Dengan gagahnya Tuan Rakha menyusuri tempat itu. Dia kembali mencari seorang pria pemilik tempat tersebut. Sambil menatap orang-orang yang sedang bercumbu mesra.
"Tuan ... Bagaimana dengan, Lea?"
Tuan Rakha tersenyum simpul, mengusap bibirnya sendiri dengan ibu jarinya. "Aku sangat senang ... Dia begitu pintar saat bersamaku."
"Saya ikut senang melihat kegembiraan anda, Tuan."
Ting!
"Periksa ponsel mu." Ucap lelaki itu.
Segera mungkin Ramon merogoh saku celananya mengeluarkan ponselnya sendiri. Matanya membulat menatap layar ponsel itu. "Lima ratus juta?"
"Ya ... Aku senang dengan pelayanan wanita itu."
"Terima kasih, Tuan. Ini pertama kalinya saya mendapatkan jumlah yang sangat banyak."
"Banyak." Tuan Rakha terkekeh geli. "Itu hanya uang recehan bagiku."
"Tuan mau apa? Saya akan berikan pelayanan terbaik untuk, Tuan. Mau perempuan gratis?"
"Kau ini gila. Aku punya banyak uang, aku tidak suka gratisan."
"Maaf, Tuan. Saya salah ucap."
"Berikan aku data perempuan tadi."
"Perempuan tadi?" Ramon mengernyitkan keningnya tidak mengerti.
"Dania."
"Ha ... Dia hanya waiters, Tuan."
"Hei ... Aku sudah bilang, jangan hina dia atau kau tidak akan bisa berbicara lagi."
"Saya minta maaf, Tuan."
"Kalau anda berhasil membuat wanita itu jatuh ke tangan saya. Mungkin anda akan memiliki cabang baru selain ditempat ini."
"Tu-Tuan serius mau membukakan cabang baru untuk saya?"
"Bekerja lah dengan baik kawan." Ucap Tuan Rakha dan langsung berlalu pergi.
Ramon sudah membayangkan imbalan yang akan ia dapatkan dari lelaki itu. Kesempatan tersebut tidak ia sia-siakan.
"Untuk apa dia menginginkan Dania?" tanya Ramon pada dirinya sendiri.
[] [] []
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Tuan Rakha mulai memasuki rumah itu. Rumah penuh drama yang membuat kepalanya pusing tujuh keliling.
"Kerja, kerja, kerja ... Apa kamu tidak peduli dengan istri mu lagi?" tanya seorang wanita.
"Aku hanya melakukan tugas dengan baik, Mami."
"Kau harus sadar ... Istrimu sedang bertaruh dengan nyawa."
"Maaf Mami. Tapi dia sendiri yang melakukan kesalahan itu."
"Aku tau itu ... Tapi aku nggak mau kamu seperti ini. Kamu harus tetap melihat kondisinya."
"Bukannya kalian yang menyuruhku untuk terus bekerja?"
"Kamu melawan?" tanya Tias.
"Maaf."
[] [] []
Tuan Rakha mulai memasuki kamarnya. Melemparkan tas kerja ke sembarang arah. Kemudian menendang sofa yang ada di dalam kamar besar itu.
"Aku kerja juga demi kalian. Tapi kalian selalu membuat aku seperti ATM berjalan." Ucap Tuan Rakha.
Lelaki itu duduk di lantai membayangkan istrinya yang ketahuan selingkuh. Tetapi tidak semudah itu untuk bercerai karena orang tuanya tidak mengizinkan hal itu dengan alasan kerja sama perusahaan.
"Aku muak dengan semua ini ... Aku ingin hidup bebas, aku ingin seperti orang diberikan kasih sayang tanpa harus melakukan sesuatu."
"Aku benci hidup ku."
"Argh!!!"
Tuan Rakha memukul kepalanya beberapa kali. Dia frustasi dengan kehidupannya sekarang. Tidak ada yang tau tentang keinginannya, semua orang rumah hanya menuntutnya untuk bekerja dan bekerja.
Terlebih lagi harus menghargai seorang wanita tukang selingkuh. Tuan Rakha tidak bisa berbuat apa-apa, ingin melawan tapi dia tidak mau dikatakan lupa daratan.
"Poppy ... Semua gara-gara kamu. Harta orang tua mu itu membuat aku tersiksa. Kau juga menyiksa perasaan ku. Aku punya hati, aku juga ingin di sayang."
"Kenapa kau tega selingkuh. Dan sekarang kau berharap aku menjenguk mu di rumah sakit?" Tuan Rakha terkekeh geli.
"Bahkan aku berdoa agar kau dan lelaki itu cepat mati!"
"Arghhh!!!"
Tiba-tiba Tuan Rakha tersenyum, dia mengingat seorang wanita yang sudah mencuri perhatiannya di sebuah tempat hiburan malam.
"Dania Andini ... Aku harus mencari tau tentang dia."
[] [] []
Jam menunjukkan pukul setengah satu, Dania Andini baru saja pulang bekerja. Gadis itu segera menyiapkan buku-buku yang akan ia bawa esok hari ke kampus.
"Kenapa Pak Ramon kasih aku uang banyak ya. Padahal 'kan belum gajian."
"Dari seseorang." Lirih wanita itu.
"Aku harus ketemu orang itu. Aku mau berterima kasih karena sudah meringankan beban ku."
Dania tersenyum simpul memandangi uang yang lumayan banyak yang sekarang berada pada genggamnya.
"Besok aku harus bawa Ibu ke rumah sakit. Terus menyelesaikan uang sekolah Arini."
"Kakak."
"Eh, Rini. Masuk-masuk."
"Banyak banget, Kak. Kakak udah gajian?" tanya gadis itu.
"Belum, Rin. Aku juga nggak tau tiba-tiba dikasih uang sebanyak ini. Besok aku mau bawa Ibu ke rumah sakit, terus kita selesaikan keuangan sekolah kamu ya."
Arini menghela napasnya sejenak. "Kok aku takut ya, Kak."
"Takut kenapa?" tanya Anggun.
"Kakak dikasih uang sebanyak ini padahal belum gajian. Atau Kakak udah nggak kerja jadi waiters lagi, tapi—"
"Hei ... Ya ampun, Rini. Aku masih bisa jaga diri, nggak mungkin aku bekerja seperti itu."
"Kakak beneran 'kan?"
"Percaya sama aku, Rin. Aku tetap akan jadi waiters di sana. Aku sama sekali nggak kepikiran buat melayani laki-laki seperti itu."
"Alhamdulillah, Kak. Semoga Kakak baik-baik aja saat bekerja. Rini khawatir."
"Kamu tenang aja. Aku akan jaga diri demi Ibu dan kamu. Aku sayang sama kalian berdua. Aku nggak mungkin mengecewakan kalian."
"Rini juga sayang sama Kakak."
Kedua wanita berbeda usia itu saling memeluk satu sama lain. Saat ini Anggun hanya mahasiswi sambil bekerja.
Setelah kecelakaan yang menimpa orang tua, semua jadi berbeda. Wanita itu harus menjadi tulang punggung demi adiknya yang sedang sekolah dan juga ibunya yang sedang sakit parah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments