Dua hari berlalu, Willyan sudah mulai membaik. Demamnya perlahan turun. Kelegaan terpancar dari wajah Aryan, meski hatinya tetap dilanda kegelisahan. Ia memutuskan untuk kembali ke rumah Wilona, wanita yang menjadi rumah ternyamannya, meski diam-diam telah ia khianati.
Amanda tidak bisa menutupi raut tidak relanya. Tapi ia tahu, Aryan tak akan menoleransi keberatan apapun darinya saat ini. Ia hanya bisa diam, meskipun matanya memancarkan rasa kepemilikan yang nyaris membara.
"Pasti aku akan merindukanmu, Mas…" ucap Amanda lirih, memeluk lengan Aryan dengan penuh kemanjaan, mencoba menarik simpati terakhir sebelum lelaki itu pergi meninggalkannya.
Aryan hanya menatap sekilas dan menghela napas. "Aku sudah lama disini. Aku juga merindukan istriku," ujarnya, datar. Tapi meski hatinya tertambat pada Wilona, ia tetap membiarkan Amanda menyentuhnya. Bagaimanapun, wanita itu telah melahirkan anak untuknya. Ia merasa punya tanggung jawab, meski tanpa cinta.
"Sudahlah… nanti juga aku kembali ke sini. Jaga Willy baik-baik, dan kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku," tambahnya sembari hendak membuka pintu mobil.
Belum sempat Aryan masuk, Amanda memanggilnya kembali.
"Mas tunggu..."
Tanpa aba-aba, Amanda menarik Aryan dan mencium bibirnya dalam-dalam. Meski sedikit terkejut, Aryan tetap membalas ciuman itu entah karena rasa bersalah jika menolak, atau karena ia telah menikmati segala sentuhan dengan Amanda.
"Aku pasti akan merindukan bibir ini," ucap Amanda dengan lirih, mengusap bibir Aryan yang masih basah oleh lipgloss stroberi yang pekat aromanya. Ia tahu pasti bahwa bibir itu akan segera menyentuh wanita lain. Maka, ia ingin meninggalkan jejak yang tidak akan mudah hilang.
Aryan tersenyum samar dan akhirnya masuk ke dalam mobil.
"Aku tidak salah kan membalas ciumannya? Amanda juga istriku," gumamnya sambil menghidupkan mesin. "Dia bukan wanita lain. Kecuali kalau kita sudah bercerai nanti."
Mobil melaju perlahan, membawa Aryan menuju rumah yang seharusnya hanya dihuni satu cinta, Wilona.
Dalam perjalanan, ia menyempatkan berhenti di toko bunga. Tangan Aryan memilih bunga kesukaan istrinya, lalu ia kembali melaju ke rumah dengan perasaan bercampur rindu, bersalah, dan ketakutan.
Di rumah, Wilona tengah berada di taman kecil yang ia rawat sejak beberapa bulan terakhir. Ia mencintai bunga-bunga itu sebagaimana ia mencintai rumah ini, dan suaminya. Sejak Aryan melarangnya keluar rumah tanpa dirinya, ia menghabiskan waktu dengan merawat taman mungilnya, berharap bisa tetap waras meski rasa sepi menggerogoti hati.
Kadang ia bertanya dalam hati, kenapa Aryan berubah? Kenapa suaminya menjadi begitu protektif, padahal dulu tidak pernah seperti ini? Tapi sebagai istri, ia lebih memilih patuh daripada curiga.
Grepp
Seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Refleks, Wilona langsung mendorong tubuh itu.
"Sayang, kenapa kamu medorong Mas?" Aryan meringis, tertawa kecil.
"Mas Aryan!! Astaga, kamu bikin kaget aja," keluh Wilona yang langsung meraih tangan Aryan, menenangkannya.
Aryan tertawa gemas. "Ini… untuk istri tercintaku," katanya sambil menyerahkan buket bunga segar yang tadi ia beli.
Wilona menyambut bunga itu dengan senyum manis. "Terima kasih, Mas… Akhirnya kamu pulang juga. Aku kangen banget."
"Mas juga kangen banget, sayang." Aryan membungkuk, mencium bibir Wilona dengan lembut. Namun seketika, tubuh Wilona menegang.
Ada sesuatu…
Ada rasa dan aroma asing di bibir suaminya.
Aroma stroberi. Rasa lipgloss yang manis dan pekat. Bukan miliknya. Ia tidak memakai lipgloss hari ini. Bahkan, ia tidak pernah menyukai lipgloss beraroma menyengat. Bibirnya hari ini hanya bersih, tanpa sentuhan apa pun.
Hatinya langsung berdetak kencang. Sebuah firasat buruk mulai menyelinap ke dalam pikirannya.
"Sayang… kenapa diam?" tanya Aryan dengan nada lembut, mencoba menangkap tatapan Wilona yang tiba-tiba berubah.
"Ti-tidak apa-apa, Mas…" Wilona memaksakan senyum. Ia menatap dalam mata Aryan. Berusaha membaca sesuatu yang tersembunyi di sana.
Kamu… tidak mungkin seperti yang aku pikirkan, kan, Mas?
"Kenapa menatap Mas begitu? Terpesona ya?" Aryan mencoba mencairkan suasana dengan mencubit pelan hidung istrinya.
"Sebelum pulang ke sini, Mas dari mana saja?" tanya Wilona serius, mendadak.
Aryan sempat terdiam sepersekian detik. "Ma-maksud kamu apa? Mas dari bandara langsung pulang, hanya mampir beli bunga buat kamu."
Wilona hanya mengangguk tipis. "Oh begitu… ya sudah. Mas pasti capek. Mandi dulu, habis itu makan, ya?"
"Tapi, sayang…" bisik Aryan merangkul Wilona, "Mas kangen kamu. Mas mau kamu malam ini."
Wilona tersenyum canggung. "Maaf, Mas… aku lagi kedatangan tamu bulanan."
"Yah… padahal Mas benar-benar rindu…" Aryan merajuk kecil.
Wilona merasa bersalah. Tapi dalam hatinya ia justru merasa lega. Entah mengapa tiba-tiba ia seolah tidak ingin bersentuhan yang lebih dengan suaminya setelah ciuman tadi.
Tak lama, Aryan masuk ke kamar mandi. Wilona terduduk di tepi ranjang, matanya berkaca-kaca.
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan di luar sana, Mas? Kenapa bibirmu masih menyisakan aroma stroberi, padahal aku tidak pernah memakainya?"
Air mata yang sejak tadi ia tahan kini jatuh perlahan. Hatinya hancur oleh dugaan yang belum terbukti, tapi terasa nyata.
"Apa mungkin… kamu memang memiliki wanita lain di luar sana? Apalagi sikapmu semakin aneh akhir-akhir ini. Kamu bahkan melarangku keluar rumah… apa semua itu agar aku tak tahu sesuatu?"
Namun, sekuat tenaga ia mencoba berpikir jernih.
"Aku tidak boleh menuduh. Mungkin… itu hanya sisa permen. Mungkin hanya kebetulan. Ya Tuhan… semoga dugaanku salah." Ia menghapus air matanya cepat-cepat saat mendengar suara air dimatikan dari kamar mandi.
Di sisi lain, Amanda tersenyum penuh kemenangan. Rencana kecilnya berhasil. Lipgloss stroberi yang sengaja ia kenakan, kini sudah menanamkan benih curiga dalam hati Wilona.
"Aku yakin, si mandul itu pasti mulai curiga. Sedikit demi sedikit, aku akan hancurkan rumah tangga mereka… sampai dia sendiri yang memilih pergi."
Amanda menatap ke cermin, wajahnya penuh riasan sempurna. Ia tahu Aryan mencintai Wilona, tapi ia juga tahu cinta bisa dihancurkan jika rasa percaya itu hilang.
Malam itu, Aryan memeluk Wilona seperti tak ingin berpisah. Ia merebahkan kepalanya di pangkuan wanita itu, membiarkan jari-jari lembut istrinya mengelus rambutnya pelan.
"Sayang… kalau suatu hari kita diuji dengan masalah besar, kamu janji tidak akan ninggalin Mas, kan? Mas hanya mencintaimu," bisiknya pelan, takut-takut.
Wilona terdiam. Tangan yang mengelus kepala Aryan berhenti sejenak.
"Kenapa Mas bicara seperti itu? Apa ada masalah?"
Aryan menunduk, membenamkan wajahnya dalam perut istrinya, memeluk pinggang itu erat-erat.
"Tidak… Mas cuma memastikan. Kalau nanti ada masalah, kamu tetap di samping Mas."
Wilona menatap langit-langit kamar. Suara hati yang lirih berbisik, Jangan-jangan semua ini bukan sekadar firasat…
"Aku justru takut, Mas. Aku takut kamu yang pergi, saat kamu sadar aku bukan wanita sempurna. Aku tidak bisa memberikanmu anak, dan aku takut kamu akan berpaling…" bisiknya lirih.
Aryan memejamkan mata. Ia tidak sanggup menjawab. Ia hanya bisa memeluk istrinya semakin erat, seakan takut jika besok Wilona tak lagi berada di pelukannya.
TBC
JANGAN LUPA BERI LIKE, KOMEN DAN VOTE
DUKUNGAN TEMAN-TEMAN SEMUA SANGAT BERHARGA.....LOVE YOU ALL.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Kasih Bonda
next Thor semangat .
2025-06-21
0