Bab 4: Luka yang Berbisik

Pagi itu, langit Jakarta mendung, seolah ikut merasakan beban yang menggelayuti hati dua insan di rumah megah keluarga Dirgantara.

Arumi berdiri di balkon kamarnya, menatap kosong ke arah taman. Helaan napasnya berat, seperti menyimpan ribuan kata yang tertahan. Di tangannya, secangkir teh mulai dingin. Semalam, Damian tidak lagi membentaknya. Tidak pula mencibir. Tapi diamnya—justru lebih menyakitkan.

Ia mulai merasa bingung. Apakah ia mulai berharap pada seseorang yang seharusnya membencinya? Atau... apakah hatinya mulai berubah tanpa sadar?

“Kenapa kamu bengong di sini?” Damian muncul tiba-tiba, masih dengan suara khasnya yang rendah dan datar, tapi kali ini tanpa nada menyerang.

Arumi terkejut, tapi ia cepat menguasai diri. “Hanya menikmati pagi.”

Damian mendekat dan bersandar di pagar balkon, beberapa inci dari tempat Arumi berdiri.

“Lucu ya. Seharusnya aku benci lihat kamu tenang seperti ini, tapi…” ia terdiam, menahan sesuatu di ujung lidahnya. “Lupakan.”

Arumi menoleh pelan. “Tapi apa?”

Damian menggeleng. “Nggak penting.”

Untuk pertama kalinya, keheningan di antara mereka tidak terasa seperti jurang. Justru seperti jembatan yang belum selesai dibangun. Arumi memberanikan diri.

“Aku mimpi tentang Rose tadi malam.”

Damian langsung menoleh. Matanya menajam. “Apa?”

“Dia bilang… dia ingin kamu berhenti menyalahkan dirimu sendiri.”

Damian tertawa hambar. “Kamu pikir aku percaya hal kayak gitu?”

“Tidak. Tapi aku hanya ingin kamu tahu... bahwa adikmu mencintaimu. Dan aku yakin, dia tidak ingin kamu hidup dalam kebencian terus-menerus.”

Damian terdiam. Wajahnya mengeras, tapi Arumi tahu, itu bukan karena marah. Itu karena hancur.

“Aku gagal melindungi dia,” bisiknya.

Arumi menggeleng pelan. “Kita berdua gagal. Tapi kita belum selesai.”

 

Di kantor, Saka semakin dalam menyelidiki keterlibatan keluarga Adam. Ia diam-diam menghubungi teman lamanya di kepolisian yang bersedia membantu asalkan identitasnya tidak dibuka. Mereka memeriksa ulang bukti-bukti lama, termasuk jejak digital dari ponsel Rose sebelum insiden.

“Ada satu panggilan tak terjawab dari nomor tak dikenal. Dilacak, ternyata sinyalnya berasal dari area dekat rumah keluarga Adam,” lapor Saka.

“Dan kamu yakin itu bukan kebetulan?” tanya Damian yang kini mulai ikut memperhatikan kasusnya, meski masih skeptis.

“Too convenient to be a coincidence,” jawab Saka singkat.

Damian memutar kursi kantornya, berpikir dalam.

“Lanjutkan. Tapi jangan sampai Arumi tahu soal ini dulu. Aku... belum siap lihat dia benar soal semuanya.”

Saka hanya mengangguk. Tapi ia tahu, Damian sedang berubah. Perlahan.

 

Sementara itu, Arumi mulai mencatat semua hal yang aneh selama ia tinggal di rumah itu—siapa yang mendekatinya, siapa yang mengawasi, bahkan pembantu baru yang muncul tiba-tiba minggu lalu.

Satu malam, saat hendak ke dapur, Arumi mendengar suara langkah pelan dari ruang bawah tanah—ruangan yang selama ini terkunci.

Perlahan, ia menuruni tangga dan menemukan pintu terbuka sedikit. Ada suara gumaman di dalam. Ia mendekat, lalu... suara langkah lain muncul dari belakang.

“Sedang ngapain kamu?”

Damian. Lagi-lagi muncul tanpa suara.

Arumi buru-buru berdiri tegak. “Aku dengar suara…”

“Jangan masuk ke ruangan itu. Itu tempat Rose menyimpan lukisannya,” ucap Damian pelan, tatapannya kosong menembus dinding.

“Oh…” Arumi mundur. “Maaf.”

Damian menatapnya. “Kamu nggak perlu minta maaf kalau niatmu cuma ingin tahu.”

“Kalau niatku lebih dari itu?”

“Seperti apa?”

Arumi menarik napas. “Seperti… mencari tahu siapa sebenarnya pembunuh Rose.”

Damian tak menjawab. Ia hanya menatap Arumi lama, seperti sedang menilai apakah yang ada di depannya adalah musuh... atau sekutu.

 

Tiga hari kemudian, sebuah undangan misterius datang ke meja resepsionis Dirgantara Company. Tanpa pengirim. Hanya tulisan tangan sederhana:

> “Jika kau ingin tahu siapa yang sebenarnya membunuh adikmu, datanglah ke rumah tua di Jalan Mawar, jam 8 malam. Jangan bawa siapa pun.”

Saka langsung mencurigai itu jebakan. Tapi Damian—entah karena rasa penasaran atau keputusasaan—memutuskan pergi.

Arumi mendesaknya agar tidak berangkat sendirian. Tapi Damian bersikeras.

“Aku harus hadapi ini sendiri.”

Malam itu, hujan turun deras. Damian tiba di rumah tua yang dimaksud. Gelap. Sunyi. Satu-satunya penerangan hanya lampu gantung yang berkedip di teras.

Ia masuk perlahan. Di dalam, kosong. Debu di mana-mana. Tapi ada satu foto tergantung di dinding. Foto Adam bersama orang tuanya.

Damian mendekat. Tiba-tiba, dari belakang…

DOR!

Sebuah tembakan nyasar ke dinding. Damian segera berlindung.

“Keluar! Siapa pun kamu!” teriaknya.

Tak ada jawaban. Hanya suara langkah cepat menjauh.

Damian mengejar ke luar, tapi sosok itu sudah menghilang. Di tanah, hanya ada satu benda tertinggal—sebuah liontin emas berinisial “N”.

-----

Keesokan harinya, Damian duduk di ruang kerjanya dengan tatapan kosong. Di tangan kirinya, liontin itu. Di tangan kanan, secangkir kopi yang tak disentuh.

Arumi datang membawa amplop besar. “Ini… file dari Saka. Tentang jejak transaksi keuangan keluarga Adam.”

Damian menoleh pelan. “Kamu tahu liontin ini punya siapa?”

Arumi mengamati benda itu, lalu wajahnya pucat.

“Itu… milik ibunya Adam. Aku pernah lihat dia memakainya waktu acara tunangan.”

Damian memejamkan mata.

“Berarti… mereka benar-benar pelakunya.”

Arumi hanya berdiri diam. Tapi air matanya jatuh pelan-pelan. Bukan karena kemenangan—tapi karena kebenaran itu terlalu pahit.

Malam itu, Damian duduk di kamar Rose. Di dinding, masih tergantung lukisan-lukisan buatan sang adik. Salah satunya lukisan yang belum selesai—potret dirinya dan Rose, berdiri di pinggir danau.

Arumi masuk diam-diam, lalu duduk di lantai, tak jauh darinya.

“Kamu belum tidur?” tanya Damian tanpa menoleh.

Arumi menggeleng. “Kamu juga belum.”

Damian menunduk. “Aku nggak pernah siap masuk kamar ini lagi. Tapi malam ini… aku butuh Rose.”

Arumi mendekat. “Dia akan selalu ada di sini,” ucapnya sambil menyentuh dada Damian perlahan.

Damian tak menepis. Hanya menatap Arumi dengan mata yang tidak lagi tajam, tapi lelah dan kehilangan.

“Kamu tahu, aku hampir bunuh diriku malam setelah dia meninggal.”

Arumi menutup mulutnya, terkejut.

Damian tertawa pahit. “Tapi aku terlalu pengecut untuk mati. Jadinya aku hidup... menyiksa orang lain. Termasuk kamu.”

Arumi mendekapnya, tanpa kata. Hanya pelukan yang perlahan meruntuhkan tembok kebencian di hati pria itu.

“Kalau kamu mau mulai dari awal,” bisik Arumi. “Aku nggak akan lari.”

Damian tidak menjawab, tapi pelukannya menguat. Dan untuk pertama kalinya, tangisnya pecah.

Bukan karena Rose. Tapi karena harapan yang mulai muncul… dari perempuan yang dulu ia benci.

Dan mungkin, di balik dendam yang belum selesai, cinta perlahan tumbuh.

---

Episodes
1 Bab 1: Kepergian Yang Menghancurkan
2 Bab 2: Luka yang membakar
3 Bab 3 : Duri di Balik Luka
4 Bab 4: Luka yang Berbisik
5 Bab 5 : Jejak di Balik Nama
6 Bab 6: Luka Yang Terbuka
7 Bab 7 : Kebenaran Tak Pernah Satu
8 Bab 8: Bayangan Di Balik Nama
9 Bab 9: Nama Yang Tak Pernah Di Sebut
10 Bab 10: Pertemuan Yang Tak Bisa Dielakkan
11 Bab 11 : Rooftop
12 Bab 12 : Menemukan Pelabuhan
13 Bab 13 : Kamu dan Aku, Selamanya
14 Bab 14 : Bayangan dari Masa Lalu
15 Bab 15 : Runtuh Diantara Bayangan
16 Bab 16 : Lolos dari jebakan Jesica
17 Bab 17 : Unboxing 21+
18 Bab 18: Menyatakan Perasaan
19 Bab 19: Kabar Bahagia Dan Kembalinya Mantan Tunangan
20 Bab 20: Hubungan Yang Retak
21 Bab 21 : Cinta Dalam Tiap Detik
22 Bab 22 : Menunggu Cinta Kecil Kita
23 Bab 23: Rumah Yang Kita Bangun
24 Bab 24: Pelukan Yang Menyembuhkan
25 Bab 25: Rumah Selamanya ( end kisah Arumi dan Damian)
26 Bab 26: Rumah Tanpa Syarat ( Saka dan Angel)
27 Bab 27 : Ketika Badai Datang
28 Bab 28: Rumah Yang Tak Pernah Sama
29 Bab 29: Kunjungan Yang Menghangatkan
30 Bab 30 : Janji Yang Diukir Waktu
31 Bab 31 : Titik Balik
32 Bab 32 : Keluarga Yang Terus Bertumbuh
33 Bab 33 : Dia Detak Dalam Satu Hati
34 Bab 34 : Peluk aku, Dua kali lebih erat
35 Bab 35: Cinta Yang Tak Terbatas
36 Bab 36: Menanti Kehadiran
37 Bab 37: Pelukan Pertama, Malam Pertama
38 Bab 38: Sepasang Sayap Di Tengah Badai
39 Bab 39: Langkah Kecil, Harapan Besar
40 Bab 40: Tamat Season 1 dan Prolog
41 Season 2 : Menyerah
42 Season 2 : Bertemu
43 Season 2: Bertemu 2
44 Season 2 : Hilang Harapan
45 Season 2 : bingung judulnya apa
46 Season 2
47 Season 2: Kecelakaan dan Kabar Mengejutkan
48 Season 2
49 Season 2 : Hampir Kehilangan
50 Season 2
51 Season 2 : Pelan-pelan Tapi Bersama
52 Season 2
53 Season 2 : Ganti Panggilan
54 Season 2 : Pergi
55 Season 2 : Cerita, Canda, dan Cemburu
56 Season 2 : Lamaran
57 Season 2 : Bertengkar
58 Season 2 : Berkunjung ke Mansion Dirgantara
59 Season 2 : Fitting baju + manja maksimal
60 Season 2: Akad Cinta Elio dan Aluna
61 Season 2 : Malam Pertama
62 Season 2: Kabar Bahagia
63 Season 2 : Dua Garis Bahagia
64 Season 2 : Si Papa Protektif Sampai ke Ubun-ubun
65 Season 2 : Ngidam, Mood Swing, dan Suami Paling Tahan Banting
66 Season 2: Papa Siaga
67 Season 2 : Periksa kandungan
68 Season 2: Trimester kedua
69 Season 2: Lahiran
70 Season 2 : Tamat
Episodes

Updated 70 Episodes

1
Bab 1: Kepergian Yang Menghancurkan
2
Bab 2: Luka yang membakar
3
Bab 3 : Duri di Balik Luka
4
Bab 4: Luka yang Berbisik
5
Bab 5 : Jejak di Balik Nama
6
Bab 6: Luka Yang Terbuka
7
Bab 7 : Kebenaran Tak Pernah Satu
8
Bab 8: Bayangan Di Balik Nama
9
Bab 9: Nama Yang Tak Pernah Di Sebut
10
Bab 10: Pertemuan Yang Tak Bisa Dielakkan
11
Bab 11 : Rooftop
12
Bab 12 : Menemukan Pelabuhan
13
Bab 13 : Kamu dan Aku, Selamanya
14
Bab 14 : Bayangan dari Masa Lalu
15
Bab 15 : Runtuh Diantara Bayangan
16
Bab 16 : Lolos dari jebakan Jesica
17
Bab 17 : Unboxing 21+
18
Bab 18: Menyatakan Perasaan
19
Bab 19: Kabar Bahagia Dan Kembalinya Mantan Tunangan
20
Bab 20: Hubungan Yang Retak
21
Bab 21 : Cinta Dalam Tiap Detik
22
Bab 22 : Menunggu Cinta Kecil Kita
23
Bab 23: Rumah Yang Kita Bangun
24
Bab 24: Pelukan Yang Menyembuhkan
25
Bab 25: Rumah Selamanya ( end kisah Arumi dan Damian)
26
Bab 26: Rumah Tanpa Syarat ( Saka dan Angel)
27
Bab 27 : Ketika Badai Datang
28
Bab 28: Rumah Yang Tak Pernah Sama
29
Bab 29: Kunjungan Yang Menghangatkan
30
Bab 30 : Janji Yang Diukir Waktu
31
Bab 31 : Titik Balik
32
Bab 32 : Keluarga Yang Terus Bertumbuh
33
Bab 33 : Dia Detak Dalam Satu Hati
34
Bab 34 : Peluk aku, Dua kali lebih erat
35
Bab 35: Cinta Yang Tak Terbatas
36
Bab 36: Menanti Kehadiran
37
Bab 37: Pelukan Pertama, Malam Pertama
38
Bab 38: Sepasang Sayap Di Tengah Badai
39
Bab 39: Langkah Kecil, Harapan Besar
40
Bab 40: Tamat Season 1 dan Prolog
41
Season 2 : Menyerah
42
Season 2 : Bertemu
43
Season 2: Bertemu 2
44
Season 2 : Hilang Harapan
45
Season 2 : bingung judulnya apa
46
Season 2
47
Season 2: Kecelakaan dan Kabar Mengejutkan
48
Season 2
49
Season 2 : Hampir Kehilangan
50
Season 2
51
Season 2 : Pelan-pelan Tapi Bersama
52
Season 2
53
Season 2 : Ganti Panggilan
54
Season 2 : Pergi
55
Season 2 : Cerita, Canda, dan Cemburu
56
Season 2 : Lamaran
57
Season 2 : Bertengkar
58
Season 2 : Berkunjung ke Mansion Dirgantara
59
Season 2 : Fitting baju + manja maksimal
60
Season 2: Akad Cinta Elio dan Aluna
61
Season 2 : Malam Pertama
62
Season 2: Kabar Bahagia
63
Season 2 : Dua Garis Bahagia
64
Season 2 : Si Papa Protektif Sampai ke Ubun-ubun
65
Season 2 : Ngidam, Mood Swing, dan Suami Paling Tahan Banting
66
Season 2: Papa Siaga
67
Season 2 : Periksa kandungan
68
Season 2: Trimester kedua
69
Season 2: Lahiran
70
Season 2 : Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!