Dinda Berhasil Kabur

Sekelompok orang yang memburu vampir, berhasil membawa Andi. Dia tidak sadarkan diri setelah ditembak peluru bius.

Di tengah-tengah perjalanan mereka, Dinda menghadang. Ibu dua anak itu mengeluarkan taring, dia ingin menggigit orang-orang yang telah melukai suaminya tersebut.

Dinda bertarung dengan mereka demi menyelamatkan Andi. Namun, Dinda bukanlah vampir seutuhnya. Kekuatan yang ia punya terbatas.

Waktu yang berjalan cukup lama membuat Andi kembali mendapatkan kesadarannya. Samar-samar, dia melihat Dinda yang sedang dihajar. Tak terima dengan apa yang dilihat, Andi mencoba melepaskan tali yang mengikat tangan dan kakinya.

Andi kesal karena tali tersebut sangat kuat mengikat. Namun, melihat istrinya semakin tersiksa, dengan sekuat tenaga ia kembali berusaha. Akhirnya, Andi bebas. Dia pun segera membantu Dinda yang sudah terluka parah.

"Cepat pergi dari sini! Mereka tidak akan bisa membunuhku, tapi mereka bisa melukaimu. Cepat lari!" paksa Andi seraya mendorong tubuh wanita yang dicintainya agar menjauh.

"Tapi –"

Belum sempat Dinda melanjutkan perkataannya, sebuah peluru tertancap di tangannya. Wanita itu merintih kesakitan.

Andi mencoba mengeluarkan peluru itu dan melemparkannya ke sembarang arah. Pria itu segera menyuruh Dinda untuk meninggalkan tempat tersebut. Dinda pun menghindar ketepian, tapi beberapa orang berusaha mengejarnya. Lalu Andi menghalangi mereka agar tidak melukai istrinya. Wanita itu segera melompati pagar dan menghilang ke arah hutan.

"Sialan! Kejar wanita itu, jangan sampai lolos!" perintah pria berbaju bangsawan yang tak lain adalah Bondan.

Sebagian dari mereka mengejar Dinda dan sebagian lagi meringkus Andi yang terkapar tak berdaya di lantai, tubuh pria itu melemah karena obat bius yang sudah bereaksi.

Bondan kembali bersama para pengawalnya, kemudian pria itu melempar tubuh Andi ke lantai. Seorang pria yang tadinya duduk di sana ikut terkejut melihat perlakuan Bondan.

"Bondan, apa yang kamu lakukan? Aku menyuruhmu membawa pria ini baik-baik, tapi kenapa kamu malah menyiksanya seperti ini? Lepaskan dia!" kata Bambang Cedric kepada temannya itu.

"Kamu ini, selalu saja ikut campur!” bantah Bondan seraya menyuntikkan sebuah cairan ke tubuh Bambang.

"Ini apa Bondan? Lepaskan aku! Kenapa kamu –" ucapan Bambang terhenti karena racun itu bereaksi dengan cepat.

Bambang sudah kehabisan napas dan langsung tewas seketika. Bondan tertawa puas melihat temannya itu merenggang nyawa.

"Bunuh semua orang yang terlibat hari ini! Urus mayat dia juga!" perintah Bondan pada para pengawalnya.

"Siap, Tuan."

***

Orang-orang yang mengejar Dinda kewalahan karena wanita itu bisa berlari dengan cepat, lalu akhirnya mereka kembali ke markas milik Bondan. Kini, semua orang sedang berkumpul di sebuah lapangan.

"Eh, Nang. Aku kencing dulu, kebelet, nih! Kamu mau ikut enggak?" tanya seorang pria pada saudaranya yang duduk di samping.

"Enggak, ah! Udah sana pergi aja."

Pria itu pergi sendiri untuk buang air kecil pada sebatang pohon yang cukup besar.

Pengawal Bondan datang bersama yang lainnya. Pria berbaju hitam itu tampak membawa beberapa arak dan juga makanan.

"Karena kalian sudah bekerja keras, ini imbalan kalian. Bersenang-senanglah," ucap pria itu seraya membagikan air dan uang kepada para pria yang duduk di lantai.

"Hore ...! Kita kaya!" sorak mereka semua merasa senang.

Saking senangnya, mereka makan dan minum tanpa menaruh curiga sama sekali. Tidak lama kemudian, racun yang dituangkan ke minuman tadi telah menyebar ke dalam tubuh. Mereka terlihat kejang-kejang dan mengeluarkan busa dari mulut.

Arif yang baru saja kembali dari buang air kecil melihat kejadian itu. Ia bersembunyi di balik pohon, tak berani mendekat. Pria itu menahan teriakan seolah tak percaya bahwa semua saudara dan teman-temannya telah mati dalam waktu sekejap.

"Tidak ada yang terlewat bukan?" tanya Bondan.

"Tidak ada Tuan," sahut pengawal itu.

"Bagus, buat mereka semua seperti tergigit oleh vampir, lalu besok akan kutunjukkan mayat mereka kepada dunia," ujar Bondan seraya tertawa puas.

Dinda berlari sekencang-kencangnya, ia tidak ingin anak buah Bondan menangkapnya. Tangan wanita itu terluka parah, sesekali ia meringis saat berlari. Ia pun akhirnya sampai di depan rumah Sofyan.

"Dinda ...!" teriak Sofyan terkejut melihat keadaan teman kuliahnya itu. Ia memang sudah menunggunya sedari tadi.

Dinda jatuh, tidak sadarkan diri. Sofyan yang menyaksikan itu langsung membawa wanita tersebut ke laboratorium miliknya. Sofyan merupakan seorang Profesor, dia adalah teman Andi dan Dinda.

Sofyan mengecek keadaan Dinda yang terluka parah. Dia melihat bekas peluru di tangan wanita tersebut. Sebenarnya, seorang vampir bisa menyembuhkan lukanya sendiri dalam beberapa detik. Namun, dikarenakan Dinda adalah setengah manusia, jadi dia tidak mempunyai kekuatan itu. Sofyan terpaksa membekukan Dinda dalam sebuah kotak berdinding es. Dengan begitu, tubuh Dinda akan tetap bernyawa dan tidak menua.

Keesokan harinya, terjadi keributan besar di sebuah wilayah. Istri dari pria yang bernama Bambang berserta anaknya tidak menyangka kalau suaminya akan meninggal secara mengenaskan. Arya Addison, anak dari pria yang sudah meninggal itu menangis karena sang ayah tidak bangun saat tangan kecilnya menggoyang-goyangkan tubuh pria yang terbaring di atas papan. Saat itu, ia masih kecil dan tidak tau apa-apa. Ia hanya mengingat bahwa ayahnya mati karena bekas gigitan vampir di leher.

Sejak saat itu, Jennifer Freya–ibu dari Arya–memutuskan untuk menikah dengan Bondan agar anaknya bisa dirawat bersama-sama. Bondan puas karena dengan kematian Bambang, ia akhirnya mendapatkan segalanya. Jabatan, kekuasaan dan juga wanita yang dicintainya sejak lama.

***

Sofyan sengaja tidak mengatakan kepada Sammy tentang keadaan ibunya karena dia masih terlalu kecil pada saat itu.

Sammy takut pada sinar matahari seperti vampir pada umumnya. Sofyan harus mengambil sampel darah anak kecil itu dan menelitinya. Ia berharap bisa membuat obat untuk Sammy. Akhirnya, Sofyan menciptakan obat yang harus bocah itu minum setiap hari agar ia tidak terbakar ketika terpapar sinar matahari.

Suatu malam di meja makan. Sofyan mempunyai anak perempuan yang seumuran dengan Sammy. Sarah Belinda namanya. Gadis itu hanya hidup bersama sang ayah karena ibunya sudah meninggal ketika melahirkannya.

Sammy tampak tidak berselera untuk makan. Ia hanya mengaduk-aduk nasi di atas piring. Pikirannya jauh menerawang, memikirkan adiknya, ibunya dan juga ayahnya. Entah ke mana perginya mereka semua.

"Sammy, ayo makan. Sudah beberapa hari kamu tidak makan," tutur Sofyan seraya menyumpit beberapa lauk untuk anak kecil tersebut.

Anak lelaki yang usianya belum genap enam tahun itu menangis. Ia menatap pamannya dan berkata, "Aku mau ketemu ibu sama adikku, Paman. Ibu di mana?”

"Mungkin, ibu kamu sedang bersama ibuku sekarang," celetuk Sarah sembari mengunyah makanan.

Sammy tidak terima mendengar itu, ia pergi ke luar rumah sambil berteriak. "Ibuku belum mati!"

"Sam, mau pergi ke mana kamu?" tanya Sofyan. Dia menghela napas melihat kelakuan anak lelaki itu. Memang persis seperti ayahnya yang keras kepala. Makin dikejar, Sammy malah makin pergi menjauh. Untuk itu Sofyan memutuskan untuk menunggunya di rumah saja. Dia yakin bahwa anak lelaki itu membutuhkan waktu untuk sendiri.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!