Arya Mulai Menyukai Hani

Sejak pertemuan itu, Arya terus memperhatikan Hani. Dirinya bahkan tidak sadar memuji kecantikan gadis itu di hadapan teman-temannya. Walaupun mereka tidak tahu siapa wanita cantik yang Arya puji.

"Eh, Ya! Ngomong apa kamu? Siapa yang cantik? Si Hana, ya? Kalau itu mah, semua orang juga tahu."

Arya menggeleng. "Bukan Hana, tapi yang di sebelahnya."

Apa yang baru saja Arya katakan membuat teman-temannya terkejut. Salah satu dari mereka mencibir. "Hah?! Kamu buta, ya? Kok, cewek cupu gitu dipuji cantik. Cantik dari mana? Wah ... sakit ini anak!"

"Ah ...! Berisik kalian!"

Pembicaraan mereka terhenti ketika Sammy datang. Laki-laki itu dengan senyum yang ramah menyampaikan bahwa pagi ini, mereka akan belajar tentang stamina tubuh manusia. Ia memberi perintah agar mereka segera berganti pakaian dan berkumpul di lapangan.

“Aduh, kenapa harus sekarang.”

Feby menghela napas. Dia mengeluh karena make-up-nya bisa luntur ketika kepanasan.

Melihat temannya kesal, Tari malah mengejek dengan berkata, "Wajahmu tutup pakai plastik saja, Feb. Biar aman."

“Kamu duluan, ya!” Feby segera mendatangi temannya itu untuk memberikan pelajaran. Namun, Tari berhasil menghindar.

Sammy sengaja mengajak mereka untuk panas-panasan dan lari maraton beberapa putaran. Dia ingin melihat, siapa yang tubuhnya tidak kuat dengan sinar matahari. Ia berpikir dengan begitu bisa menemukan sang adik dengan mudah. Namun, ternyata salah. Rencananya malah gagal total karena semua anak perempuan yang mengikuti kegiatan tersebut merasa kepanasan dan kelelahan. Melihat hal itu, Sammy pun mengakhiri jam pelajaran dan menyuruh mereka untuk beristirahat.

'Mengapa ini begitu sulit,' gerutunya dalam hati dengan wajah kesal.

Sarah memperhatikan apa yang Sammy lakukan dari kejauhan. Wanita itu tersenyum kecil, lalu pergi begitu saja.

Di tempat lain, Hani sedang berteduh di bawah pohon. Jemarinya bergerak, mengusap keringat yang bercucuran. Hani merasa seluruh badannya memanas. Dia juga sangat kehausan.

Tiba-tiba, sebuah botol yang dingin menyentuh pipinya. Gadis itu terkejut, kemudian menatap sosok yang membawa botol tersebut.

"Arya ...?"

Hani ingin segera pergi. Namun, pria yang baru saja memberinya sebotol air bertanya padanya, mengapa ia menjauh? Ia pun menunduk, teringat tentang Hana yang menyukai Arya sejak SMA. Hani tidak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka.

Tanpa menjawab pertanyaan Arya, Hani segera pergi. Namun, ia malah berpapasan dengan Bayu.

"Oh, kamu di sini rupanya."

Tatapan Hani mengarah pada sebotol minuman yang Bayu pegang. Ia mengatakan bahwa dirinya menginginkan sedikit air itu. Namun, dikarenakan Hani sangat kehausan, ia segera merampas botol itu dan meneguk isinya sampai habis.

"Han, pelan-pelan dong minumnya. Kayak habis lari maraton aja."

Mendengar itu, Hani meneguk tegukan terakhir dengan cepat dan menjawab, "Memang habis maraton, kok."

Bayu tersenyum tipis, kemudian mengalihkan pembicaraan. "Oh, iya. Tadi si Arya mau ngapain?"

Hani hanya mengangkat bahu sebagai jawaban, kemudian mengajak Bayu untuk pergi ke kantin karena dirinya merasa lapar. Berbeda dengan Arya yang menatap kesal saat melihat Hani dekat dengan pria lain.

***

Di rumah, Sofyan kembali bertanya kepada Sammy. “Bagaimana, apakah rencananya kamu berhasil, Sam?”

Belum sempat Sammy menjawab, suara tawa Sarah membuat pria yang bertanya tadi penasaran dengan apa yang terjadi.

"Berhasil dong, Yah. Sammy berhasil bikin murid-muridnya kepanasan dan jatuh pingsan."

“Sarah ...!” cetus Sammy dengan muka kesal.

Sarah segera menutup mulutnya tak ingin menggodanya lagi.

“Apa ada cara lain, Paman? Sepertinya ini tidak efektif.”

Sofyan menggeleng. “Waktu kita tidak banyak lagi, semoga saja kita bisa segera menemukan adikmu.”

Sammy merunduk, merasa putus asa. Namun, dia tak ingin menyerah dulu. Dia percaya bahwa suatu hari nanti, pasti pertemuan dengan adiknya akan terjadi.

***

Seperti hari-hari biasanya di Kampus, Hani duduk di bawah pohon sendirian. Gadis itu sedang fokus membaca beberapa buku yang dipinjam dari perpustakaan. Tiba-tiba saja, ada sebuah tangan yang menyodorkan sebotol air. Hani mengucapkan terima kasih dengan menyebutkan nama Bayu di akhir kalimatnya.

Sosok yang memberikan air tersebut menghela napas, membuat Hani terkejut.

“Kenapa dia lagi, sih!” cibir Arya.

"Loh, Arya?!" Hani heran, ia ternyata salah orang.

"Apa hanya dia yang ada di pikiran kamu?"

"Maaf ... kukira, tadi itu Bayu," jawab Hani lirih.

Arya bertanya pada Hani tentang hubungannya dengan Bayu dengan nada ketus. Namun, Hani menjelaskan dengan lemah lembut bahwa dirinya dan Bayu tidak berpacaran.

“Serius, kalian nggak punya hubungan khusus? Tapi, kenapa kalian selalu aja ke mana-mana berdua.”

“Kan, kami udah temenan dari kecil. Wajarlah kalau kami terlihat akrab. Emangnya kenapa? Kamu cemburu, ya?” Hani menggodanya.

“Kalau iya, gimana?” jawab Arya tanpa banyak pikir.

Hani tak bisa berucap kata-kata lagi. Lidahnya terkunci oleh jawaban yang dilontarkan Arya.

“Udah bercandanya, nggak lucu tau.”

Arya mengubah posisi duduknya. Menatap Hani yang masih sibuk membaca.

"Apa yang sedang kamu baca?" tanyanya kemudian.

Hani melirik sosok di sampingnya, lalu memperlihatkan cover depan dari buku yang ia baca. Arya pun tersenyum dan mengangguk.

Ketika Hani kembali fokus membaca, Arya tiba-tiba melepas kacamata yang Hani pakai sembari berkata, "Kamu itu pantasnya tidak menggunakan ini."

“Arya! Balikin nggak!” Hani membentak Arya agar pria itu mengembalikan kacamatanya.

Hani kesulitan untuk meraih benda miliknya karena Arya berdiri. Gadis itu melompat-lompat, menyebabkan kakinya terkilir. Untung saja, Arya dengan sigap menahan tubuh mungil di hadapannya itu. Tatapan mereka beradu, membuat jantung Arya berdetak sangat cepat.

Melihat Arya yang mematung sesaat, membuat Hani mendapat kesempatan untuk merebut kembali benda miliknya dan meninggalkan dia yang sedang memukul-mukul dadanya.

Kejadian tersebut tidak luput dari penglihatan Hana dan teman-temannya. Gadis yang selalu memerintah Hani itu terlihat kesal. Botol air yang dipegangnya pun hancur karena ia meremasnya dengan kuat. Melihat Hana yang tersulut emosi, teman-temannya malah mengompori.

"Wah ... parah banget si Cupu. Perlu dikasih pelajaran itu, Na."

"Iya! Benar itu, Na. Kamu harus beri dia pelajaran, jangan sampai lepas!"

Hana menarik sebelah sudut bibirnya, ia memberi perintah agar teman-temanya membawa Hani ke gudang belakang.

***

Hana mendorong tubuh saudarinya dengan keras, hingga menimpa beberapa meja yang sudah lapuk. Hani meringis kesakitan, sedangkan raut wajah gadis di hadapannya malah tampak seperti iblis. Dia membentak. "Berani-beraninya kamu mendekati Arya! Apa kamu mau menantangku, iya!"

Masih dengan rasa nyeri di badan, dia membantah tuduhan Hana. "Aku tidak mendekati dia, Na! Sumpah! Aku enggak ada hubungan apa-apa sama dia ...."

"Banyak bacot, kamu! Sudahlah, Na. Biar kami saja yang memberinya pelajaran!" cetus Wati yang sudah beralih mencengkeram kerah baju Hani.

Hana mundur, membiarkan teman-temannya menyiksa Hani. Namun, belum sempat adegan itu terjadi sebuah batu kerikil tiba-tiba saja melayang tepat mengenai lengan Wati.

“Aduh, siapa itu?” Wati dan lainnya mencari dari arah mana kerikil itu dilempar.

Mereka terkejut ketika melihat ke arah datangnya kerikil itu. Pelaku yang menggagalkan rencana mereka adalah Profesor Sammy. Pria itu mengancam Hana dan teman-temannya, membuat mereka ketakutan dan berlari meninggalkan Hani.

Sammy melihat gadis di hadapannya menunduk, Sammy tahu bahwa gadis itu tengah menangis dan merasa kesakitan. Dia pun segera membawa Hani ke ruang kesehatan untuk diobati.

"Kenapa kita selalu bertemu ketika kamu dalam masalah?" tanya Sammy sembari mengobati luka cekikan di leher Hani.

Mendengar itu, Hani merasa bersalah. Ia pun menatap pria yang telah membantunya tadi. "Maaf Prof, saya selalu menyulitkan Anda. Terima kasih soal tadi."

"Apakah bisa? Sehari saja, kamu tidak membuatku khawatir?"

Hani hanya bisa meminta maaf dan kembali menundukkan pandangannya.

Tiba-tiba, Bayu datang dengan tergesa-gesa dan bertanya pada Hani bagaimana keadaannya.

“Han, bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit, Han?” Bayu tidak sadar jika di sana juga ada Profesor Sammy.

Bukannya menjawab, Hani terlebih dahulu memberi kode kepada Bayu untuk melihat ke belakang.

Bayu pun terkejut. Dia segera meminta maaf dan mengucapkan terima kasih karena Sammy telah menjaga Hani.

Sammy sedikit tenang setelah Hani ada yang menemani, dia pun segera berpamitan dan pergi dari sana.

“Kalau gitu aku tinggalkan kalian berdua.”

“Terimakasih, Prof,” sahut Bayu.

Setelah Profesor itu pergi, barulah Bayu bertanya tentang apa yang menyebabkan Hani terluka.

“Siapa yang melakukan ini padamu, apa Hana?”

Hani menggeleng tak ingin memperpanjang masalah.

“Jadi kamu nggak mau ngomong, ok. Aku tanya ke Hana aja.”. Bayu pura-pura melangkah pergi.

“Tunggu, Yu.”

Akhirnya, gadis itu menjawab dengan jujur bahwa Hana yang melukainya karena dia terlihat bersama Arya tadi.

“Kamu juga, kenapa dekat-dekat sama Arya? Udah tahu Hana nggak suka.”

“Arya sendiri yang datangi aku. Kok, kamu jadi ikut-ikutan marah, Yu.”

Bayu mendekat kemudian membelai rambut Hani.

“Aku nggak mau kamu punya masalah dengan Hana, aku khawatir sama keadaan kamu.”

“Hem, makasih.”

Sore harinya di depan fakultas, Bayu sedang mencegah Hani agar ia tidak pergi ke Restoran untuk kerja paruh waktu. Bayu pun memperingati Hani bahwa Ibunya akan marah jika tahu dia bekerja.

“Jangan pergi, Han. Ngeyel kamu, ya.”

"Cuma kamu yang tahu, Yu. Jadi aku mohon, kamu jangan bilang sama mamaku, ya? Please ...."

Bayu pun pasrah melepaskan temannya itu, dia hanya bisa menyemangati Hani dan memintanya untuk berhati-hati.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!