Langit menghitam tanpa bintang.
Kabut liar bergulung dari tanah, seolah bumi sendiri ingin menelan Asanami Kenshi.
Di depan, terbentang hutan lebat yang tak berujung. Pepohonan berakar dalam, batangnya melengkung seperti cakar makhluk purba.
Angin berbisik, membawa aroma busuk dari bangkai-bangkai tersembunyi.
Hutan ini tidak mengenal belas kasihan.
Hanya hukum kuat dan mati.
Tapi Kenshi tak berhenti.
Kain merah di matanya menari dalam hembusan malam.
Ia mendengarkan.
Merasakan getaran tanah.
Mencium darah yang lama mengering di udara.
Satu langkah ke depan, dan dunia menelannya bulat-bulat.
Hutan itu hidup, bernapas dan Memantau.
Kenshi merasakan mata-mata tak terlihat menatapnya dari balik bayang-bayang.
Bukan manusia.
Binatang.
Makhluk-makhluk lapar yang hanya mengenal satu bahasa: berburu atau diburu.
Suatu malam di dalam hutan, Kenshi berhenti di tepi sungai kecil, tubuhnya kaku.
Ada sesuatu yang bergerak di air.
Bukan ikan, bukan reptil. Struktur tubuhnya rendah, bersisik dan hewan tersebut sedang kelaparan.
Seekor serigala rawa, makhluk ganas berkulit setebal baja dan gigi seperti pisau patah.
Kenshi mendengarnya mengendus, mendekat pelan, air bergemericik di sekitar cakarnya.
Dengan satu gerakan lambat, Kenshi mencabut katana.
Bau binatang itu semakin dekat.
Napas panasnya terasa di kulit Kenshi.
Dalam satu detik, serigala rawa menerkam, rahangnya menganga lebar.
Kenshi melangkah ke samping, menghindar dengan gerakan halus seperti asap.
Katana-nya menari. Satu tebasan memotong udara.
Serigala itu mendarat dengan tubuh terbelah dari leher hingga perut.
Darah hangat menyembur seperti hujan merah.
Tubuh binatang itu terjatuh, menggeliat untuk sesaat, lalu diam.
Kenshi menunduk, menyentuh tanah, mendengarkan kembali.
Bukan satu, ada lebih banyak lagi serigala disekitar situ.
Sepuluh menit kemudian, Kenshi bertarung dalam kegelapan.
Serigala-serigala lainnya, tertarik oleh bau darah, menyerbu.
Gigi bertabrakan.
Cakar menggaruk tanah.
Teriakan hewan liar bercampur dentingan baja.
Kenshi bergerak seperti badai tak terlihat.
Katana Kenshi memotong, menusuk, membelah.
Setiap ayunan membawa kematian.
Tangannya berdarah.
Tubuhnya penuh luka kecil.
Namun langkahnya tetap stabil.
Satu demi satu, tubuh-tubuh binatang bertumpuk di sekitarnya.
Tanah berubah menjadi lumpur darah.
Hingga akhirnya, hutan kembali hening.
Kenshi berdiri di tengah pembantaian itu, napasnya tenang.
Katana-nya, makhluk lapar sendiri, berkilat dalam rembulan pucat.
Beberapa jam setelah pertempuran itu, Kenshi berjalan lagi.
Lambat.
Tiap langkah berat, seolah bumi sendiri mencoba menariknya kembali ke perutnya.
Namun dalam jiwanya, sesuatu membakar lebih panas daripada kelelahan.
Balas dendam.
Setiap langkah menuju Kota Sakura adalah langkah menuju akhir para pengkhianat.
Dan ia tidak akan berhenti sebelum pedangnya mencicipi darah mereka semua.
Malam berikutnya.
Hujan turun tanpa ampun.
Dingin.
Tajam.
Kenshi berlindung di bawah pohon raksasa, tubuhnya basah kuyup.
Dalam kegelapan, pikirannya berkelana.
Ia mengingat saat terakhirnya bersama keluarganya.
Tawa adiknya.
Wajah ayahnya yang keras namun penuh kasih.
Semuanya direnggut...
Karena pengkhianatan.
Genggaman Kenshi pada pedang mengeras.
Ia bersumpah, bahkan jika bumi runtuh, bahkan jika langit membakar, ia akan menyeret para pengkhianat ke neraka bersamanya.
Di kejauhan, terdengar suara aneh.
Benturan logam serta teriakan yang samar.
Sebuah pertanda, Manusia.
Mungkin pemburu.
Mungkin gerombolan.
Mungkin warga dari kota sakura.
Mungkin... orang-orang dari Takeda.
Dengan tubuh berat dan luka yang belum sembuh, Kenshi perlahan berdiri, siap mengarahkan pedangnya ke segala yang berani menghalanginya.
Perjalanan menuju Sakura masih jauh dan baru saja dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments