Damian Dirgantara adalah putra sulung dari pasangan Ricky Dirgantara dan Nathalia Putri. Ia memiliki seorang adik perempuan yang sangat cantik dan cerdas, Rose Dirgantara. Keluarga Dirgantara dikenal sebagai keluarga terpandang dan harmonis. Damian tumbuh dalam lingkungan penuh kasih sayang dan didikan yang tegas namun adil.
Kini, Damian menjabat sebagai CEO Dirgantara Company, perusahaan yang didirikan oleh ayahnya dan terus berkembang di tangannya. Ia muda, cerdas, tajir, dan sangat tampan. Hidungnya mancung, alis tebal, bulu mata lentik, rahang tegas, serta bibir seksi membuat banyak wanita tergila-gila. Tapi, tidak hanya parasnya yang menarik. Damian juga dikenal sangat disiplin dan pekerja keras.
Di balik kesempurnaannya, Damian memiliki luka yang mendalam. Selama tiga tahun, ia menjalin hubungan dengan Jesica Rahardian—seorang model ternama yang sering tampil di berbagai iklan dan majalah. Putri tunggal keluarga Rahardian ini tampak seperti pasangan ideal bagi Damian. Namun, pada perayaan anniversary mereka yang ketiga, semuanya hancur.
Malam itu, Damian memutuskan untuk memberikan kejutan di hotel tempat mereka biasa menginap. Tapi kejutan itu berubah menjadi mimpi buruk. Saat membuka pintu kamar, ia mendapati Jesica sedang berhubungan intim dengan pria lain.
"DASAR WANITA MURAHAN, KAU JESICA!" teriak Damian dengan penuh kemarahan.
Jesica langsung panik. "Sayang, aku bisa jelasin. Ini cuma salah paham. Dia yang jebak aku!"
"Salah paham? Aku lihat sendiri kalian! Apa kurangnya aku, Jesica?!" bentaknya, suaranya bergetar karena emosi dan patah hati.
Selingkuhan Jesica, Adrian, malah ikut bicara, "Damian, kamu itu bodoh. Jesica cuma manfaatin kamu buat harta. Dia nggak cinta kamu."
Tatapan Damian mengeras. Kata-kata itu menghantamnya lebih keras dari pukulan mana pun.
"Jesica, mulai sekarang kita selesai. Putus. Jangan pernah ganggu hidup saya lagi," katanya tegas.
Jesica menangis pura-pura. "Damian, sayang, dengerin aku..."
"CUIH! Aku nggak sudi balik sama kamu!"
Jesica akhirnya menunjukkan wajah aslinya. "Oke. Iya, aku nggak pernah cinta kamu. Kamu cuma pria bodoh yang mudah dimanfaatin."
"Mungkin sekarang iya. Tapi nggak akan terjadi lagi," jawab Damian dingin sebelum meninggalkan kamar itu.
Setelah kejadian itu, Damian berubah. Ia menjadi sosok yang dingin, sinis, dan kasar terhadap wanita. Ia menutup rapat hatinya. Semua wanita ia anggap pengkhianat. Gosip pun menyebar—ada yang bilang Damian penyuka sesama jenis karena terlalu cuek pada wanita.
Sementara itu, Rose Dirgantara, adik tercintanya, hidup dengan penuh prestasi. Ia cerdas, santun, dan menjadi favorit para guru di sekolahnya. Rose juga memiliki kekasih bernama Muhammad Adam Malik, pria keturunan Arab yang juga pintar dan sopan. Hubungan mereka sudah berlangsung hampir tiga tahun dan mendapat restu dari kedua keluarga.
Tiga minggu menjelang hari pertunangan, segala persiapan dilakukan dengan matang. Dan akhirnya hari yang ditunggu tiba. Acara pertunangan berjalan meriah dan sakral. Banyak doa baik mengalir dari tamu undangan.
Namun, beberapa hari setelah pertunangan, Adam mendadak jatuh sakit. Ia dirawat di rumah sakit. Rose dengan setia menemani. Suatu sore, kedua orang tua Adam mengajak Rose bicara di luar kamar.
"Rose, sejujurnya kami dari awal tidak merestui hubungan kalian. Tapi demi Adam, kami diam," ujar ayah Adam tenang tapi dingin.
Rose kaget. "Tapi kami sudah bertunangan, pernikahan tinggal selangkah lagi!"
"Kami telah menjodohkan Adam dengan gadis dari pondok. Dia lebih cocok dengan Adam," tambah ibunya.
"Saya dan Adam saling mencintai! Ini tidak adil!" suara Rose meninggi.
"Kami minta kamu batalkan semuanya demi kebaikan bersama," kata mereka.
"Tidak! Saya tetap ingin bersama Adam!" tegas Rose.
"Kalau begitu, lihat saja nanti," ancam ibunya.
Hari itu, Rose pulang dengan hati hancur. Tapi di tengah perjalanan, ia merasa dibuntuti oleh dua orang misterius. Saat berusaha kabur, motornya tergelincir. Kaki dan lengannya terluka, namun ia masih mencoba bangkit. Sayangnya, dua peluru menembus tubuhnya.
Sebelum menutup mata, ia melihat dua orang misterius itu membuka penutup wajah. Betapa terkejutnya Rose—ternyata mereka adalah orang tua Adam. Ada seorang wanita cantik berdiri di kejauhan, ingin menolong tapi tak berani bergerak. Itu adalah Arumi.
Arumi membawa Rose ke rumah sakit, tangannya berlumur darah.
"Apakah Anda keluarga pasien?" tanya dokter.
"Bukan, saya hanya orang yang membawanya ke sini," jawab Arumi panik.
"Pasien meninggal dunia. Pelurunya menembus organ vital," kata dokter.
Beberapa menit kemudian, Damian datang dengan wajah panik. Saat mengetahui adik kesayangannya meninggal, ia langsung ambruk. Tapi ketika melihat Arumi di sana, bajunya berlumuran darah, dan ada pistol tergeletak di lantai rumah sakit, pikirannya langsung terbakar.
"APA KAMU YANG MEMBUNUH ADIK SAYA?!" bentaknya keras.
"Bukan saya! Saya hanya..."
"BOHONG! KAU HARUS BAYAR!"
"Dengar dulu penjelasan saya, Tuan—"
"Lihat! Darah Rose ada di bajumu! Dan ini... PISTOL!"
"Saya hanya... menemukan dia dan—"
"Cukup! Malam ini, kau menikah denganku. Supaya aku bisa balas dendam langsung padamu."
Arumi membelalak. "Apa?!"
"Anggap ini pernikahan kutukan. Aku akan pastikan kamu merasakan sakit seperti aku kehilangan Rose."
Ruangan UGD menjadi saksi bisu kematian seorang gadis yang begitu disayangi banyak orang. Hanya dalam hitungan detik, dunia Damian hancur. Rose—satu-satunya cahaya hidupnya—pergi secara tragis dan tidak adil. Dan di saat kehilangan itu begitu menyiksa, ia menemukan sosok perempuan asing yang berlumuran darah adiknya, berdiri di samping pistol. Amarah pun mengambil alih logika.
Petugas rumah sakit berusaha menenangkan Damian, tapi ia mengamuk. "Panggil polisi! Wanita ini harus ditangkap sekarang juga!"
Arumi menunduk, tubuhnya gemetar, napasnya tersengal. “Tolong dengarkan saya... saya bukan pembunuhnya…”
Tapi wajah Damian sudah memucat oleh murka dan duka. Ia tak bisa berpikir jernih. Yang ia tahu, seseorang harus menanggung rasa sakit yang sedang membakar jiwanya.
Beberapa jam setelah kejadian itu, polisi datang dan menginterogasi Arumi. Namun, bukti jelas belum cukup untuk menahannya secara hukum. Arumi pun diperbolehkan pulang, meski tetap dalam pengawasan ketat.
Damian tidak terima. Ia menghampiri Arumi dengan tatapan tajam bak pisau.
“Kau pikir bisa lolos begitu saja? Jangan bermimpi!” ucapnya dingin.
“Saya tidak bersalah,” lirih Arumi, matanya berkaca-kaca.
“Mulai malam ini, hidupmu adalah milik saya. Kau akan jadi istriku. Dan setiap hari, kau akan membayar kematian Rose dengan hidupmu sendiri.”
Arumi menggeleng. “Tidak masuk akal! Saya bukan siapa-siapa, kenapa harus menikah dengan saya?”
Damian mencengkeram lengan Arumi. “Karena hanya itu cara supaya aku bisa mengikatmu dan membuatmu merasakan siksa.”
“Saya tidak bisa... saya tidak sanggup...”
“Terlambat. Semua sudah kuatur. Besok malam kau akan jadi istriku.”
Pernikahan itu dilangsungkan secara tertutup. Hanya keluarga dan notaris yang hadir. Arumi mengenakan gaun putih sederhana, wajahnya pucat. Sementara Damian berdiri kaku dengan jas hitam, mata dinginnya tak pernah lepas dari Arumi.
Saat penghulu mengucapkan ijab kabul, suara Damian tegas dan penuh kebencian.
“Saya Damian Dirgantara, menerima Arumi Natasya sebagai istri saya, dengan mas kawin ini—dendam dan luka.”
Semua orang diam. Kalimat itu tidak tercatat di akta, tapi jelas terdengar. Arumi menggigit bibir, menahan air mata yang hampir tumpah. Hatinya sakit, bingung, dan takut.
Setelah acara, Damian menyeret Arumi ke mobil dan membawanya ke rumah mewah keluarga Dirgantara. Sebuah kamar dingin, tanpa hiasan, menjadi tempat tinggal Arumi yang baru. Tidak ada selamat datang. Tidak ada pelukan. Tidak ada cinta. Hanya luka, tuduhan, dan kebencian.
Beberapa hari kemudian…
Arumi berusaha mencari cara agar Damian percaya padanya. Tapi setiap kali ia bicara, Damian selalu menyela dengan hinaan atau sikap dingin.
“Jangan sok polos! Aku tahu semua wanita itu pembohong. Termasuk kamu.”
“Saya bahkan tidak mengenal adik Anda. Saya hanya kebetulan berada di tempat kejadian. Saya—”
“Diam! Jangan bawa-bawa Rose dengan mulut kotormu.”
Malam-malam Arumi diisi dengan tangis dan ketakutan. Tapi di balik semua itu, ia juga mulai merasakan luka lain—bukan luka karena Damian yang kasar, tapi karena ia melihat pria itu sebenarnya sangat terluka. Kadang, ketika Damian tidur, Arumi mengintip dari balik pintu. Ia melihat Damian memeluk bantal milik Rose, menangis pelan, memanggil nama adiknya dalam tidur.
Damian bukan monster. Ia hanya pria yang kehilangan arah karena kehilangan orang yang paling dicintainya.
Sementara itu, penyelidikan polisi mulai menemukan kejanggalan. CCTV di sekitar area penembakan rusak pada malam kejadian. Namun, seorang saksi anonim mengirim rekaman dari HP-nya ke pihak berwenang. Dalam video itu, terlihat dua sosok yang mengenakan baju khas keluarga Adam keluar dari gang sempit. Wajah mereka terekam sekilas. Salah satunya tampak seperti ibu Adam.
Sayangnya, saksi itu tidak diketahui keberadaannya. Video itu pun tak bisa dijadikan bukti kuat tanpa dukungan lebih lanjut.
Damian belum tahu soal ini. Tapi asistennya, Saka, sedang menyelidiki diam-diam karena tidak percaya Arumi bisa melakukan kejahatan seperti itu. Arumi selama ini menunjukkan sikap baik, sopan, dan tidak pernah membalas perlakuan kasar Damian.
Suatu malam, saat Damian pulang dalam keadaan mabuk, ia melihat Arumi sedang duduk di ruang tengah, menjahit kerah bajunya yang sobek.
“Kenapa kamu masih di sini? Harusnya kamu kabur aja,” ucap Damian dengan suara berat.
“Saya nggak punya tempat untuk kabur,” jawab Arumi pelan. “Dan… saya juga ingin mencari kebenaran tentang kematian Rose.”
Damian mencibir. “Berhenti berpura-pura jadi orang baik. Aku benci topeng orang seperti kamu.”
Arumi berdiri dan menatap Damian dengan mata berkaca. “Saya tahu kamu membenci saya. Tapi saya tetap manusia. Saya bisa terluka juga.”
Untuk pertama kalinya, Damian menatap Arumi lebih lama. Ia melihat mata yang tidak menyimpan kebohongan, hanya ketakutan dan kejujuran.
Dan untuk pertama kalinya juga, ia merasa hatinya terguncang sedikit. Tapi ia segera menepisnya.
“Jangan pernah berharap aku akan mempercayaimu,” ucapnya, sebelum berjalan ke kamar.
Namun, malam itu Damian tidak bisa tidur. Wajah Arumi terus muncul di benaknya. Tatapan itu, kata-kata itu, dan luka itu… mirip dengan dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
filzah
Karakter-karakternya sangat hidup, aku merasa seperti melihat mereka secara langsung.
2025-06-01
0