Tidak ada bayangan..
Cody tertegun diam di depan cermin besar kamar mandinya, ia tidak melihat bayangannya di sana, apa mungkin kini ia sedang bermimpi? Ditundukkan kepalanya, suara dengung itu terdengar jelas kembali di telinganya.
"Ngguungg!"
Sangat menyakitkan hingga kepalanya seakan mau pecah karenanya, perlahan diangkat kepalanya kembali, dan itu dia, bayangannya muncul kembali di cermin, ia kembali.
"Heh" dibasuh wajahnya dengan air hangat yang mengucur keluar, mungkin ia harus memeriksakan dirinya kembali, akhir-akhir ini karena terlalu banyak melihat penampakan hingga kenyataan dan ilusi semua seperti menyatu dalam kehidupannya sehari-hari, sebelumnya tidak pernah seperti ini, walau sebanyak apapun arwah yang datang padanya ia akan selalu fokus, tapi entah kenapa sekarang perlahan ia mulai kehilangan dirinya, ia mulai mendengar suara aneh yang tidak seharusnya ada, dan itu semakin menjadi.
^^^Ada jiwa yang terikat.^^^
^^^Jiwa yang baru saja keluar dari tubuhnya sesaat setelah kematian itu datang.^^^
^^^Biasanya akan ada malaikat penjemput yang kerap berkeliling menuntun jiwa yang tersesat kembali meneruskan perjalanannya, ada yang ikut, dan ada yang tidak.^^^
^^^Beberapa yang memutuskan tidak ikut akan tertinggal dan menjadi arwah gentayangan, jiwa penasaran yang masih terikat duniawi hingga ia akan terus berkeliling hingga semua urusannya selesai, dan akhirnya pergi mengikuti malaikat penjemput yang masih menunggunya.^^^
*-*-*-*-*-*
Charlie melirik Cody duduk dengan wajah tidak bersemangat di depannya, mengamati pemuda yang sudah seperti adiknya itu seksama, bahkan suara pasien dan pengunjung yang berlalu lalang di lantai umum rumah sakit pusat tidak membuatnya terganggu, pikirannya melayang entah ke mana.
"Apa yang kau pikirkan Cod? tidak ada masalah pada dirimu kau hanya kurang istirahat, lihat bawah matamu hitam begitu, kau kurang tidur karena kebanyakan urusan, kuliah, kerja, pekerjaanmu juga bukan yang bisa libur sabtu minggu, wajar kalau kau jadi kurang fokus"
Cody menurunkan lengan kemejanya, melihat Charlie, dokter muda yang dulu adalah tetangganya waktu kecil, seperti sudah ratusan tahun mengenalnya.
"Apa, aku mungkin sudah menganggu mereka yah Char? Tapi aku juga tidak mungkin tidak menghiraukan mereka saat ada yang minta bantuan khan?"
"Yah kurangin pekerjaanmu kalau begitu"
Cody menegakkan duduknya.
"Mana bisa begitu Char, aku sudah menandatangani kontraknya, lagipula pekerjaannya sebenarnya menyenangkan"
"Yah menyenangkan, sampai aku dengar dari Hervant bahkan hari sabtu minggu kau masih harus tiba-tiba pergi saat dipanggil tugas, kau ini warga sipil Cod, tidak usah terlalu ikut campur urusan polisi, kalau opamu tahu beliau bisa marah besar"
Charlie berdiri dari duduknya "Aku masih ada pasien lain, tolong duduk di kursi tunggu yah, dan ambil suplemenmu di apotek, jangan lupa"
Cody melirik Charlie tajam, walau dokter muda itu sudah seperti kakaknya tapi dia memang sedikit kejam padanya, ia bahkan baru duduk sebentar, dokter magang yang sok menjadi dokter, gerutu Cody.
"Kau ini"
Charlie melambaikan tangannya pada perawat jaga.
"Pasien berikutnya!"
*-*-*-**-*-*
Di salah satu cafe tak jauh dari rumah sakit.
Hervant meneguk kopinya sedikit, suasana cafe siang itu terbilang cukup sepi, udara panas di luar sana mempengaruhi hingga ke dalam walau nyala pendingin ruangan sudah maksimal.
Pemuda itu melirik pada Cody yang hanya duduk diam menatap cangkir kopinya.
"Woi, melamun saja, pikirin apa?"
Cody mengangkat wajahnya.
"Tidak, siapa yang melamun"
Hervant sudah kenal baik dengan Cody, bahkan tahu kalau sahabatnya itu ada masalah walau ia tidak pernah membicarakannya.
"Okay, besok Riana kembali, kau sudah kangen khan?"
Cody menyeringai.
"He, siapa, berapa hari ini tenang tidak ada Riana, bebas merdeka, kalau dia balik malah maunya nempel terus, ini tidak boleh itu tidak boleh, ini tidak bagus itu bagus"
"Yah tapi kau suka khan diperhatikan begitu, sudah biasa khan?"
Cody mengangkat cangkir kopinya, diletakkan kembali saat merasa migrainnya kembali menyerang tiba-tiba.
"Duuh"
Tak lama dari arah pintu masuk beberapa orang dengan jubah dokter, suara mereka yang keras membuat cafe yang tadinya tenang ramai seketika.
"Hahaha dokter Yunita memang hebat, beliau ini bahkan bisa membuat seorang pejabat seperti itu diam, kalau tidak masalah bisa lebih besar" seorang dokter bertubuh agak gempal duduk duluan, diikuti oleh seorang wanita sebaya yang dipanggil dokter Yunita dan dua dokter sebaya lainnya.
"Hahaha kebetulan saja saya bisa tahu sedikit rahasianya pak, bukan masalah besar"
Hervant meraih tas kecilnya, ia dan Cody harus kembali ke kampus karena ada kuliah setelah jam makan siang.
"Ayo, nanti kalau telat pak Hadi bisa pidato lama lagi, beliau tidak suka melihat orang telat"
Cody ikut berdiri.
Keduanya berjalan ke arah pintu keluar, tepat saat wanita yang disebut sebagai dokter Yunita berdiri dari duduknya. Sejenak ia dan Cody bertemu di tengah jalan.
"Eh maaf" dokter Yunita hendak memberi jalan pada Cody, namun Cody justru mematung di posisinya, pandangan matanya kosong,
"Cod" Hervant berusaha menarik Cody, namun pemuda itu hanya diam saja di tempatnya, justru perlahan menoleh pada dokter wanita yang menatapnya bingung.
"Eh silahkan"
Tanpa bisa ia hindari Cody menahan tangan dokter itu erat, pandangan matanya kosong,
"Cody apa yang kau lakukan, ayo kita keluar?"
Tak ingin memicu keributan tapi sikap Cody memang aneh, ia menahan pergelangan tangan dokter Yunita erat hingga menyakitinya, rekan-rekan dokternya sampai berdiri mendekat.
Cody tidak bergeming, tatapan matanya yang kosong membuat dokter itu gentar, seakan pemuda itu sangat mengenalnya.
"Cody!" seru Hervant.
Cody menatap dokter Yunita, mendekatkan kepalanya dan membisikkan sesuatu di telinganya, dokter itu hanya berdiri di tempatnya mematung, setelahnya Cody pun jatuh lunglai.
"Cody!" Hervant sigap menahan tubuh Cody yang tiba-tiba tak sadarkan diri, seisi cafe memperhatikan mereka. Dokter Yunita masih berdiri diam, pegangan pemuda itu tadi begitu erat hingga menyakitinya dan meninggalkan bekas merah di pergelangan tangannya, walau bukan itu yang membuat dirinya membeku di tempatnya, sebuah kalimat yang dibisikkan pemuda asing itu membuat kakinya lemas, ia hampir jatuh.
"Cody"
Hervant menepuk-nepuk pipi Cody berusaha menyadarkannya.
"Cody, Cody!"
*-*-*-*-*-*-*-
Ruang dokter konsultan sepi, tidak ada suara lain dalam ruangan selain detak jarum jam dinding yang terpasang di atas lemari, dokter Yunita duduk di kursinya tak bergerak, dua tangannya sedikit gemetar, berkeringat walau angin dari pendingin ruangan terus menderu.
Sejenak tangannya ragu di atas telepon, menariknya kembali dan meremasnya, menggigit kukunya, mendekati gagang telepon kembali, beberapa kali ia mengulangi hal yang sama.
Ia gelisah, terlihat dari matanya yang membelalak lebar, bisikan pemuda yang baru pertama kali bertemu dengannya bisa membuat ia gentar demikian,
"Aku tahu, apa yang kau lakukan dua tahun lalu, aku kembali untukmu, Sharon"
Ucapan Cody, pemuda yang bahkan tidak ia kenal bisa membuatnya takut.
Tangannya bergerak kembali ke arah gagang telepon, hingga dengan cepat menekan nomor dengan jarinya yang sedikit gemetar.
"Selamat malam pak, ma maaf, tapi, eh apa anda ada waktu bertemu? Heh ini, sudah lama, tapi, aku merasa, ada yang tahu, soal kejadian waktu itu, heh, aku tidak bercanda"
*-*-*-**-*-*-*
Riana menatap Cody lama, ia sudah seminggu tidak melihat Cody dan rasa rindunya mungkin sudah memuncak, tapi melihat kondisi Cody saat itu malah membuatnya tidak senang.
"Apa Ri?" Tanya Cody risih, Riana meraih tangan Cody, Cody sudah terbiasa dengan sentuhan Riana bahkan ia tidak aneh lagi kalau gadis manis itu memang senang menempel padanya, ia capek mencegahnya.
"Kau ini, baru ditinggal seminggu sudah kurus begini, bagaimana kalau sebulan, setahun"
Hervant yang berdiri di depan pintu kamar menghentikan langkahnya, ia agak panik saat Cody pingsan tadi siang hingga mereka harus ijin kuliah siang itu. Untungnya hanya masalah kecil, Ia mendekat masuk.
"Tidak apa-apa Ri, kata Charlie Cody ini hanya kurang gizi, istirahat semalam juga sudah balik sempurna lagi"
Cody menarik tangannya dari Riana yang melihatnya seperti ia akan mati saja, pikirnya.
"Makanya jangan pergi-pergi, salah siapa aku kurus begini?" gerutu Cody, sejenak Riana yang masih memasang wajah kesal lalu merubah ekspresinya, ia terharu mendengar ucapan Cody tadi padanya, itu artinya secara tidak langsung Cody tidak ingin ia pergi jauh-jauh, ditarik kembali tangan Cody.
"Yah sudah, aku akan nempel sama Cody seperti permen karet, pokoknya tidak akan biarkan Cody kekurangan gizi lagi"
Cody mulai risih lagi karena Riana terus menempel padanya kembali.
"Ichh Ri jangan berlebihan begitu ach, Charlie itu juga sok tahu, apanya yang kekurangan gizi, memangnya aku anak kecil, dia itu cuma dokter magang hasil diagnosisnya tidak ada yang benar, ngapain lagi mencarinya, Her lain kali cari dokter beneran donk"
Hervant tertawa kecil,
"Hahahaha, dia khan yang paling mencemaskanmu Cod, tidak mungkin asal khan"
"Siapa yang bilang? dia itu yang paling jahil Her"
"Hahaha" tawa Hervant puas.
+-+-+-+-+-+-+-+-
Shadow.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Aqua_Chan
bagus ini , semangat ya
2022-10-27
0
Linda Nurpadilah
novel nya baguuuuusss
2021-05-11
0