Pertemuan Pertama

Hari ini di kampus Los Angeles.

"Selamat pagi semuanya, kalian pasti kaget karena mengira saya terlalu muda untuk menjadi Dosen kalian, tapi mulai hari ini kalian bisa memanggil saya Prof. Sam. Saya akan memberikan ilmu sampai kalian sukses nantinya.”

Setelah Sammy memperkenalkan diri, seisi kelas pun berisik. Salah satunya karena percakapan Hana dan kawan-kawan.

"Wah ...! Asyik ...! Kelas kita diisi cowok-cowok ganteng, Na. Lihat, itu! Arya juga masuk kelas ini!"

"Sepertinya Arya memang jodoh kamu, Na. Buktinya, di mana ada kamu, di situ ada dia. Iya enggak Feb?”

Mereka tertawa, terlebih ketika melihat pipi Hana memerah. Wanita itu tersenyum sambil menatap ke arah Arya.

***

Di kantin. Hana kembali menyuruh Hani untuk mengambil makan siang mereka. Ia mengomel karena Hani sangat lambat. “Hani! Cepatlah ...! Aku sudah lapar.”

"Iya! Lama banget, sih! Cupu.”

Hani mencoba untuk berjalan lebih cepat. Kedua tangannya memegang nampan berisi pesanan mereka. Ia tidak bisa melihat jalan dengan jelas. Ketika dirinya sudah hampir sampai, salah seorang teman Hana mengeluarkan kakinya. Hani tersandung, ia jatuh ke lantai. Semua yang ia bawa pun tumpah. Hani merintih kesakitan.

Sammy bisa melihat kejadian itu dengan jelas walau dari jauh. Dia ingin membantunya. Namun, Sarah melarangnya.

“Itu bukan kewajiban kita, Sam.”

"Tapi mereka keterlaluan ...!” cerca Sammy.

“Sam, sudahlah! Kita makan saja. Nanti pasti ada orang lain yang mengurus mereka.” Sarah mencoba menahan pria di sampingnya untuk tidak ikut campur masalah orang lain.

Sammy pun pasrah. Ia mengikuti apa kata Sarah.

Melihat Hani seperti itu, Hana malah kembali membentak. “Kamu buta? Lihat! Jadi berantakan kayak gini, ‘kan? Padahal aku sudah lapar dari tadi! Sudah lambat, bawa makanan saja tidak becus!”

Hani hanya bisa menatap lantai, ia tidak berani menatap Hana yang sedang membentaknya.

Tiba-tiba, seorang pria datang dan membantunya.

“Kamu tidak apa-apa, ‘kan?” Suara itu membuat Hani menoleh.

Hani menatap sosok yang membantunya. Dia Bayu. Anak Bi Surti–pembantu di rumah Hana.

Setelah Bayu membantu gadis di hadapannya berdiri. Dia membentak Hana dan teman-temannya.

“Kalian itu apa-apaan, sih?! Heh, Na! Hani itu saudara kamu. Kenapa kamu perlakukan dia seperti ini, ha?!”

Hana berjalan mendekati Bayu. Ia tersenyum meremehkan. “Kamu itu cuma anak pembantu, jadi enggak usah ikut campur!” Hana mendorong bahu Bayu. “Ayo, teman-teman! Aku kehilangan selera makan setelah melihat mereka berdua.”

Hana pun pergi bersama teman-temannya, meninggalkan Bayu dan Hani yang masih mematung di sana.

***

Saat ini, Hani sedang menangis sambil membersihkan bajunya di kamar mandi. Ia meratapi nasibnya. Setelah selesai membersihkan baju dan merapikan penampilan, Hani pergi dan duduk di taman belakang.

Bayu memperhatikan Hani, dia mendekati gadis itu dan memberikan roti. Hani pun mengucapkan terima kasih.

“Aku enggak habis pikir. Kenapa Hana sangat keterlaluan?! Dia selalu memperlakukan kamu seperti itu,” omel Bayu sembari mengunyah roti.

Bayu melirik ke samping. Gadis yang diajak bicara hanya diam sambil mengunyah roti pemberiannya. Dia pun kembali berkata, “Kamu yakin nggak apa-apa? Mau sampai kapan kamu diam seperti ini? Kenapa tidak melawan saja?”

“Aku berhutang budi pada keluarganya.” Akhirnya Hani buka suara.

Bayu berdecak. “Walau begitu, seharusnya Hana itu sadar. Dia tidak akan pernah lahir ke dunia jika orang tuanya tidak mengangkatmu sebagai anak mereka. Dasar, tidak tahu terima kasih!” Bayu masih mengutuk Hana.

Hani terkejut mendengar ucapan Bayu. Ia segera menutup mulut pria itu dan mengingatkannya.

“Jangan bicarakan itu di sini. Kalau ada orang lain yang mendengar dan melaporkannya pada Hana, kita berada dalam masalah.”

Bayu pun mengangguk paham dan meminta maaf. Tanpa mereka sadari, sepasang netra sedang memperhatikan keduanya dari jauh.

“Kenapa perasaanku aneh ketika melihat gadis itu, ya?” gumam Sammy sembari memegang jantungnya yang terasa aneh.

"Heh! Ngapain kamu di sini?” Sarah tertawa ketika pria itu terkejut karena kedatangannya secara tiba-tiba. Namun, Sammy tidak peduli, dia terus menatap lurus, membuat Sarah paham apa yang sedang pria itu perhatikan. “O ... jadi karena itu.”

“Perasaanku sedikit aneh pada gadis itu, tapi aku tidak tahu kenapa?”

Sarah pun mengejeknya, “Kenapa? Kamu suka sama dia? Jangan-jangan, itu cinta pada pandangan pertama.”

“Hus! Bukanlah! Dia terlalu muda untukku.”

Sarah tertawa, ia kembali mengejek Sammy. “Jadi kamu suka yang tua, ya?”

Sammy mengalihkan pembicaraan. “Kita ini ngomongin apa, sih?” Matanya menatap Sarah yang mengangkat bahu. “Ah, sudahlah. Ayo pergi.”

***

Malam ini, keluarga Hana dan keluarga Arya sedang berkumpul untuk makan malam. Para ibu-ibu sedang asyik berbincang-bincang.

“Wah ... kebetulan sekali, Sis. Anak-anak kita kuliah di fakultas yang sama,” ujar Jennifer—ibunya Arya seraya mengambil lauk, kemudian memindahkannya ke piring.

Lucy menjawab. “Iya. Aku juga bersyukur, Sis. Akhirnya mereka bisa sama-sama lagi.”

Jennifer sedikit heran karena tidak mendapati Hani di sana. Ia pun menanyakan itu.

Lucy tersedak. Namun, dengan cepat ia menetralkan lagi ekspresinya dan memberitahukan bahwa Hani anak yang pemalu, jadi dia tidak ikut makan bersama.

Jennifer mengangguk, lalu mengalihkan pembicaraan. “Anak-anak Sis selalu menjadi juara satu dan dua. Bagaimana kalau mereka dan Arya membentuk kelompok belajar, agar Arya juga ketularan mendapat juara.”

“Bisa diatur itu, Sis.” Lucy menatap putrinya.

“Sayang, kamu mau ‘kan, belajar bareng Nak Arya?”

Gadis itu mengangguk, menyetujui. Jelas saja Hana mau, dia sangat menyukai Arya. Berbanding terbalik dengan Arya yang tidak menyukai percakapan tersebut. Dia pun pamit, ingin ke kamar mandi.

Selesai dari kamar mandi, langkah Arya untuk kembali ke acara makan malam itu terhenti karena dia mendengar nyanyian yang sangat merdu. Pria itu penasaran, lalu mencari dari mana suara itu berasal. Langkahnya kembali terhenti ketika mendapati seorang wanita yang duduk di sebuah ayunan, gadis itu memakai headset. Arya terus memperhatikan dia yang asyik bernyanyi seperti dunia milik sendiri.

Tiba-tiba, syal yang dipakai gadis itu terbawa angin dan jatuh tepat di kaki Arya. Ketika pria itu ingin mengambilnya, sebuah tangan yang terasa lembut bersentuhan dengan tangannya. Spontan keduanya saling memandang.

Arya menatap bola mata gadis itu sambil menanyakan dia siapa. Namun, dengan cepat sosok di hadapannya meminta kembali syal yang Arya pegang. Di sisi lain, Hana merasa bahwa Arya terlalu lama pergi ke kamar mandi, ia pun mencarinya dan malah melihat Arya dan Hani saling beradu pandang. Kesal, Hana langsung hadir ke tengah-tengah mereka.

Hani terkejut ketika Hana datang dan bertanya kepada Arya. “Kok, kamu di sini, Ya? Bukannya tadi ke kamar mandi,” tanya Hani seraya menarik lengan Arya. Dengan cepat, Hani berpamitan karena dia tidak ingin terkena masalah. Tidak lupa, ia menarik syal yang masih dipegang Arya.

“Aku cuman lagi menghirup udara segar,” sahutnya seraya melepaskan lilitan tangan Hana.

Hana merasa aneh melihat tingkah Arya, Akan tetapi, ia tidak peduli. Tujuannya hanya mencari pria tersebut dan mengajaknya kembali ke acara keluarga mereka.

"Na? Tadi itu siapa?” Arya pun bertanya karena rasa penasarannya makin besar.

“Kamu itu lupa atau pura-pura lupa? Itu Hani, lah.”

Arya terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Hana.

'Jadi dia Hani, ternyata secantik itu,' gumamnya dalam hati.

Arya kembali memandang seorang wanita yang tengah duduk di halaman belakang. Ia masih tidak percaya bahwa wanita yang dilihatnya tadi adalah Hani, padahal kalau di kampus wanita itu selalu berpenampilan jelek.

***

Di tempat lain, Sofyan sedang menanyakan keberadaan keponakannya yang bernama Sindy kepada Sarah dan Sammy. Sindy adalah adiknya Sammy, nama itu diberikan oleh Dinda ketika sang anak lahir.

“Ayah, Kampus itu terlalu besar. Wanita di sana beribu-ribu. Bagaimana kita bisa mencarinya dalam waktu satu minggu?” kata Sarah dengan wajah yang lesu karena diberi tugas yang sulit.

Lain dengan Sammy, dia tidak putus asa dan berkata bahwa besok, dia akan mencari adiknya lebih keras lagi. Mendengar itu, Ayah Sarah cukup lega. Namun, dia mengingatkan keduanya jika waktu yang mereka miliki semakin menipis karena akhir bulan ini, akan ada bulan purnama dan Sindy akan mulai berubah menjadi vampir.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!