Hal yang Paling Aku Benci

"Revan, sudah siap uang yang kemarin kubilang?" Bimo yang juga merupakan anak dari seorang bos preman, mengayunkan rantai perak di tangannya berputar-putar seraya mendekat dengan senyum yang tidak ramah.

Pak Rahmat panik, lalu berdiri di depan Revan dan berseru. "Bimo, kalian jangan keterlaluan! Meskipun ayahmu Pak Gino yang menguasai daerah ini, hak apa yang kalian punya untuk menarik uang keamanan?! Pak Gino sendiri sudah lama bilang, kalau yang tidak punya toko tidak perlu bayar uang keamanan. Apa kalian pikir kami tidak tahu itu?!"

Ayah Bimo merupakan salah satu bos preman di wilayah Jakarta Barat. Kalau tidak, Bimo tentu tidak akan seenaknya berkeliling menagih uang keamanan. Saat mendengar Pak Rahmat menggunakan nama ayahnya untuk menekannya, tatapan mata Bimo tiba-tiba menjadi dingin, "Dasar orang tua, siapa dirimu sebenarnya. Kamu pikir aku akan takut, hanya karena kamu menyebut ayahku? Itu ayahku, bukan kakekmu! Aku menagih uang keamanan itu karena aku menghargai kalian! Jangan menolak tawaran baik jika tidak mau terima akibatnya!"

"Kamu..." Pak Rahmat baru sadar setelah bicara, hampir saja menyinggung Pak Gino. Bagaimanapun mereka berdua adalah ayah dan anak, sementara dia bukan siapa-siapa. Tapi pak Rahmat tidak bisa menahan diri lagi untuk melindungi Revan. Tepat ketika hendak membantu berbicara atas nama Revan, ia malah ditarik mundur oleh Revan yang berdiri di belakangnya.

Revan mengernyitkan dahi, dan mengusap dahinya menghadapi masalah ini. Setelah menarik Pak Rahmat mundur, ia dengan datar berkata kepada Bimo, "Namamu Bimo, kan? Aku panggil bos Bimo saja. Jangan cari gara-gara lagi, aku ini orangnya tidak suka masalah. Hari ini aku tidak punya uang tunai, beberapa hari lagi akan kuberi dan kalian bisa pulang dulu."

"Wuahahahaha!" Salah satu anah buah Bimo tertawa keras, "Bos Bimo, orang ini pikir dia bosnya!? Dia pikir kami akan pulang begitu saja karena dia suruh?"

Preman-preman lainnya juga tertawa terbahak-bahak, bahkan bersorak "Hahaha... hajar saja orang ini."

Seolah-olah Bimo juga mendengar lelucon paling lucu di dunia, tetapi dalam hatinya benar-benar marah oleh perkataan Revan. Ia tersenyum jahat dan berkata, "Revan, kalau kamu berani, ulangi lagi. Apa kamu percaya kalau lidahmu akan kupotong." Di akhir perkataan itu, ada niat membunuh yang jelas.

Ekspresi cuek Revan tiba-tiba berubah sedikit dingin, dan saat menatap Bimo dengan tatapan rumit, ia berkata, "Kamu tahu apa yang paling aku benci?"

"Ap..."

Belum sempat Bimo menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba tubuhnya terbang tinggi di udara! Seketika itu pula, ia merasakan sakit teramat sangat di perutnya.

Brak!

Tubuhnya kemudian menghantam tempat sampah pinggir jalan yang berisi sisa-sisa sayuran, daun dan ikan menutupi seluruh tubuhnya, bahkan pakaiannya basah oleh air busuk!

"Aku paling benci diancam!"

Seolah hanya mendorong ringan, Revan kini masih berdiri di tempat Bimo sebelumnya sambil menarik kembali tangannya yang tadi diulurkan.

Bimo benar-benar linglung oleh dorongan dan benturan keras itu. Pada saat yang sama, ia merasakan darah ke luar dari mulut dan hidungnya. Bau busuk sampah menusuk hidung, yang menyebabkannya muntah seketika!

"Pria kurang ajar, berani sekali memukul bos Bimo. Cari mati rupanya!!"

"Hajar saja dia sampai mati!"

Beberapa preman tampaknya belum sepenuhnya memahami situasi dengan jelas. Namun saat melihat bosnya dipukuli, mereka langsung bereaksi tanpa pikir panjang. Mengandalkan jumlah yang banyak, mereka tidak sempat mempertimbangkan bagaimana Revan bisa melakukan itu semua. Seperti kawanan lebah yang marah, mereka menyerbu sambil melayangkan tinju dan tendangan secara membabi buta ke arahnya.

Revan hanya menatap mereka dengan malas, tidak peduli bagaimana mereka menyerang. Semua gerakan mereka dengan mudah ia tangkap dengan tangan, lalu satu per satu dilemparkannya ke pinggir jalan.

Para preman itu hanya sempat merasakan tangan atau kaki mereka dicengkeram oleh kekuatan luar biasa, sebelum tubuh mereka terangkat dan terlempar tanpa bisa melawan. Dalam sekejap mereka membentur keras ke tanah dan langsung mengerang kesakitan, bahkan beberapa mulai menangis karena kesakitan.

Semua orang bisa melihat dengan jelas, bahwa Revan sama sekali tidak terluka. Saat itulah mulai sadar, mereka sama sekali tidak sebanding dengannya. Bahkan Bimo yang baru saja merangkak keluar dari tumpukan sampah, mulai berkeringat dingin. Ia pernah melihat kemampuan beberapa mantan pasukan khusus yang dulu bekerja untuk ayahnya. Orang-orang itu adalah andalan ayahnya dalam perkelahian, mereka bisa menghadapi sepuluh orang sekaligus tanpa kesulitan. Tapi Revan, kekuatan dan kecepatannya jauh melampaui mereka. Hanya dalam sekejap, ia bisa melemparkan enam orang sekaligus seolah-olah mereka hanyalah kucing dan kambing. Meski para preman itu mungkin tidak pernah belajar seni bela diri secara resmi, mereka tumbuh dalam dunia perkelahian dan bukan lawan sembarangan. Tapi di hadapan Revan, mereka benar-benar tampak tidak berdaya.

"Ayo pergi!" Meskipun Bimo sangat marah hingga menggertakkan gigi, ia harus menyelamatkan mukanya. Saat melihat ekspresi tenang di wajah Revan, Bimo merasa seperti melihat sesuatu yang menakutkan seperti hantu dan buru-buru memerintahkan pengikutnya untuk lari.

Pak Rahmat dan beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu terpukau melihat kemampuan Revan dan suasana langsung riuh oleh sorakan. Para preman tanggung itu memang sudah terbiasa menindas dan membuat resah, sementara para pedagang lain hanya bisa diam karena takut. Maka ketika Revan berani melawan, keberaniannya seperti mewakili suara hati mereka hingga membuat semua orang merasa puas.

Meski begitu, mereka tetap menjaga jarak dari Revan. Bukan karena takut pada Bimo, tetapi karena takut pada ayahnya yang dikenal berbahaya. Mereka khawatir jika Pak Gino muncul untuk membalas, siapa pun yang terlalu dekat dengan Revan bisa ikut terseret masalah.

Dengan wajah berbinar, Pak Rahmat mendekat sambil berkata. “Wah wah wah... Nak Revan, bapak benar-benar tidak menyangka kamu begitu jago berkelahi. Apa kamu pernah belajar bela diri sebelumnya?”

“Iya, cuma belajar sedikit,” jawab Revan singkat tidak ingin membahas lebih jauh. Kenyataannya, kalau saja Bimo tidak begitu keterlaluan dan tidak memaksa sisi gelap dalam dirinya muncul. Revan mungkin akan memilih diam, bahkan jika harus dipukuli sampai babak belur. Tapi seperti yang dikatakan tadi pada Bimo, ia punya prinsip yaitu paling benci diancam! Mungkin keanehan semacam ini adalah sesuatu yang tidak bisa benar-benar hilang, seberapa pun ia mencoba hidup sederhana dan rendah hati. Karena pada dasarnya, ia adalah seseorang yang punya harga diri sebagai pria kuat.

Pak Rahmat melihat raut wajah Revan yang enggan melanjutkan pembicaraan, maka ia pun tidak memaksanya. Namun nada suaranya berubah cemas saat bertanya, “Nak Revan, kamu memang sudah berhasil mengalahkan Bimo. Tapi bagaimana kalau dia memanggil ayahnya, apa yang akan kamu lakukan? Kamu harus tahu, Pak Gino itu bukan orang biasa. Dia bagian dari salah satu dari dua geng besar di wilayah barat, yaitu Perkumpulan Bara Barat dan dia juga tokoh penting di dalamnya. Di daerah sini, hampir tidak ada yang berani menantangnya!”

’Perkumpulan Bara Barat ya.’ Revan hanya tertawa kecil, sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Lalu tanpa ragu ia menoleh ke Pak Rahmat dan berkata santai, “Ada rokok, Pak?”

Melihat ekspresi Revan yang begitu tenang dan acuh, Pak Rahmat hanya bisa menghela napas dengan cemas. Saat Revan meminta rokok, ia tersenyum getir dan menegur, “Nak, bukankah kamu bilang mau berhenti merokok?”

“Lupakan itu Pak, aku tidak jadi berhenti,” ujar Revan sambil tertawa pendek. “Aku tidak terbiasa tidak merokok setelah memukuli orang.”

Dalam hati, Revan diam-diam menghela napas. Ia sama sekali tidak menyangka, kalau Pak Gino ternyata bagian dari Perkumpulan Bara Barat. Awalnya memang berniat menjaga jarak dari dunia gelap semacam itu, itulah mengapa ia tidak mau terlalu dekat dengan Risa. Tapi sekarang tanpa sadar, ia sudah berdiri tepat di garis depan masalah.

Pak Rahmat pun merogoh saku bajunya, mengeluarkan sebungkus rokok murah bermerek Rokok Rakyat seharga enam ribu rupiah per bungkus. Ia menyodorkan sebatang kepada Revan sambil bergumam, “Orang susah, ya pilih yang murah. Tapi ini kuat, lumayanlah buat diisap kan?”

Revan menerima rokok itu, menyalakannya dan mengisap dalam-dalam dengan ekspresi puas. “Ssshhh…” hembusannya panjang. Senyum lebar mengembang di wajahnya. “Benar, yang kuat memang lebih enak.”

Pak Rahmat ikut tersenyum, lalu menasihati dengan lembut, “Tapi anak muda harus kurangi merokok, tidak baik untuk kesehatan.”

Revan hanya membalas dengan senyum kecil, dalam hatinya berkata, ’Jika merokok bisa melukai tubuhku, maka selama bertahun-tahun ini aku telah menyia-nyiakan waktu berlatih seni bela diri.’

Setelah cukup beristirahat, mereka pun kembali bekerja. Revan mulai memanaskan sate ayamnya yang sudah matang, lalu memanggang yang masih mentah. Sebatang rokok masih terselip di ujung bibirnya, menjadi semacam sarapan baginya pagi itu. Meski pekerjaan ini kotor dan penuh asap, ia merasa senang dan puas. Sesekali, ia bahkan sempat melempar senyum pada pedagang lain di sekitarnya.

 ***

Tidak lama kemudian, sebuah mobil polisi melaju perlahan ke arah pasar, lalu berhenti tak jauh dari tempat Revan berjualan. Tiga orang turun dari dalamnya, dua polisi berseragam lengkap dan satu orang petugas dengan seragam putih.

Mereka berjalan tegap menuju Revan, wajah mereka serius dan tanpa senyum. Petugas yang memimpin langsung bertanya dengan nada dingin, “Apakah Anda Revan?”

Episodes
1 Penjual Sate Ayam
2 Uang untuk Hiburan
3 Sebuah Inisiatif
4 Tanpa Reaksi
5 Hal yang Paling Aku Benci
6 Memicu Amarah
7 Polisi Cantik
8 Teh Hijau
9 Tidak Tahu Malu
10 Noda dalam Hidup
11 Sebagai Tamu
12 Aku Benar-Benar Penjual Sate Ayam!
13 Pernikahan
14 Tempat Tinggal Baru
15 Istriku Wanita Kaya
16 Kedatangan Ayah Mertua
17 Kebo Lebih Lucu Darinya
18 Citra yang Memikat
19 Manusia Secepat Peluru
20 Serigala dan Pasangannya
21 Wanita Penggoda
22 Antara Hidup dan Mati
23 Ancaman Nona Muda
24 Mengantar Makanan
25 Melamar Pekerjaan
26 Pantang Mundur
27 Sentuhan Etnik
28 Bangga Menjual Sate Ayam
29 Departemen Humas yang Penuh Semangat
30 Ternyata Dia
31 Kesepakatan
32 Tak Dianggap
33 Sangat Dermawan
34 Siapa yang Lebih Kasar?
35 Tunggu Aku Nanti Malam
36 Tubuhku belum Berkarat
37 Perlakuan Buruk
38 Nasib Di Ujung Tanduk
39 Kuberi Dua Pilihan
40 Bagian dari Penyelidikan
41 Senyuman Manis
42 Drama di Pagi Hari
43 Godaan di Meja Kantor
44 Menggaet Tiga Wanita
45 Misi Penagihan Utang
46 Kantor yang Tidak Biasa
47 Satu Lawan Sekampung
48 Tidak Takut Mati
49 Skandal di Ujung Lorong
50 Luka yang Masih Terbuka
51 Amarah yang Membara
52 Saat Ini Aku Suamimu
53 Di Balik Ketegaran
54 Antara Sahabat dan Rahasia
55 Rencana dalam Diam
56 Apel untuk Istriku
57 Kita Bertemu Lagi
58 Perhatian yang Menggetarkan
59 Kecantikan yang Terungkap
60 Panggung Sandiwara
61 Suara yang Menggetarkan
62 Sama-sama Aneh
63 Jejak di Lantai Tiga Belas
64 Kamu Gila!
65 Aktor di Balik Rekaman
66 Aku Lihat Semuanya
67 Duel Sindiran
68 Godaan di Jam Kerja
69 Gudang 88
70 Panglima Bayangan
71 Terlalu Kejam
72 Karma
73 Hangatnya Malam
74 Rasa yang Tertinggal
75 Pertunjukan Telah Usai
76 Sayang, Aku Takut
77 Membuatku Hamil
78 Keanehan
79 Kalian Harus Mati
80 Suami Jadi Kerabat Jauh
81 Takdir Memang Aneh
82 Jika Aku Seorang Wanita
83 Seperti Suara Nyamuk
84 Stasiun Kereta
85 Langkah Pertamaku
86 Pengkhianatan yang Manis
87 Munculnya Anggrek Hitam
88 Kamu Bisa Memasak?
89 Tidak Enak Badan?
90 Perkenalan yang Menggoda
91 Pagi yang Mengejutkan
92 Menceraikan Nayla
93 Aku Tidak Bisa
94 Revan Bertindak Tegas
95 Masalah Kecil
96 Perdebatan
97 Menggiring Kawanan Domba
98 Memang Berjodoh
99 Tidak Menyukai Wanita
100 Memberinya Sedikit ‘Hadiah’
101 Eksperimen
102 Upik Abu
103 Lumpur Menjadi Emas?
104 Penyihir Licik
105 Pertemuan yang Tegang
106 Membuatmu Mandul
107 Membicarakan Hal Penting
108 Kedatangan Rubah Licik
109 Aku Meragukan Identitasmu
110 Mematahkan Kesombongan
111 Bayi Tabung
112 Merajuk
113 Wanita Cantik Berhati Iblis
114 Kamu Bukan Manusia
115 Konflik Internal
116 Kura-Kura
117 Dasar yang Rapuh
118 Manusia Berhati Hewan
119 Aku Tidak Kekurangan Uang
120 Peduli yang Menakutkan
121 Aku Bukan Putrimu
122 Pernikahan Sesama Jenis
123 Ancaman yang Kejam
124 Apa Pilihanmu Sekarang?
125 Kematian
126 Kekuatan yang Mengerikan
Episodes

Updated 126 Episodes

1
Penjual Sate Ayam
2
Uang untuk Hiburan
3
Sebuah Inisiatif
4
Tanpa Reaksi
5
Hal yang Paling Aku Benci
6
Memicu Amarah
7
Polisi Cantik
8
Teh Hijau
9
Tidak Tahu Malu
10
Noda dalam Hidup
11
Sebagai Tamu
12
Aku Benar-Benar Penjual Sate Ayam!
13
Pernikahan
14
Tempat Tinggal Baru
15
Istriku Wanita Kaya
16
Kedatangan Ayah Mertua
17
Kebo Lebih Lucu Darinya
18
Citra yang Memikat
19
Manusia Secepat Peluru
20
Serigala dan Pasangannya
21
Wanita Penggoda
22
Antara Hidup dan Mati
23
Ancaman Nona Muda
24
Mengantar Makanan
25
Melamar Pekerjaan
26
Pantang Mundur
27
Sentuhan Etnik
28
Bangga Menjual Sate Ayam
29
Departemen Humas yang Penuh Semangat
30
Ternyata Dia
31
Kesepakatan
32
Tak Dianggap
33
Sangat Dermawan
34
Siapa yang Lebih Kasar?
35
Tunggu Aku Nanti Malam
36
Tubuhku belum Berkarat
37
Perlakuan Buruk
38
Nasib Di Ujung Tanduk
39
Kuberi Dua Pilihan
40
Bagian dari Penyelidikan
41
Senyuman Manis
42
Drama di Pagi Hari
43
Godaan di Meja Kantor
44
Menggaet Tiga Wanita
45
Misi Penagihan Utang
46
Kantor yang Tidak Biasa
47
Satu Lawan Sekampung
48
Tidak Takut Mati
49
Skandal di Ujung Lorong
50
Luka yang Masih Terbuka
51
Amarah yang Membara
52
Saat Ini Aku Suamimu
53
Di Balik Ketegaran
54
Antara Sahabat dan Rahasia
55
Rencana dalam Diam
56
Apel untuk Istriku
57
Kita Bertemu Lagi
58
Perhatian yang Menggetarkan
59
Kecantikan yang Terungkap
60
Panggung Sandiwara
61
Suara yang Menggetarkan
62
Sama-sama Aneh
63
Jejak di Lantai Tiga Belas
64
Kamu Gila!
65
Aktor di Balik Rekaman
66
Aku Lihat Semuanya
67
Duel Sindiran
68
Godaan di Jam Kerja
69
Gudang 88
70
Panglima Bayangan
71
Terlalu Kejam
72
Karma
73
Hangatnya Malam
74
Rasa yang Tertinggal
75
Pertunjukan Telah Usai
76
Sayang, Aku Takut
77
Membuatku Hamil
78
Keanehan
79
Kalian Harus Mati
80
Suami Jadi Kerabat Jauh
81
Takdir Memang Aneh
82
Jika Aku Seorang Wanita
83
Seperti Suara Nyamuk
84
Stasiun Kereta
85
Langkah Pertamaku
86
Pengkhianatan yang Manis
87
Munculnya Anggrek Hitam
88
Kamu Bisa Memasak?
89
Tidak Enak Badan?
90
Perkenalan yang Menggoda
91
Pagi yang Mengejutkan
92
Menceraikan Nayla
93
Aku Tidak Bisa
94
Revan Bertindak Tegas
95
Masalah Kecil
96
Perdebatan
97
Menggiring Kawanan Domba
98
Memang Berjodoh
99
Tidak Menyukai Wanita
100
Memberinya Sedikit ‘Hadiah’
101
Eksperimen
102
Upik Abu
103
Lumpur Menjadi Emas?
104
Penyihir Licik
105
Pertemuan yang Tegang
106
Membuatmu Mandul
107
Membicarakan Hal Penting
108
Kedatangan Rubah Licik
109
Aku Meragukan Identitasmu
110
Mematahkan Kesombongan
111
Bayi Tabung
112
Merajuk
113
Wanita Cantik Berhati Iblis
114
Kamu Bukan Manusia
115
Konflik Internal
116
Kura-Kura
117
Dasar yang Rapuh
118
Manusia Berhati Hewan
119
Aku Tidak Kekurangan Uang
120
Peduli yang Menakutkan
121
Aku Bukan Putrimu
122
Pernikahan Sesama Jenis
123
Ancaman yang Kejam
124
Apa Pilihanmu Sekarang?
125
Kematian
126
Kekuatan yang Mengerikan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!