Perempuan dari Masa Lalu

Hari Minggu membawa cuaca mendung di Desa Rengganis. Awan menggantung rendah, seolah menyimpan rahasia yang belum waktunya diturunkan. Ayla duduk di beranda, memegang secangkir teh hangat. Di sampingnya, boneka kayu kecil dari Arhan. Sejak ia datang, benda itu menjadi simbol kecil ketenangan yang tumbuh.
Namun pagi itu tak selamanya tenang.
Suara motor terdengar dari kejauhan, lalu berhenti di depan rumah tetangga Arhan Alva mengintip dari sela pagar. Seorang perempuan turun dari motor, mengenakan mantel panjang krem dan kacamata hitam. Rambutnya terikat rapi, dan gerak-geriknya menunjukkan bahwa ia bukan orang desa.
Ia membawa koper, dan disambut oleh Bu Darmi—ibu Arhan. Beberapa warga sekitar mengamati, tapi tak ada yang bicara banyak. Hanya bisik-bisik ringan yang terbang di udara.
Alvaa tak bermaksud menguping, tapi telinganya menangkap sepatah kata: “Bella pulang…” Nama itu melayang-layang di kepalanya sepanjang hari.
Senin pagi, Alva masuk kelas seperti biasa. Tapi suasana kelas terasa sedikit berbeda—lebih gelisah. Anak-anak berbisik-bisik..
anak-anak
anak-anak
Tamu cantik yang datang ke rumah Darra.
Darra tidak hadir.
Ketika jam pulang tiba, Alva memberanikan diri mampir ke rumah Arhan. Ia membawa buah tangan kecil: kue lapis buatan Bu Lestari, alasan sederhana untuk mengetuk pintu.
Bu Darmi yang membukakan pintu. Wajahnya ramah, seperti biasa.
But Darmi
But Darmi
Oh, Bu Ayla... masuk, nak. Arhan sedang di bengkel belakang, tapi..
Bella
Bella
Bu, siapa tamunya?
Seorang perempuan keluar dari ruang tamu, mengenakan blus putih dan jeans rapi. Alva berdiri kaku sejenak. Perempuan itu punya aura berbeda—anggun tapi tajam. Tatapannya langsung mengarah pada Alva, cepat menilai.
Bella
Bella
Aku Bella. Kamu pasti guru baru itu?
Alva
Alva
Iya, Alva. Saya mengajar di SD Rengganis.
Bella
Bella
Terima kasih sudah menjaga Darra selama aku... tak ada.
Alva
Alva
Darra anak yang luar biasa.
Alva
Alva
Dia juga putri dari seseorang yang luar biasa,...
Bella
Bella
Arhan
Suasana berubah. Alva merasa seperti tamu tak diundang di tengah ruang milik orang lain. Ia berpamitan secepat mungkin. Tapi saat ia berbalik, di ujung jalan, ia melihat Arhan berdiri.
Wajahnya terlihat lelah, dan untuk pertama kalinya, tatapan itu tak lagi hangat.
Malam itu, Alva duduk lama di depan jendela. Hatinya tidak marah, hanya... kecewa. Ia sadar, bukan tempatnya untuk merasa terluka. Tapi kenyataan bahwa kehadirannya tiba-tiba terasa tak diinginkan membuatnya merasa asing di desa yang baru ia cintai.
NovelToon
Ia menulis di buku catatannya
Alva
Alva
Kadang, yang paling menyakitkan bukan kehilangan... tapi saat kita tahu kita bukan satu-satunya yang pernah dimiliki.
Di luar, hujan mulai turun. Perlahan dan pelan. Tapi cukup untuk membuat hati Alva terasa semakin dingin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!