Tahanan

Cahaya lampu kamar di lantai bawah mansion itu begitu silau. Bau alkohol dan antiseptik menusuk hidung. Suasana hening, bahkan suara gemercik hujan diluar tak terdengar sama sekali.

Hania tergeletak di ranjang besar, wajahnya pucat, tubuhnya diam tak bergerak. Luka di tangan dan kakinya masih mengeluarkan darah segar dan luka memar akibat perlawanan hebat yang ia berikan sebelum akhirnya sebuah suntikan membuat dunia gelap baginya. Sebuah besi stainless melingkar di kedua pergelangan kaki dan tangan gadis itu. Tak ubahnya seperti tahanan.

Dokter lelaki berseragam putih itu menggeleng pelan. Ia menatap kepala pelayan yang berdiri di ujung ruangan dengan kedua tangan dilipat rapi. Sementara seorang suster sibuk mengoleskan alkohol untuk membersihkan luka di tangan dan lutut Hania. Bagaimanapun, mereka sangat butuh tubuh wanita ini.

“Ini... tidak bisa terus begini,” ujar sang dokter sambil melepas sarung tangannya, setelah memeriksa keadaan Hania. Memastikan tidak ada luka serius pada wanita itu.

“Aku memang bisa menanamkan benih Tuan ke dalam rahimnya dalam kondisi tidak sadar, tapi…”

Ia menatap wajah Hania yang tertidur paksa oleh obat bius.

“Kalau dia terus memberontak seperti ini, berusaha kabur, stres, atau bahkan trauma berat... maka usaha kita akan sia-sia. Janin tidak akan bisa tumbuh di rahim yang penuh tekanan seperti itu.”

Senyap.

Ivana tidak langsung menjawab. Matanya tajam, tetapi ragu menyelinap di balik wajah dinginnya. Ia berjalan pelan ke sisi ranjang, menatap wajah Hania seperti menatap masalah yang belum punya solusi. Ivana diam cukup lama, seolah menimang sesuatu.

Perempuan paruh baya itu akhirnya angkat bicara, suaranya rendah dan mantap. "Bagaimana kalau kita cari orang lain, Mario?"

Dokter bernama Mario itu menatap Ivana dengan tidak percaya.

"Mau cari lagi? Apa kau gila?!" Mario menutup mulutnya saat tatapan Ivana begitu tajam mengarah padanya.

"Maaf... Tapi aku harap kau mengerti hal ini Ivana. Hasil pemeriksaan tadi yang aku lakukan tadi pagi pada perempuan ini sangat bagus, sel telurnya lumayan banyak dana kan matang dalam seminggu ini. Aku bisa memberika obat yang akan membuat sel telurnya matang lebih cepat ....." Mario menghela nafas dalam.

"Jika kita mencari orang lain lagi, kau pikir akan semudah itu. KIta harus cek lagi kesehatan dan kesiapan rahim juga setelurnya. Kita tiak punya banyak waktu, kau sendiri yang mendesakku agar bisa menumbuhkan benih Tuan Brivan dalam waktu kurang dari satu bulan ... Sekarang terserah lah. Mau cari yang lain pun silahkan, tapi aku juga tidak bisa menjamin kita bisa menemukan yang seperti dia, kita beruntung bisa membeli wanita ini," oceh Mario panjang lebar.

Dia sudah terlalu frustasi menghadapi permintaan, orang-orang kaya ini. Sebenarnya sebelum Hania, ada dua wanita yang sempat dibawa ke mansion. Mereka secara sadar diminta untuk menjadi ibu pengganti. Tapi keadaan mereka tidak seperti yang Mario inginkan, ada kekurangan. Dan tentu saja, mereka tidak keluar dari mansion setelah pemeriksaan. Mereka abadi, menjadi teman peliharaan Brivan Maheswara.

Ivana menatap Hania dengan tatapan dingin. Wanita itu lalu menjauh, menghampiri Mario.

"Baik. Saya akan lapor pada Nyonya... biar beliau yang putuskan.” Ia keluar dari kamar itu.

Langkah Ivana menggema, menyusuri lorong dengan langkah terukur.

Setelah mengobati luka Hania, Mario dan Fira pun keluar. Pintu tertutup perlahan di belakang mereka, menyisakan Hania yang masih tak sadarkan diri. Malam yang panjang untuk wanita malang itu.

Pagi mulai menyapa, tapi cahaya matahari tak bisa masuk ke kamar yang Hania tempati. Kelopak mata Hania mulai mengerjap pelan, terbuka kecil lalu menutup kembali. Pandangannya begitu buram, dia tidak bisa menatap sekitar dengan jelas. wanita itu mengigit bibirnya, merasakan nyeri di kepala dan tubuhnya membuatnya meringis kesakitan Ia mendapati dirinya terbaring di ranjang empuk, tapi tak bisa bergerak bebas.

"Apa ... Ini?" Hania menoleh ke kanan dan kiri melihat benda dingin yang menahan pergerakkannya.

"Apa mereka pikir aku binatang? Kenapa aku di rantai seperti ini!!" Teriak Hania tidak terima.

"Lepaskan aku ... Lepaskan rantai ini!"

Hania meronta, berusaha melepaskan logam stainless yang membelenggu tangan dan kaki.

"Bangs@t .... Lepaskan aku, kalian semua gila!!" Suara Hania menggema di ruangan tanpa jendela itu.

Wanita itu menoleh saat pintu kamar perlahan terbuka. Hania meleparkan tatapan dingin pada suster yang masuk membawa nampan makanan untuknya. Suster bernama Fira, berjalan pelan menghampiri Hania yang terbaring bak tahanan penjara.

"Kenapa kau berteriak? Percuma ... Tidak akan ada orang yang mendengarmu." Fira meletakan nampan berisi nasi dan lauk di nakas dekat ranjang.

Hania hanya diam, matanya terus menatap tiap gerak Fira dengan tatapan dingin, penuh amarah. Tapi Fira begitu tenang, seolah apa yang terjadi pada Hania adalah hal biasa. Wanita berseragam putih itu duduk, menumpukan dagu dengan satu tangannya.

"Kenapa kau membuat hidupmu sulit Hania? Ikuti saja kemauan mereka dan kau bisa hidup tenang di mansion ini," ucap Fira.

"Pikiran gila!" Sarkas Hania.

"Kalau kau punya seperti itu, kenapa bukan kau saja yang jadi wadah pejuh pria itu!" Hania menatap Fira dengan remeh.

"Hmm .... Sebenarnya aku ingin, tapi sayangnya aku tidak punya rahim."

Hening. Hania tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar, ia merasa bersalah pada suster itu. Karena menayakan sesuatu yang begitu sensitif.

"Maaf," lirih Hania.

"Tidak perlu," jawab Fira, sembari mengendurkan rantai pada tangan Hania. Memajangkan untaian besi itu agar Hania bisa duduk.

Perlahan Fira menarik pelan tangan Hania, membantu wanita itu untuk duduk. Ia lalu memberikan nampan berisi makanan yang ia bawa tadi.

"Habiskan, memberontak juga butuh tenaga."

Hania hanya diam, menatap nasi dengan paha ayam dan sayuran yang ada di wadah stainless steel, yang ada di pangkuannya. Hidangan yang cukup mewah, bagi Hania. Sudah lama sekali rasanya tidak memakan ayam sebesar ini seorang diri.

"Kenapa diam? Apa kau tidak suka menunya?"

Wanita itu menggeleng, perlahan tangannya merah sendok dan mulai memasukan nasi serta ayam ke mulut. Fira tersenyum lega melihat Hania mulai makan. Setidaknya wanita itu masih sayang dengan dirinya sendiri.

Tak ada percakapan apapun. Fira hanya duduk di samping ranjang dengan ponsel ditangannya. Menunggu sang tahanan menghabiskan sarapan yang ia berikan. Sejujurnya Fira tidak tega melihat keadaan Hania. Tapi dia juga tidak bisa melakukan apapun untuk menolong gadis itu.

Terpopuler

Comments

Afiq Ditya

Afiq Ditya

Apa maksudnya abadi menjadi teman peliharaan Brivan Maheswara??
apa perempuan² sebelum Hania itu mati??/Sob/
kenapa gak ngomong baik² sch sma Hania klo emang bener² butuh Ibu pengganti,klo gini caranya sma z mereka melakukan kejahatan pada Hania,,,
kasian bgt nasib kamu Han,
Makan yg banyak ya,seperti kata Fira, memberontak juga butuh tenaga,,,

2025-06-17

1

Sahidah Sari

Sahidah Sari

gila nih penghuni mansion,pada ga ada otak mereka,,bisa2 nya mereka memaksa Hania untuk menjadi ibu pengganti dr laki laki yg koma,,apa ga ada cara lain .knp dr awal mereka ga berterus terang aja klu kek gini siapa juga yg mau termasuk Hania.
maksudnya apa semua perempuan sebelum abadi menjadi teman peliharaan Brivan? mereka semua di b*n*h?

2025-06-17

0

Anie Nhie

Anie Nhie

ya ampun,,kenapa gak ngmong baik² sch sma Hania??klo mereka memang ingin Hania jadi Ibu pengganti kenapa harus dengan cara kyk gini, kan Hania jd ngerasa terintimidasi,stress, frustasi juga,,
Dokter z blg klo penanaman benih ini gakkan berhasil jika Hania merasa tertekan,,

2025-06-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!