9
Bab 9 Peluk yang Tak Pernah Layu
10
Bab 10 Yang Terpencil Tak Selalu Kecil
11
Bab 11 wisuda
12
Bab 12 Pasien pertama
13
Bab 13 Napas Kecil yang Menggetarkan
14
Bab 14 Langkah Kecil Menuju Dunia Kecil
15
Bab 15 Hari Libur dan Hati yang Bernapas
16
Bab 16 Rumah di Ujung Hujan
17
bab 17 Map Rahasia dan Jalan Tak Biasa
18
bab 18 pasien rahasia
19
Bab 19 Penyesalan yang Tak Diundang
20
Bab 20: Siapa yang Menjahit Lukaku?
21
Bab 21 Staycation, Tapi Kenapa Dunia Jadi Tegang?
22
Bab 22
23
Bab 23 Rumah Sakit, Resep Masakan, dan Sahabat Sebangsal
24
Bab 24Kembali ke Tempat yang Dulu Disebut Luka
25
Bab 25 : Dingin Udara, Hangat di Hati
26
Bab 26 Mereka Tidak Tahu, Tapi Aku Pernah Bertahan Tanpa Siapa-Siapa
27
Bab 27 Aku Pernah Terluka, Tapi Aku Tidak Akan Membiarkan Kamu Sendirian
28
Bab 28 Rumah yang Tak Pernah Kupunya
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
bab 46
47
bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!