Bau darah masih menggantung di udara Desa Kagaru.
Asanami Kenshi berdiri di tengah jalanan berbatu, pedangnya menghitam oleh darah Hirata.
Namun hatinya belum cukup puas.
Hirata hanya satu dari sekian nama.
Kenshi tahu: jika ia ingin menghancurkan akar pengkhianatan, ia harus tahu lebih banyak.
Mata-mata tertutup kain merah itu berputar perlahan, mendengarkan setiap detak jantung di sekitarnya.
Orang-orang bersembunyi, berdoa, menahan napas, tapi ketakutan manusia lebih keras dari suara genderang perang.
Ada satu... di rumah kecil itu.
Kenshi berjalan mendekat.
Lambat.
Mengintimidasi.
Tanpa mengetuk, ia menendang pintu kayu hingga berderak terbuka.
Di dalam, seorang lelaki paruh baya, kurus, pakaian compang-camping, menggigil ketakutan.
"W-wa... wahai samurai-sama... aku hanya petani..." suaranya pecah.
Kenshi diam.
Langkahnya berat, bergema dalam ruangan kecil itu.
"Aku tidak butuh petani," gumam Kenshi.
Satu tangan keras menarik lelaki itu dari lantai, membantingnya ke dinding.
"Genzou sudah mati," bisik Kenshi, kain merah di matanya seolah menatap lurus ke dalam jiwa lelaki itu.
"Berapa banyak lagi yang harus mati sebelum lidahmu bergerak?"
Petani itu merintih.
Tangan Kenshi perlahan menekan bahunya, tulangnya berderak.
Rintihan berubah menjadi jeritan.
"Ada... ada kabar, tuan!" lelaki itu berteriak ketakutan.
"S-s-semuanya... semua pengkhianat... mereka dibawa ke Kota Sakura... di bawah perlindungan Shichijin-sama!"
Kenshi mempererat cengkeramannya.
"Shichijin? apa itu... apa kau berbohong padaku?"
"T-tidak! Aku bersumpah! Kota Sakura! Kota di utara sungai besar! Shichijin-sama menguasainya!"
Kenshi mendengarkan napas ketakutan itu, merasakan denyut ketulusan bercampur teror.
"Shichijin...? apa itu dan siapa mereka?" ucap Kenshi sembari menarik kerah petani tersebut.
Dengan tangan yang gemetar, petani tersebut menjawab pertanyaan Kenshi dengan rasa takut."Shichijinsū... mereka 7 pendekar pedang terhebat yang baru-baru ini diakui oleh negara. Kota Sakura sekarang telah dipimpin oleh Shichijin, seingatku namanya Gairyū-sama."
"Gairyū...? siapa dia? aku tidak pernah mendengar nama samurai seperti itu." balasnya dengan kebingungan.
Petani itu semakin ketakutan dan ia memberi tahu semua yang ia ketahui. "Shichijin-sama, mereka merupakan organisasi yang berisikan tujuh pendekar pedang terhebat. Masing-masing dari mereka memiliki nama samaran, seperti Gairyū, itu merupakan nama samaran yang diberikan langsung oleh Shogun-sama."
"Baiklah, apakah kau tahu nama klan dari Gairyū itu?"
"Aku pernah mendengarnya, nama klan dari Shichijin-sama itu adalah Takeda."
"Takeda...? baiklah, terima kasih."
Perlahan, ia melepaskan genggamannya.
Lelaki itu terjatuh ke lantai, terisak seperti binatang yang hampir disembelih.
Tanpa berkata apa-apa, Kenshi berbalik, meninggalkan rumah itu.
Malam mulai turun.
Bulan setengah mengintip dari balik kabut.
Kenshi berdiri di luar desa, menghadap utara. Jauh... sangat jauh, di balik hutan, sungai, dan gunung, tersembunyi Kota Sakura, sarang para pengkhianat.
Angin malam berdesir, membawa aroma tanah, daun basah, dan darah.
Bagi orang biasa, angin itu hanya dingin.
Bagi Kenshi, itu adalah bimbingan.
Suara dedaunan.
Desahan sungai di kejauhan.
Semua itu membentuk peta di benaknya yang buta.
Kenshi mengangkat wajahnya ke langit, merasakan arah dunia.
"Di mana kau bersembunyi," bisiknya pada malam.
Katana di pinggangnya terasa berat, seperti haus akan darah lagi.
uuuu
Perjalanan akan panjang.
Perjalanan akan penuh darah.
Tapi Kenshi tidak gentar. Ia adalah pedang yang tidak melihat, hanya menebas.
Langkah pertamanya ke utara terdengar seperti dentuman genderang kematian.
Malam pertama.
Kenshi berjalan sendirian di jalur hutan lebat.
Setiap suara, setiap getaran tanah, ia serap dengan kesadaran penuh.
Tiba-tiba, Suara patahan ranting.
Bukan binatang.
Manusia.
"Dua. Tidak, tiga"
Pencuri jalanan.
Bau minyak dan keringat mereka menyebar di udara.
Mereka mengira Kenshi mangsa empuk.
Mereka salah.
"Berhenti di situ, orang tua buta!" bentak salah satu pencuri, suaranya kasar.
Kenshi hanya memiringkan kepala.
Mereka mendekat.
Satu mengayunkan tongkat.
Dengan gerakan secepat kilat, Kenshi mencabut katana.
Kilatan baja mengiris malam.
Dalam sekejap, suara teriakan pecah, salah satu pencuri jatuh dengan tenggorokan terbuka.
Dua lainnya membeku.
Mereka tidak mengerti, bagaimana seorang buta bisa membunuh lebih cepat daripada mata mereka bisa melihat?
Tetapi, semua itu sudah terlambat.
Kenshi bergerak lagi.
Langkah kakinya ringan seperti bayangan, ayunan pedangnya mematikan.
Darah menyiram tanah.
Tiga mayat jatuh membusuk di bawah sinar bulan.
Kenshi membersihkan katana di baju salah satu korban.
Ini baru malam pertama.
Menuju Sakura, bumi akan diwarnai warna merah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments