Hari berganti hari, bulan berganti tahun. Ketika Sammy mulai dewasa. Sofyan baru bisa mempertemukan pria itu dengan ibunya yang selama ini dia cari. Sofyan menceritakan kenapa ibunya harus dibekukan, dan Sammy mengerti alasannya. Untuk itu dia tidak marah, tetapi malah berterima kasih karena sang paman sudah menjaga ibunya dengan baik selama ini.
"Paman, apa hanya darah ayahku yang bisa membangkitkan ibu lagi?" tanya Sammy seraya menatap sang ibu yang terbaring di dalam kotak pendingin.
"Ada alternatif lain, darahmu dan darah adikmu. Tapi ... kita tidak tau di mana adikmu berada saat ini," sahut Sofyan.
Saat itu, Sammy masih terlalu kecil. Dia tidak bisa mengingat apa pun tentang di mana ibunya menaruh sang adik dulu.
"Aku akan mencoba mencari adikku, tapi entah aku harus mulai dari mana," keluh pria itu yang kini sudah dewasa dan berwajah tampan.
"Kamu bisa menjadi Profesor dan mengajar di sebuah universitas. Aku yakin, suatu saat nanti, adikmu pasti akan menampakkan diri,” usul Sofyan.
"Tapi Paman, apa aku bisa mengenalinya?"
"Kalian mempunyai tanda lahir yang sama di pundak, dan juga ketika adikmu berumur dua puluh tahun dia akan mulai berubah seperti vampir. Makanya, kamu harus menunggu sampai saat itu tiba.”
"Baik, Paman,” sahut Sammy merasa lega karena memiliki harapan kembali.
***
Di tempat lain. Di dalam sebuah rumah mewah, tampak dua orang anak gadis sedang bermain boneka. Satu di antaranya tiba-tiba menangis.
Seorang wanita dengan raut wajah yang kasar membentak. "Hani?! Kenapa kamu selalu membuat Adikmu menangis, ha!"
"Tapi Ma, dia merampas mainanku," bantah gadis kecil yang biasa dipanggil Hani itu.
"Apa kamu tidak puas bermain terus, sana belajar!" usirnya.
"Iya Ma," ucap Hani lirih seraya beranjak ke kamarnya.
"Duh, Sayang. Cup-cup, jangan nangis ya, Mama di sini," ujar wanita itu pada anaknya yang lain.
"Ma? Mama kenapa bicara kasar sama Hani?" tanya suaminya yang tidak terima ketika melihat kejadian yang berlangsung tadi.
"Lihat ini, Pa! Dia selalu membuat Hana menangis. Kenapa Papa tidak kembalikan dia ke panti asuhan saja, sih? Lagi pula, sekarang kita sudah memiliki Hana.”
"Ma, jaga omongan Mama! Hani itu juga anak kita, kalau bukan karena dia, Hana tidak akan lahir ke dunia ini. Ingat itu, Ma!" bentak suaminya seraya pergi ke kamar Hani.
Hani menangis di ranjang. Gadis kecil itu tahu bahwa ia adalah anak panti asuhan. Namun, dirinya masih terlalu kecil untuk keluar dan mencari orang tua kandungnya.
"Sayang, jangan dimasukin ke hati ucapan mamamu tadi, ya. Dia memang sering seperti itu," ujar Dirga, kepala keluarga di rumah besar tersebut.
Hani beranjak dari tidurnya dan memeluk Dirga. Ia bertanya, "Pa, apa benar Hani bukan anak Papa dan Mama?"
“Hani, dengar perkataan papa. Walaupun kamu bukan anak kandung kami berdua, Papa sama Mama sayang banget sama kamu. Jadi, Hani nggak boleh sedih, ya.” Dirga berkata seperti itu sambil mengelus rambut Hani.
Hani pun tersenyum dan berkata, “Iya, Pa. Makasih.”
Kalau bukan karena Dirga mungkin Hani sudah lama ingin kabur dari rumah tersebut. Namun, niatnya terus tertahan karena sang ayah sangat menyayanginya. Dia tak ingin membuat pria separuh baya itu khawatir tentang hidupnya.
***
Pada tahun 2021
Sammy tumbuh menjadi lelaki yang tampan. Ia pun menyabet gelar profesor di usianya yang masih muda. Sedangkan Hani, tumbuh menjadi wanita yang cantik jelita. Namun, Hana tidak menyukai penampilannya dan selalu merasa iri. Hana pun menyuruh wanita itu menyembunyikan kecantikannya. Jadi, Hani selalu memakai kacamata ketika keluar rumah. Walau begitu, ia tumbuh menjadi wanita yang baik.
***
Hari pertama di kampus. Hana dan teman-temannya selalu mem-bully Hani. Mereka menyuruh wanita itu membawa banyak barang. Hani tidak bisa berbuat apa-apa. Wanita berambut panjang itu begitu patuh pada Hana dan keluarganya karena sudah merawatnya sedari kecil.
"Kamu bisa jalan cepet nggak, sih! Kita bisa terlambat masuk kelas, nih!" bentak Hana padanya.
"Idih. Anak ini, udah jelek, lelet lagi. Dasar!" kata Febi–teman Hana–ikut mengatainya.
Mereka bertiga meninggalkan Hani yang berjalan sempoyongan karena kesulitan membawa banyak barang yang cukup berat. Gadis itu tidak fokus sampai-sampai ia menabrak seseorang, yang ternyata itu adalah Sammy.
"Apa kamu baik-baik saja?" Sammy bertanya sambil membantu Hani untuk merapikan tas yang berjatuhan.
"Iya, aku tidak apa-apa. Maaf, aku tidak sengaja menabrak Anda.”
Saat Hani dan Sammy mengambil barang-barang yang berjatuhan. Tiba-tiba saja Hani dan teman-temannya kembali dan membentak wanita itu lagi.
"Achhhh! Tasku yang mahal jadi kotor, ‘kan! Yang benar dong, bawanya!”
"Iya, nih! Punya mata enggak sih, kamu ini?”
Sammy merasa bahwa mereka sudah keterlaluan. Pria itu berdiri dan menatap ketiganya. Mereka terperanjat melihat wajah Sammy yang begitu tampan.
"Wah ...! Gantengnya.”
"Apa kamu Malaikat?" seru Tari.
Bukannya senang dipuji, Sammy dengan tegas menyindir mereka. “Kedua tangan kalian masih lengkap. Kenapa kalian menyuruh wanita ini untuk membawa barang-barang kalian?!”
Mendengar nada bicara Sammy yang tidak mengenakkan hati. Hana membalasnya dengan berkata, "Siapa Anda? Beraninya ikut campur urusan kita.”
Belum sempat Sammy membalas perkataan mereka, Hani segera melerai. “Sudah-sudah. Sebentar lagi kelas akan dimulai. Kita semua tidak mau telat, ‘kan? Ayo, kita masuk.” Hani tidak ingin masalahnya menjadi runyam.
Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan, sesuai tujuan masing-masing. Sammy berjalan cepat, kemudian dari belakang disusul oleh Sarah.
"Siapa itu Sam?" tanya wanita berambut ikal tersebut.
"Biasa, anak remaja jaman sekarang, sukanya menindas yang lemah.”
“Eh, gitu. Kirain kamu lagi godain mahasiswi baru,” celetuk Sarah.
“Mereka bukan tipeku!”
“Aku tahu, tipe kamu pasti nenek-nenek 'kan. Upps!”
“Apaan, sih. Nggak lucu.” Sammy berjalan meninggalkannya.
Mendengar itu, Sarah meruncingkan bibirnya dan ikut berjalan di belakang Sammy.
***
Semua mahasiswa-mahasiswi baru sudah berkumpul di sebuah aula. Kini, seorang pria paruh baya sedang memberi sambutan.
"Selamat datang di Universitas kami yang sangat bergengsi ini, Bapak sebagai kepala Dosen di sini ingin menyambut kalian. Semoga kalian bisa belajar dengan giat di universitas ini dan menjadi orang yang sukses."
Setelah pria itu selesai berbicara, suara tepuk tangan terdengar memenuhi aula.
"Ok tenang-tenang, kalian bisa lihat di depan sini, mereka semua adalah para Dosen yang akan membimbing kalian di setiap jurusannya. Jika ada apa-apa, kalian bisa bertanya atau menghubungi mereka langsung, mengerti?”
"Mengerti, Pak," sahut mereka semua.
"Wah! Keren, ternyata pria yang kita temui tadi seorang Dosen," ujar Tari menunjuk ke arah Sammy.
Hana dan teman-temannya terus saja membicarakan Sammy. Lain dengan Hani yang tetap tenang walau sama terkejutnya seperti mereka.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments