Rayne merasa senang saat melihat gelang berkristal biru dengan motif bunga lily disekelilingnya. Itu adalah hadiah pemberian Zilant kemarin, bahkan lelaki itu memintanya untuk menyimpannya dengan baik.
Seorang guru yang saat itu sedang mengajar dikelas melihat Rayne yang sejak tadi melamun sembari menatap gelang. "Rayne? Coba kerjakan nomor dua."
Rayne langsung tersadar, seolah dicecar. Dilihatnya buku paket itu berulang ulang, ia tidak mengerti. "Ayo cepat maju." Titah guru matematika itu. Rayne terpaksa maju ke depan papan tulis. Zara tersenyum menyeringai melihat Rayne yang tampak gugup. Ia mulai mengerjakan soal yang disebut beserta jawabannya.
"Salah!" Ucap guru tersebut.
Rayne merasa malu, ia dilempar bulatan kertas oleh Zara dan teman satu gengnya. "Woo malu gua mah!" Teriak Zara, beberapa siswa yang lain ikut mengejek Rayne. Freya dan Zayn yang melihat Rayne tersudutkan merasa kasihan.
"Ayo kerjakan lagi yang benar." Ujar sang guru.
Rayne menghapus jawabannya, ia tulis lagi jawaban lain. Guru itu menggeleng, menyalahkan jawabannya. Tiga kali Rayne menghapus jawaban itu dan menulis lagi dengan jawaban berbeda. Hasilnya tetap sama, guru itu menggeleng.
Beberapa siswa termasuk Zara dan temannya terus mencecar Rayne, hingga melempar bulatan kertas. Guru matematika itu coba menghentikan aksi mereka agar tidak ribut. Ia menitah seorang gadis berambut kepang untuk membenarkan jawabannya.
Namanya adalah Karen. Ialah gadis yang selalu jadi panutan Rayne dalam hal pelajaran dan tak mampu tergapai oleh tangannya meskipun sekuat mungkin ia coba untuk meraih. Karen siswa yang dalam sekali menghafal saja langsung bisa, dengan membaca buku sekali pandang langsung bisa, dia yang jadi juara kelas tiap tahun dan selalu mendapat beasiswa dari guru.
Menjadi pintar memang enak, dikelilingi banyak teman, disukai para guru dan diberikan beasiswa.
Rayne sangat iri sampai tiap kali melihatnya ia selalu kepikiran untuk menjadi seperti dirinya. Hal yang paling enak adalah ketika biaya bantuan dari guru cair, tagihan bulanan dipotong, uang saku pun dapat. Enak sekali jadi seperti Karen.
Karen maju ke depan papan tulis lalu ia menulis jawabannya dengan sangat rinci beserta rumus dan caranya. Dalam hitungan menit ia langsung selesai mengerjakannya. Dalam sekali pandang guru matematika itu membenarkan jawaban Karen.
"Nah gitu jawabannya, Rayne kamu harus banyak belajar lagi." Ujar guru wanita itu, Rayne merasa canggung. Ia dan Karen berangsur kembali ke tempat duduknya. Zara dan temannya menyoraki Rayne.
"Woo belagu sih, salah kan jawabannya!" Teriak Zara.
Rayne mengabaikan, ia respon dengan memutar matanya.
Bel istirahat berbunyi, Rayne masih mengerjakan tugas di papan tulis. Ia melihat Karen yang duduk di kursi paling depan telah selesai mengerjakannya. Rayne mendengar segelintir percakapan teman Karen yang perlahan melingkupinya.
"Bantu gue ngerjain ini ya ren?" Ucap seorang gadis berponi tail, Karen mengangguk. Kedua temannya pun duduk di kanan kirinya lalu Karen mulai mengajarinya.
Rayne memperhatikan mereka dari belakang, melihat mereka begitu akrab membuatnya sedikit iri. Baginya ia hanyalah seorang sederhana. Yang tidak pintar maupun kaya. Orang biasa yang hanya jadi penonton dari pertunjukkan orang lain.
Tiba tiba Freya duduk didepan tempat duduknya. Ia tersenyum manis pada Rayne. Gadis itu tersenyum balik padanya. "Kamu udah selesai?" Tanya Rayne. Freya menjawab "Belum sih, nanti aku minjem punya Zayn." Balas Freya.
"Oh, kalian dekat ya?" Tanya Rayne. "Eh, enggak kok. Deket karena tinggal satu rumah aja." Jelas Freya.
"Oh iya, kita ke kantin bareng yuk?" Ajak Freya. Tiba tiba terdengar suara speaker dari atas.
"Untuk siswi bernama Rayne Maharani ditunggu kehadirannya di kantor, segera!" Ucap seorang guru wanita di speaker. Rayne dan Freya saling melihat.
"Aku pergi dulu ya, dipanggil ke kantor." Ucap Rayne
"Eh? Iya deh." Balas Freya.
Di dalam kantor yang didalamnya terdapat seorang guru, Rayne berdiri berhadapan dengannya. "Tolong sampaikan ke orang tuamu ya agar segera melunasi biaya tunggakan sekolah. Total yang harus dibayar adalah segini.." Guru perempuan berkacamata itu menunjukkan daftar pembayaran total yang harus Rayne bayar. "Totalnya lima juta, dalam waktu tiga bulan kamu sudah harus melunasinya. Kalau bisa dicicil tiap bulannya biar nggak terlalu berat."
"Jika dalam waktu tiga bulan tidak lunas Bu?"
"Kamu nggak bisa ikut ujian semester."
Rayne terkejut, sepintas wajahnya jadi sedih mengingat ibunya yang bekerja banting tulang demi memenuhi kebutuhan sehari hari. Ditambah masalah tunggakan yang sekarang, ia tidak mungkin membebani ibunya dengan hal ini.
Jika saja ia sepintar Karen, ia pasti akan dibantu oleh sekolah dan para guru. Biaya sekolahnya pasti akan ditanggung oleh mereka bagaimanapun caranya. Ah, orang itu begitu beruntung memiliki otak yang cerdas, ia bahkan disukai banyak orang. Pasti orang tuanya merasa bangga memiliki anak sepertinya.
Namun entah kenapa ia masih terus percaya dengan suatu hal. Kepercayaan jika suatu saat nanti ia bisa menjadi seperti Karen. Membanggakan dan memiliki banyak teman. Ia sangat ingin menunjukkan kehebatannya didepan dia.
Rayne berjalan sambil melamun, ia bingung harus mencari uang kemana untuk melunasi biaya tunggakan sekolahnya. Tiba tiba ia terkejut saat muncul Zara dan temannya dihadapan. Ia tersenyum menyeringai pada Rayne.
Gadis itu mulai melangkah mundur saat Zara dan temannya semakin maju mencoba memojokkannya. Punggung Rayne menyentuh dinding, Zara mengambil minuman Cup-nya dan mengguyur Rayne dengan minuman itu.
Rayne terkejut karena wajahnya dan rambutnya basah terkena minuman. Ia langsung memandang tajam Zara dan temannya yang tersenyum licik.
Rayne coba menahan amarahnya yang sudah hampir melewati batas.
"Kasihan deh yang habis ditagih sama guru! Punya uang nggak Lo buat lunasi tunggakan? Makanya jangan belagu jadi orang." Ujar Zara. Rayne menundukkan kepalanya, tangannya mengepal.
Tiba tiba terdengar suara gadis berbicara pada temannya. "Lihat, dia dibully lagi. Kasihan ya." Ujar gadis berponytail pada temannya, Karen. Rayne tersentak saat melihat banyak orang jadi saling menonton bullying saat itu. Rayne merasa sangat malu karena disana ada Karen, orang yang sangat tidak ia inginkan melihat ini. Orang yang sangat ingin ia tunjukkan kehebatannya.
Rayne dan Karen saling berpandangan saat itu. Dua insan yang saling berbeda kehidupan itu seolah saling menyelami kehidupan masing masing lewat tatapan itu. Gadis berponytail tiba tiba berkata "Untung kita nggak berurusan sama mereka."
Rayne terkejut, wajahnya mendadak murung setelah mendengar perkataan itu. Entah apa yang mereka katakan setelahnya, lalu terdengar sekilas suara gadis berponytail itu dan karen yang tertawa serta bercanda. Mereka berujung lari larian dan pergi.
Menyedihkan.
Bukankah itu maksud perkataan mereka barusan? Mereka tertawa seolah sudah terhindar dari bahaya, karena mereka terus berada dalam zona aman sedangkan dirinya tidak. Hal paling menyebalkan dalam hidup Rayne adalah ketika... seseorang tertawa diatas penderitaannya.
Beberapa siswa yang menonton kebanyakan saling berbisik dan pergi. Mereka tak mau ikut campur bahkan memberi pembelaan.
Itu benar... tidak ada yang perlu dibantu dari dirinya. Mungkin menurut mereka ia bukanlah orang yang pantas diberi pembelaan. Karena ia bukanlah seseorang yang kaya dan cerdas melainkan seorang yang bodoh dan miskin. Ia hanya rakyat biasa yang tak memerlukan pembelaan.
###
Rayne membuka pintu kamarnya, secara tiba tiba kamar itu berubah jadi kamar Zilant Rayne melihat Zilant yang terlihat sedang menunggunya. Lelaki itu berulang kali jalan kesana kemari menunggu pintunya dibuka.
"Rayne!"
"Kenapa? Ada apa?" Tanya Rayne.
"Nggak ada apa apa sih, kamu mau jalan keluar nggak?"
"Eh? Boleh. Aku juga lagi bete."
"Bete? Itu apa?" Tanya Zilant
"Bosen." Jawab Rayne
"Ayo."
Rayne dan Zilant keluar dari kamar itu dan istana, disaat mereka saling berlari menuju halaman belakang istana. Raja Ikasha 3 beserta selirnya yang cantik keluar dari sebuah ruangan. Raja Ikasha 3 penasaran dengan gadis yang dibawa oleh Zylan saat itu.
"Kenapa sayang?" Tanya selir itu, raja Ikasha 3 menggeleng meski matanya masih tetap melihat kearah Zilant pergi. Sepertinya ada hal yang sedang ia pikirkan tentang Anak sulungnya itu.
Di hadapan sebuah pohon besar Rayne dan Zilant berdiri. Sebenarnya itu bukan hanya sebuah pohon besar melainkan rumah pohon. Rayne terlihat antusias melihat rumah pohon itu, bahkan ekspresinya seperti anak kecil, sangat senang.
Rumah pohon yang terbuat dari kayu itu terlihat cukup besar. Mereka saling menaiki tangga untuk menuju keatas.
Sesampainya diatas rumah pohon, mereka saling duduk berdampingan menikmati angin berhembus tenang. "Waktu kecil aku sering bermain kesini, bersama Ibu dan Ayah serta Zenia." Ujar Zilant, Rayne terkejut. Mungkinkah Zenia itu adiknya?
"Sudah lama semenjak aku tidak kemari, kupikir kamu akan menyukainya jika aku mengajakmu kesini." Ujar Zilant, Rayne tersenyum.
"Aku suka kok, makasih ya Zilant."
Zilant balik tersenyum. Rayne perlahan paham apa maksud Zilant melakukan semua hal itu padanya, ia mencoba menunjukinya banyak keindahan di dunianya, hal yang belum pernah ia rasakan semasa di dunianya. Tapi, kenapa harus orang seperti Zilant?
"Di dunia ini masih banyak yang perlu kamu ketahui, semua hal indah itu akan aku tunjukkan satu persatu untukmu." Ujar Zilant. Rayne memandang lelaki itu dengan lembut lalu tertawa sambil mengeluarkan air mata.
"Makasih ya Zylan, aku nggak tahu siapa kamu. Tapi kamu udah bikin aku bahagia, menunjukkan aku keindahan dunia ini. Disaat semua orang membenci aku dan membuatku memikirkan hal buruk tentang dunia, Kamu menyadarkan aku tentang keindahan duniamu. Kamu tahu Zil, aku sedih banget mengingat semua ini" Tangis Rayne.
Ada dorongan di hati Zylan untuk memeluk gadis ini namun sayang tidak bisa karena gadis itu pasti akan menghilang jika mereka bersentuhan. Ia mencoba diam saja saat itu.
"Siapa orang yang membenci kamu?" Tanya Zylan.
"Zara dan beberapa teman sekolahku."
"Aku tidak tahu harus mengatakan apa, tapi tetaplah semangat dan jalani kenyataan ini dengan mempercayai satu hal, jika kamu kesusahan maka akan ada akhir indah setelah ini. Seperti halnya pelangi setelah hujan."
"Iya Zilant." Rayne tersenyum. Lelaki itu ikut tersenyum.
Zilant memandang Rayne yang terlihat masih memikirkan sesuatu "Apa ada hal lain lagi yang belum aku ketahui?" Tanya Zilant.
"Ada hal yang terus membelenggu aku. Apa kamu pernah merasa iri ? Misalnya dengan orang lain yang pangkatnya besar?"
"Eh? Kamu iri dengan orang berpangkat besar?"
"Ya seperti itu, ah lebih tepatnya orang itu lebih pintar dari kita."
"Belum pernah."
"Kamu yang rakyat kecil dan tidak memiliki apa apa melihatnya seolah bersinar. Menjadikan orang itu sebagai panutan dalam hal beberapa hal."
"Maksudnya kamu iri dengan seorang, misal...duke yang pintar dan kaya? Sedangkan kamu rakyat biasa? Kamu iri dengan gelar dan segala hal yang ia punya?"
"Iya hehe aneh ya."
"Nggak juga, itu bisa saja hal yang wajar. Merasakan rasa iri itu hal yang wajar."
"Seolah ingin menunjukkan kehebatan diri namun pada akhirnya kamu nggak mampu."
"Itu... sepertinya menyakitkan." Zilant teringat dengan ucapan banyak pelayan tentang penampilannya dan penyakit ibunya. Padahal dalam hati ia ingin hidup normal dengan menunjukkan sedikit kehebatan dirinya, meski pada kenyataannya dia tidak mampu.
"Ah, terkadang aku suka berlebihan gitu mikirnya." Keluh Rayne.
"Nggak, kamu nggak berlebihan. Ini hal yang wajar." Ujar Zilant seraya memandang wajah Rayne serius. Gadis itu terkejut, mereka saling berpandangan lama, tidak berapa lama Rayne memalingkan wajah.
"Ngomong ngomong disini ada jabatan bernama Duke ya?" Tanya Rayne memecah keheningan kala itu. "Ada, saat ini yang menjabat sebagai Duke di kerajaan ini adalah Asher dari keluarga Vel Laviti." Ujar Zilant. Mata Rayne mendadak berbinar, seolah ada perasaan antusias dalam dirinya. "Keren! Apakah Duke itu tampan dan memiliki beberapa ksatria yang melindunginya?"
"Eh, iya. Mereka punya, di duniamu juga ada hal semacam itu?"
"Ada sih tapi itu jaman dulu, jaman sekarang juga ada tapi hanya negara tertentu saja yang memiliki sistem pemerintahan kerajaan. Oh iya ceritakan lagi bagaimana perangai Asher? Dia tampan kan?"
Zilant terlihat ragu menjawabnya bahkan sempat menggaruk dagunya. "Yaa, tampan sih. Apalagi dia sudah diangkat menjadi Duke di usianya yang masih muda. Banyak orang yang kagum dengannya. Bisa dibilang dia Duke termuda."
"Waah." Rayne terlihat senang.
"Kapan kapan aku akan mengenalkanmu padanya."
"Benarkah?"
"Iya."
Tiba tiba suara teriakan muncul dari bawah.
"Tuan muda!"
Zilant dan Rayne terkejut saat melihat kebawah rumah pohon. Seorang lelaki muncul dan langsung menaiki tangga. Zilant tidak akan membiarkan hal itu, ia ambil gergaji dan mulai memotong tangga kayunya. Rayne melongo "Kamu ngapain? Nanti kita turun gimana?!"
Tiba tiba Zilant melihat Rayne dan langsung menyentuh tangannya. Gadis itu terkejut saat separuh badannya berubah jadi kristal. "Sampai jumpa besok." Ucap Zilant sambil tersenyum.
Tatapan Zilant berubah datar saat mengingat lelaki dibawah. Ia terus memotong tangga dengan gergajinya "Tuan, jangan gila! Sampe ke negeri theabasia pun saya akan tetap mengejar tuan!" Ujar lelaki bernama Henry itu.
Zilant terus menungging saat menggergaji, tiba tiba ia merasa hilang keseimbangan dan mulai terjatuh menimpa Henry. Dalam adegan yang diperlambat Henry terkejut saat wajah Zilant menimpa dahinya, mereka saling bertindihan dan jatuh ke tanah. Hal ini persis seperti kejatuhan bintang dari langit.
Henry terlihat seperti sekarat saat ditindih oleh tubuh Zilant. Lelaki yang menyamar jadi perempuan itu tampak tidak ada dosa menindihnya sampai Henry merasa gepeng dan butuh dikubur "Ah, tuan tega."
Zilant segera terbangun dan meremas rambutnya yang dipenuhi daun. "Ah sudahlah aku tidak mau ikut denganmu."
Henry memegang kaki Zilant, sambil merengek. "Tuan jangan tega sama saya. Hari ini sudah setengah harian tuan menolak ajakan saya ikut kelas. Nanti kalo saya dipecat bagaimana? Saya ini tanggungan orang tua tahu, Saya nggak bisa makan enak dan bermain dengan wanita can-- err maksud saya bermain dengan orang seusia saya."
"Apa aku harus perduli dengan kehidupanmu?"
"Saya mempunyai banyak tanggungan tuan. Tuan tegaaa ihh"
Zilant berulang kali coba melepas tangan yang menggelayut kakinya. Berulang ulang ia tendang tangannya namun Henry terus menguatkan tangannya memegang kaki Zilant. Lama kelamaan Zilant jengkel juga.
"Bukankah tuan sama saja melarikan diri?" Ucap Henry tiba tiba. Zilant terkejut.
Bagi Henry, Zilant adalah tuan muda yang terkurung. Dia dikelilingi oleh banyak masalah disekitarnya dan tiap kali ia membuka mata masalah itu muncul lagi. Ia memiliki ibu yang menderita sakit mental dan setiap hari harus merawatnya dengan menjadi perempuan demi membuat ibunya senang.
Dia melakukan ini demi ibunya, dia anak yang baik. Pertama kalinya ia mendengar rumor tentang Zilant adalah dari para pelayan kerajaan. Mereka berkata Zilant rela menanggalkan segala hal tentang gendernya demi ibunya. Ia rela menjadi Zenia, putri yang sangat disayang oleh ratu Zafra. Saat mendengarnya Henry merasa sedih, seolah ia memahami jika di posisi Zilant saat itu. Ditambah lagi rumor tentang selir yang diangkat oleh raja.
Bagi seorang anak remaja seperti dirinya, dia telah menanggung beban yang berat.
Tapi dibanding itu, tidak mungkinkan dia harus menyamar selamanya. Dia penerus sah kerajaan makmur ini. Dia tidak boleh melupakan kodratnya sebagai laki laki dan seorang pangeran yang berhak bahagia. Setidaknya dia harus bersenang senang dengan hidupnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Wiselovehope🌻 IG@wiselovehope
Lanjut 🔥❤️🔥❤️🔥
2021-02-26
1
Wulandari
bom like mendarat 👍😎😍
2020-12-08
1
Deska wu
like..agak lama ya thorr..
mau baca dulu,rugi kalo nggak baca,
2020-12-07
1