Tanpa Reaksi

Cahaya pagi yang hangat menembus jendela kontrakan, memantul di dinding kusam dan menyorot wajah Revan yang masih setengah sadar. Ia mengerjapkan mata perlahan dengan kepala terasa berat, pikirannya masih kabur akibat sisa mabuk semalam.

Dengan gerakan lamban, Revan mencoba bangkit. Namun tubuhnya tertahan oleh sesuatu yang hangat dan lembut melingkari pinggangnya. Ia menunduk dengan cepat dan seketika kesadarannya kembali penuh. Seorang wanita sedang memeluknya dalam tidur, itu adalah wanita mabuk yang ia bawa pulang semalam.

Lengannya yang halus seperti kelopak teratai, memeluk pinggang Revan dengan erat. Di bawah selimut tipis, dada wanita itu menempel di pahanya dan memberi sensasi lembut seperti beludru yang membuat napasnya tertahan. Paha putih dan lentur wanita itu melingkari bagian bawah tubuh Revan, memperlihatkan sedikit siluet lekuk pinggulnya yang menggoda. Samar-samar, Revan bisa melihat bekas-bekas kemesraan semalam masih tertinggal di sana.

Sangat serasi dengan wanita yang terlelap pulas itu, wajah polos dan sangat cantik yang membuat Revan tak bisa menahan diri untuk merenung. Di antara semua wanita yang pernah ditemui seumur hidupnya, wanita ini masuk dalam tiga besar.

Tepat saat Revan mengagumi sosok wanita bagaikan mahakarya surga ini, dari sudut matanya tiba-tiba melihat di ujung tempat tidur, ada noda darah merah kering di sprei!

Jantung Revan berdebar kencang sambil mengernyitkan dahi, menatap wanita di depannya yang masih tampak tenang dan acuh tak acuh. Ekspresi wajah Revan menunjukkan sedikit keterkejutan, darah yang menodai sprei itu jelas bukan miliknya. Satu hal yang paling mengejutkan dan tak pernah diduga, wanita cantik yang semalam ia bawa pulang ternyata masih perawan, meskipun terlihat begitu liar dan gila.

Banyak hal memang baru terasa masuk akal, setelah semuanya terjadi. Revan mulai menyadari, sangat mungkin si botak kemarin telah memberinya obat. Jika bukan karena ia berhasil membuat kelompok itu gentar entah karena aura, keberanian, atau kebetulan lainnya, wanita berambut hitam legam ini mungkin sudah menjadi korban mereka.

Revan juga baru sadar, betapa dirinya benar-benar kehilangan kewaspadaan akibat terlalu banyak minum. Bahkan setelah bangun di tempat tidur, ia belum juga menyadari kejanggalan yang terjadi.

Tepat saat Revan duduk di tempat tidur memikirkan bagaimana menghadapi situasi ini, wanita itu akhirnya terbangun. Setelah wanita itu membuka mata dengan bingung, ia sedikit mengangkat kepalanya dan melihat Revan dengan tenang menatapnya.

Pria yang berdiri di depannya sangat asing, namun juga terasa akrab. Di hidungnya tercium bau tubuh pria yang pekat dan sesuatu yang lain. Ia berusaha keras memikirkan apa yang terjadi, adegan-adegan terputus-putus dari semalam muncul dalam benaknya. Wanita itu akhirnya dengan cepat mengerti bagaimana semuanya bisa terjadi.

Setelah Revan mengetahui wanita itu bukan seorang pekerja seks komersial, reaksi apa yang akan ditunjukkan wanita ini. Berteriak? Memukul dan memakinya? Memanggil polisi? Atau bahkan memeras? Jika itu yang terjadi, wanita itu boleh melakukan sesukanya dan Revan tidak akan keberatan sedikit pun. Jika bukan karenanya, wanita ini pasti sudah menjadi pelampiasan bagi sekelompok pria. Jika harus menyalahkan, ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena tidak berhati-hati karena salah masuk sarang serigala.

Namun reaksi wanita itu sangat tenang, ia duduk tegak dengan santai. Di bawah sinar matahari yang redup, ia keluar dari selimut dengan menampakkan sosok seksinya yang seperti patung giok putih. Serangan visual itu membuat napas Revan menjadi dalam dan berat.

Di tubuhnya bahkan ada bekas ciuman, bekas merah pukulan dan bahkan beberapa sisa lengket dari seorang pria yang bisa membuat imajinasi seseorang menjadi liar.

Wanita itu turun dari tempat tidur tanpa sedikit pun merasa canggung, bahkan bagian pribadinya terlihat dengan jelas.

Tapi justru ketidakpedulian dan ketenangan inilah yang membuat Revan merasa tercekik di dalam hatinya. Ia menarik napas dalam-dalam lalu berkata, "Aku minta maaf."

Saat wanita itu sedang berbalik untuk mengenakan pakaian dalamnya, mendengar ucapan itu tubuhnya sempat terhenti sejenak. Namun ia tetap diam, tidak menoleh dan melanjutkan mengenakan pakaiannya tanpa sepatah kata pun.

Revan tidak berbicara lagi, namun merasa ada batu yang membebani hatinya hingga membuatnya sulit bernapas. Sudah bertahun-tahun, sejak ia merasa bersalah karena telah melakukan sesuatu dengan seorang wanita.

Dulu perempuan baginya hanyalah pelarian sebagai pemuas sesaat, untuk menutupi luka-luka batin yang tak pernah benar-benar sembuh. Ia tidak pernah memikirkan mereka sebagai pribadi yang utuh, yang punya perasaan dan kehendak sendiri.

Tiba-tiba, seorang wanita yang ia habisi malamnya membuat hatinya merasa bingung dan penuh rasa bersalah. Revan mulai curiga apakah ia terlalu santai dan kepribadiannya mulai melunak.

Tidak sampai lima menit, wanita itu sudah mengenakan pakaiannya kembali dengan rapi. Ia merapikan rambutnya, membetulkan kerah bajunya, memastikan tak ada tanda mencurigakan yang tertinggal di penampilannya. Tanpa sepatah kata, seperti hantu yang datang dan pergi tanpa jejak, ia berjalan perlahan menuju pintu.

Revan melihat wanita itu pergi tanpa sepatah kata pun, jadi ia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kamu tahu jalan pulang? Mau aku antar?"

Kali ini wanita itu bahkan tidak berhenti sama sekali, terus berjalan keluar kamar dan dengan santai menutup pintu.

Revan menatap kosong ke pintu yang tertutup, dan tak bisa menahan diri untuk tertawa getir. Wanita itu baginya adalah yang paling istimewa di antara semua wanita yang pernah ditemui seumur hidup, tidak ada yang bisa menandingi pesonanya.

Ketika Revan hendak turun dari tempat tidur, pendengarannya yang jauh lebih tajam dari manusia pada umumnya menangkap suara lirih. Suara isak tangis pelan, datang dari arah luar pintu kontrakan.

’Ia menangis,’ pikir Revan. Namun wanita itu berusaha sekuat tenaga menyembunyikannya, seolah tidak ingin tangisnya terdengar atau terlihat olehnya. Sayangnya, dia tidak tahu bahwa kemampuan pendengaran Revan melampaui batas wajar manusia. Ia tidak berhasil menyembunyikan luka itu dari telinga Revan.

Ingatan tentang bagaimana wanita itu menahan air mata dengan sekuat tenaga selama waktu mereka bersama, kembali menghantam benaknya. Dan saat itu juga, perasaan bersalah dalam diri Revan kembali membara dalam diam.

***

Setelah membersihkan diri, Revan teringat masih harus membuka lapak sate ayamnya. Meskipun lapak itu tidak menghasilkan banyak uang, ia selalu menikmati berada di tempat yang ramai. Di mana ia bisa melihat orang-orang datang dan pergi, perasaan tenggelam dalam dunia yang selalu berubah.

Setelah mendorong gerobak satenya ke tempat biasa, Pak Rahmat tersenyum ramah begitu melihat Revan mendekat.

“Nak Revan, kamu datang terlambat hari ini. Kemarin ada janji kencan, ya?”

Dalam hati Revan bergumam sinis, ’bukan janji kencan, tapi urusan ranjang.’

Namun, di luar ia hanya menjawab datar, “Nggak ada Pak. Jangan mikir yang aneh-aneh, aku cuma ketiduran.”

Pak Rahmat tertawa puas, lalu berkata, “Anakku Naya, sudah menyelesaikan magang dan akhirnya pulang. Kemarin dia sempat bilang, agar kami selalu mengingat kebaikanmu. Nak Revan, kalau bukan karena bantuanmu, mana mungkin kami bisa membiayai pengobatan istriku. Apalagi mengirim cukup uang untuk Naya selama magangnya yang jauh dari rumah.”

Naya atau nama lengkapnya Naya Arsyila adalah anak semata wayang Pak Rahmat dan istrinya. Ia lahir saat usia mereka sudah cukup lanjut, menjadikannya harta paling berharga dalam hidup mereka. Setelah lulus kuliah, Naya sempat magang selama dua bulan di kota lain sebelum akhirnya kembali pulang.

Revan pernah bertemu dengan gadis itu dua kali, yang termasuk tipe wanita cantik seperti bidadari. Tapi karena Naya adalah putri Pak Rahmat, jadi Revan tidak pernah sekalipun berani memikirkan hal yang macam-macam.

“Haha... Kebaikan apa Pak?” Revan tertawa merendah. “Kalau nanti aku kehabisan uang untuk makan, tinggal minta izin numpang makan di rumah bapak saja itu sudah cukup.”

Pak Rahmat tertawa, lalu mengangguk mantap. “Haha... Nah, kamu ngomong gitu malah jadi ingat. Istriku dan Naya sama-sama bilang ingin mengundangmu makan di rumah sebagai bentuk terima kasih. Bagaimana kalau nanti malam?”

“Wah, enggak usah repot-repot Pak. Keluarga Bapak juga sedang susah, kenapa harus repot mengundangku makan?” Revan menolak dengan sopan.

Tapi pak Rahmat pura-pura cemberut, nadanya dibuat serius. “Memangnya makan itu mahal, ya? Hanya teh manis dan nasi sederhana kok. Nak Revan, kalau kamu menolak datang, itu artinya kamu tidak menghargai keluarga kami.”

Revan akhirnya tidak bisa menolak lagi, Ia tahu betul watak keras kepala pria tua itu dan satu-satunya cara untuk menghormatinya adalah dengan mengangguk setuju.

Melihat itu Pak Rahmat tersenyum lebar, tampak begitu senang dan puas. Namun suasana tenang itu mendadak berubah, beberapa sosok preman muncul kembali di ujung pasar. Bimo bos dari mereka, preman tanggung dengan senyum menyebalkan menatap tajam ke arah Revan dan Pak Rahmat.

Episodes
1 Penjual Sate Ayam
2 Uang untuk Hiburan
3 Sebuah Inisiatif
4 Tanpa Reaksi
5 Hal yang Paling Aku Benci
6 Memicu Amarah
7 Polisi Cantik
8 Teh Hijau
9 Tidak Tahu Malu
10 Noda dalam Hidup
11 Sebagai Tamu
12 Aku Benar-Benar Penjual Sate Ayam!
13 Pernikahan
14 Tempat Tinggal Baru
15 Istriku Wanita Kaya
16 Kedatangan Ayah Mertua
17 Kebo Lebih Lucu Darinya
18 Citra yang Memikat
19 Manusia Secepat Peluru
20 Serigala dan Pasangannya
21 Wanita Penggoda
22 Antara Hidup dan Mati
23 Ancaman Nona Muda
24 Mengantar Makanan
25 Melamar Pekerjaan
26 Pantang Mundur
27 Sentuhan Etnik
28 Bangga Menjual Sate Ayam
29 Departemen Humas yang Penuh Semangat
30 Ternyata Dia
31 Kesepakatan
32 Tak Dianggap
33 Sangat Dermawan
34 Siapa yang Lebih Kasar?
35 Tunggu Aku Nanti Malam
36 Tubuhku belum Berkarat
37 Perlakuan Buruk
38 Nasib Di Ujung Tanduk
39 Kuberi Dua Pilihan
40 Bagian dari Penyelidikan
41 Senyuman Manis
42 Drama di Pagi Hari
43 Godaan di Meja Kantor
44 Menggaet Tiga Wanita
45 Misi Penagihan Utang
46 Kantor yang Tidak Biasa
47 Satu Lawan Sekampung
48 Tidak Takut Mati
49 Skandal di Ujung Lorong
50 Luka yang Masih Terbuka
51 Amarah yang Membara
52 Saat Ini Aku Suamimu
53 Di Balik Ketegaran
54 Antara Sahabat dan Rahasia
55 Rencana dalam Diam
56 Apel untuk Istriku
57 Kita Bertemu Lagi
58 Perhatian yang Menggetarkan
59 Kecantikan yang Terungkap
60 Panggung Sandiwara
61 Suara yang Menggetarkan
62 Sama-sama Aneh
63 Jejak di Lantai Tiga Belas
64 Kamu Gila!
65 Aktor di Balik Rekaman
66 Aku Lihat Semuanya
67 Duel Sindiran
68 Godaan di Jam Kerja
69 Gudang 88
70 Panglima Bayangan
71 Terlalu Kejam
72 Karma
73 Hangatnya Malam
74 Rasa yang Tertinggal
75 Pertunjukan Telah Usai
76 Sayang, Aku Takut
77 Membuatku Hamil
78 Keanehan
79 Kalian Harus Mati
80 Suami Jadi Kerabat Jauh
81 Takdir Memang Aneh
82 Jika Aku Seorang Wanita
83 Seperti Suara Nyamuk
84 Stasiun Kereta
85 Langkah Pertamaku
86 Pengkhianatan yang Manis
87 Munculnya Anggrek Hitam
88 Kamu Bisa Memasak?
89 Tidak Enak Badan?
90 Perkenalan yang Menggoda
91 Pagi yang Mengejutkan
92 Menceraikan Nayla
93 Aku Tidak Bisa
94 Revan Bertindak Tegas
95 Masalah Kecil
96 Perdebatan
97 Menggiring Kawanan Domba
98 Memang Berjodoh
99 Tidak Menyukai Wanita
100 Memberinya Sedikit ‘Hadiah’
101 Eksperimen
102 Upik Abu
103 Lumpur Menjadi Emas?
104 Penyihir Licik
105 Pertemuan yang Tegang
106 Membuatmu Mandul
107 Membicarakan Hal Penting
108 Kedatangan Rubah Licik
109 Aku Meragukan Identitasmu
110 Mematahkan Kesombongan
111 Bayi Tabung
112 Merajuk
113 Wanita Cantik Berhati Iblis
114 Kamu Bukan Manusia
115 Konflik Internal
116 Kura-Kura
117 Dasar yang Rapuh
118 Manusia Berhati Hewan
119 Aku Tidak Kekurangan Uang
120 Peduli yang Menakutkan
121 Aku Bukan Putrimu
122 Pernikahan Sesama Jenis
123 Ancaman yang Kejam
124 Apa Pilihanmu Sekarang?
125 Kematian
126 Kekuatan yang Mengerikan
Episodes

Updated 126 Episodes

1
Penjual Sate Ayam
2
Uang untuk Hiburan
3
Sebuah Inisiatif
4
Tanpa Reaksi
5
Hal yang Paling Aku Benci
6
Memicu Amarah
7
Polisi Cantik
8
Teh Hijau
9
Tidak Tahu Malu
10
Noda dalam Hidup
11
Sebagai Tamu
12
Aku Benar-Benar Penjual Sate Ayam!
13
Pernikahan
14
Tempat Tinggal Baru
15
Istriku Wanita Kaya
16
Kedatangan Ayah Mertua
17
Kebo Lebih Lucu Darinya
18
Citra yang Memikat
19
Manusia Secepat Peluru
20
Serigala dan Pasangannya
21
Wanita Penggoda
22
Antara Hidup dan Mati
23
Ancaman Nona Muda
24
Mengantar Makanan
25
Melamar Pekerjaan
26
Pantang Mundur
27
Sentuhan Etnik
28
Bangga Menjual Sate Ayam
29
Departemen Humas yang Penuh Semangat
30
Ternyata Dia
31
Kesepakatan
32
Tak Dianggap
33
Sangat Dermawan
34
Siapa yang Lebih Kasar?
35
Tunggu Aku Nanti Malam
36
Tubuhku belum Berkarat
37
Perlakuan Buruk
38
Nasib Di Ujung Tanduk
39
Kuberi Dua Pilihan
40
Bagian dari Penyelidikan
41
Senyuman Manis
42
Drama di Pagi Hari
43
Godaan di Meja Kantor
44
Menggaet Tiga Wanita
45
Misi Penagihan Utang
46
Kantor yang Tidak Biasa
47
Satu Lawan Sekampung
48
Tidak Takut Mati
49
Skandal di Ujung Lorong
50
Luka yang Masih Terbuka
51
Amarah yang Membara
52
Saat Ini Aku Suamimu
53
Di Balik Ketegaran
54
Antara Sahabat dan Rahasia
55
Rencana dalam Diam
56
Apel untuk Istriku
57
Kita Bertemu Lagi
58
Perhatian yang Menggetarkan
59
Kecantikan yang Terungkap
60
Panggung Sandiwara
61
Suara yang Menggetarkan
62
Sama-sama Aneh
63
Jejak di Lantai Tiga Belas
64
Kamu Gila!
65
Aktor di Balik Rekaman
66
Aku Lihat Semuanya
67
Duel Sindiran
68
Godaan di Jam Kerja
69
Gudang 88
70
Panglima Bayangan
71
Terlalu Kejam
72
Karma
73
Hangatnya Malam
74
Rasa yang Tertinggal
75
Pertunjukan Telah Usai
76
Sayang, Aku Takut
77
Membuatku Hamil
78
Keanehan
79
Kalian Harus Mati
80
Suami Jadi Kerabat Jauh
81
Takdir Memang Aneh
82
Jika Aku Seorang Wanita
83
Seperti Suara Nyamuk
84
Stasiun Kereta
85
Langkah Pertamaku
86
Pengkhianatan yang Manis
87
Munculnya Anggrek Hitam
88
Kamu Bisa Memasak?
89
Tidak Enak Badan?
90
Perkenalan yang Menggoda
91
Pagi yang Mengejutkan
92
Menceraikan Nayla
93
Aku Tidak Bisa
94
Revan Bertindak Tegas
95
Masalah Kecil
96
Perdebatan
97
Menggiring Kawanan Domba
98
Memang Berjodoh
99
Tidak Menyukai Wanita
100
Memberinya Sedikit ‘Hadiah’
101
Eksperimen
102
Upik Abu
103
Lumpur Menjadi Emas?
104
Penyihir Licik
105
Pertemuan yang Tegang
106
Membuatmu Mandul
107
Membicarakan Hal Penting
108
Kedatangan Rubah Licik
109
Aku Meragukan Identitasmu
110
Mematahkan Kesombongan
111
Bayi Tabung
112
Merajuk
113
Wanita Cantik Berhati Iblis
114
Kamu Bukan Manusia
115
Konflik Internal
116
Kura-Kura
117
Dasar yang Rapuh
118
Manusia Berhati Hewan
119
Aku Tidak Kekurangan Uang
120
Peduli yang Menakutkan
121
Aku Bukan Putrimu
122
Pernikahan Sesama Jenis
123
Ancaman yang Kejam
124
Apa Pilihanmu Sekarang?
125
Kematian
126
Kekuatan yang Mengerikan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!