+-+-+-+-+-
Pagi yang cerah di salah satu gedung apartemen mewah yang menjulang tinggi di pusat kota.
Cody baru selesai dari kamar mandi saat mendengar ponselnya bergetar di atas meja.
"Drrzzzzt drzzztttt!"
Pukul tujuh pagi, harusnya ia tidak ada kelas hari itu tapi kesibukan barunya sebagai photographer magang di kepolisian pusat membuat ia rajin bangun pagi.
"Hallo"
Hervant di balik telepon, ia yang lebih rajin bangun pagi karena sudah bekerja sebagai kolumnis di salah satu media online terkenal. Sambil mengapit ponsel antara telinga dan pundaknya Cody mengenakan jam tangan baru pemberian terkasih dari Riana di ulangtahunnya yang kedua puluh bulan lalu.
"Hari ini tidak ada kuliah tapi tadi subuh Rio memberitahu kalau ada jenazah baru ditemukan di lapangan rumput, aku mau ke sana sekarang, emm belum begitu lama, sepertinya baru beberapa jam yang lalu, karena team forensik ganti shift jadi harus menunggu sebentar, yah nanti sore aku mampir yah, okay bye Her"
Cody mengenakan kemeja putihnya lengkap dengan celana bahan berwarna khaki yang cocok untuk tugasnya hari itu, saat menuju ke pintu keluar kamar tiba-tiba dengung di telinganya sangat keras.
"Ach" tidak hanya sekali, ia sudah sering mengalaminya namun kali itu membuatnya hampir terhuyung jatuh, Cody berpegangan pada handle kursi dan duduk perlahan, entah karena belum sarapan pagi atau karena akhir-akhir ini kemampuannya melihat penampakan dan berkomunikasi dengan kematian semakin kuat, ia bahkan bisa mendengar suara yang ditinggalkan oleh jenazah walau arwahnya tidak muncul di depannya.
Dikumpulkan energinya dan berdiri kembali, tepat saat ponsel di saku celananya kembali bergetar.
"Yah Rio" kepalanya sakit luar biasa, dikeluarkan botol suplemen penambah darah dari dalam tasnya, yang seperti biasa tentunya disediakan oleh Riana, mungkin anemianya kambuh.
"Yah aku ke sana sebentar lagi, ini sudah siap, iyah maaf begitu saja marah-marah sich, belum sarapan yah? Tidak ada McD di arah ke sana" masih dengan ponsel di telinganya Cody keluar dari apartemennya dan menuju ke Lift, tas yang dibawanya cukup besar hingga harus menggesernya saat masuk.
"Burger? Bubur? Apa donk? Kau ini sedang melihat mayat masih saja pikirkan soal makanan, nanti lihat di jalan ketemu apa yah, donut mau?"
*-*-*-**-*-*-*-*
Tak lama Di TKP yang letaknya agak jauh di luar kota.
Hujan baru berhenti dan masih meninggalkan genangan cukup banyak di lapangan rumput di area yang cukup jauh dari pemukiman warga.
Air sisa hujan masih sesekali menetes turun dari atap yang mulai berkarat, menetes ke permukaan seng dan benda usang lainnya di bawah hingga menimbulkan suara yang cukup keras, angin dingin bahkan masih berkumpul dan belum mau beranjak dari posisinya, suaranya samar terdeengar di sela-sela gedung dan pepohonan serta tanaman liar di sekitarnya.
Seperti biasa sudah ada beberapa kendaraan polisi dari team forensik pusat merapat dan menutup perimeter untuk melakukan penyelidikan atas kasus terbaru mereka, garis kuning bertuliskan polisi membentang menutup akses umum agar bukti di lokasi tidak tercemar.
Mereka bergerak cepat, baru saja subuh tadi ada yang melaporkan soal penemuan sosok menyerupai manekin telungkup di tengah lapangan, yang setelah didekati ternyata adalah sosok jenazah pria dewasa.
Shutter dan pendar lampu kamera memenuhi set.
Cody baru berdiri dari jongkoknya selesai mengambil photo jarak dekat, wajah pria itu putih pucat karena terendam air hujan dingin, hampir tidak dikenali lagi bentuknya, tapi dari pakaiannya sepertinya ia adalah salah seorang karyawan di bengkel automotif.
Bukan pemandangan yang menyenangkan bagi siapapun juga, wajah pria itu terlihat sangat dingin dengan mata membelalak lebar seolah menyaksikan sendiri bagaimana nyawanya melayang dengan cara mengerikan, sekujur pakaiannya terkoyak di beberapa tempat namun karena air hujan yang menggenang membuat luka menganga itu kehabisan darah dan hanya terlihat seperti potongan daging lainnya, hal yang bagi Cody adalah pemandangan umum lainnya, yang sering datang dan pergi tanpa bisa ia kendalikan, para arwah terikat yang masih berada di sekitarnya, beberapa mungkin jauh lebih parah daripada yang bisa dibayangkan orang lain sebelumnya.
Seorang pria muda mendekat.
Rio Sanders pria muda keren dari team forensik kepolisian yang usianya beberapa tahun di atas Cody, ia mendekat.
"Bagaimana? Sudah dapat yang kita butuhkan?" Tanyanya.
Cody mengangguk,
"emm, kurang lebih, tapi dalam kondisi hujan seperti ini semua bukti sepertinya akan semakin sulit dicari yah, jadi aku cuma bisa photo seadanya saja" ujar Cody masih fokus dengan kameranya.
Rio tersenyum, ia mengelus dagunya sambil melihat Cody lama, ia baru mengenal Cody dua bulan tapi entah kenapa pemuda itu memang sangat menarik perhatiannya, selain sangat jeli sepertinya ia juga tidak ada perasaan takut atau apapun saat melihat tubuh-tubuh tak bernyawa yang sering diphotonya, tidak seperti beberapa photographer magang lainnya yang tidak tahan dan cepat sekali berlalu.
"Kau ini, yang detektif di sini itu siapa, jangan coba mengambil pekerjaanku yah?"
Cody menyangkutkan kembali kamera ke pundaknya, namun gerakannya berhenti saat melihat sesuatu agak jauh di salah satu bangunan di antara bangunan lainnya, satu komplek pergudangan yang dulunya adalah perusahaan penggilingan tepung. Ia yakin sosok itu melihat ke arahnya lurus dan menghilang di balik salah satu gudang.
Asap hitam baru melayang pergi seiring bayangan yang sudah menghilang dari pandangannya.
"Ayo Cod, kita sarapan, kau tidak membelikanku apapun, aku sudah lapar nich" ajak Rio menepuk tangan Cody.
Namun Cody belum mau beranjak, ia menunjuk ke arah gudang tak jauh di depan mereka.
"Apa, kalian sudah coba periksa gudang itu?"
Rio mengerutkan matanya.
"Emm, belum, memangnya di sana ada apa? Kita bahkan belum selesai memeriksa daerah yang di sini"
Cody masih berdiri di tempatnya, ia tak mau beranjak walau Rio menarik tangannya, seperti biasa ia merasa sesuatu memanggilnya ke sana, suara gumaman yang seolah menjadi hal biasa baginya.
Rio menarik nafas, mata Cody sangat serius seperti biasanya.
"Heh, ayo kita lihat! kau ini selalu aneh-aneh, tapi kalau aku tidak mendengarkanmu aku pasti akan menyesal"
Tak lama Rio dan beberapa petugas forensik sudah berdiri di depan pintu gudang yang dimaksud Cody.
Suara beberapa benda usang yang dihempas angin bertemu satu sama lain, tak ada suara lain di sana, gerakan kaki di permukaan lantai yang tertutup debu bercampur sisa tepung kontan berhenti, meninggalkan jejak-jejak nyata yang tampak sangat jelas.
Cody dan lainnya terdiam di depan pintu, terlebih Rio, gudang kecil yang menjadi sub gudang di antara gudang besar lainnya, di dalamnya tersisa beberapa barang tak terpakai, pemilik gudang bahkan tak ingin lagi repot meliriknya karena terlalu usangnya.
Rio menelan ludahnya bulat, sebuah kursi besi yang sudah berkarat diletakkan di tengah ruangan, masih ada sisa tali tambang dipegangannya, tetesan darah di kursi dan lantai yang juga sedikit terciprat ke dinding, seperti tempat pembantaian korban karena kondisinya yang mengerikan.
"Heh, aku benci saat kau selalu benar Cod"
Rio menoleh pada Cody yang ada di sampingnya, minim ekspresi seperti biasanya, pemuda itu memang ajaib, ia bahkan tidak bergeming sekalipun.
Cody melihat, bayangan tadi sudah menghilang saat masuk ke gudang itu, hanya ada kalimat terakhir yang didengarnya sebelum sosok itu benar-benar menghilang.
"Tinggalkan aku"
Semua semakin membingungkan, kenapa bayangan itu tidak muncul di hadapannya seperti yang lainnya, kenapa hanya meninggalkan sebuah kalimat yang tidak diketahui apa artinya.
"Heh" kepalanya semakin pening rasanya.
+-+-+-+-+-+-
Body In The Rain
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Hanachi
ternyata peran cenayang juga diperlukan di kepolisian ya. asal cenayang beneran saja seperti cody. bukan yang kaleng kaleng 😄😄
2023-01-03
2
Anonymous
ini keren aseli
2021-09-14
0
ZILPA CULES
Hmmm
2021-05-14
0