Cinta langsung memasuki kamarnya dengan dinding kamarnya yang berwarna merah cerah. Kamarnya juga terlihat dipenuhi dengan big poster Lampard juga Marquez sang idola. Di dalam kamanya juga terlihat banyak sekali boneka berbentuk bola dan miniatur-miniatur motor yang menjadi koleksi andalannya.
Di dekat tempat tidurnya, terlihat ada sebuah rak yang dipenuhi dengan tumpukan komik-komik koleksinya. Salah satu komik favoritnya adalah detectiv Conan dan juga Naruto. Koleksi komiknya itu sudah tidak dapat dihitung lagi, alias banyak banget.
Lain halnya dengan Pelangi, rak bukunya dipenuhi dengan tumpukan novel-novel yang ia koleksi. Salah satu koleksi novel favoritnya adalah novel Harry Potter dan Twilight Saga.
Bahkan, koleksi dvd koreanya saja begitu banyak. Sambil mendengarkan lagu milik Bigbang, Pelangi bernyanyi dengan begitu keras hingga membuat Langit yang memang senang sekali dengan lagu-lagu bergenre rock dan metal seperti Likin Park, langsung memperbesar volume tapenya.
“Astaga, kalian berisik banget, deh! Bisa pada dikecilin gak sih volume musiknya? Gue pusing dengernya!” teriak Cinta sambil membuka pintu kamarnya dan berteriak ke arah kamar kedua adiknya.
Cinta yang kebetulan kamarnya berhadapan dengan Pelangi dan kamar Langit yang berada di tengah-tengah kamar mereka berdua, tampak terlihat kesal sekali. Melihat Pelangi dan Langit yang sama sekali tidak menggubris perkataannya, membuat Cinta langsung naik pitam dan begitu geram.
Cinta langsung membanting pintu kamarnya dan mulai memperbesar volume tapenya. Cinta yang memang senang sekali dengan lagu-lagu Jazz apalagi Michael Buble, langsung memperbesar volume tapenya dan mulai bernyanyi dengan suara keras.
Sementara Langit, ia tampak sedang memilih-milih topi yang ingin ia pakai hari ini. Kamar Langit ini memang serba berwarna biru, banyak sekali miniatur-miniatur mobil dan alat-alat elektronik di dalam kamarnya itu.
Meski pun Langit seorang pria, tetapi kamarnya itu memang terlihat lebih rapih dari pada kamar Cinta dan juga Pelangi. Karena Langit senang sekali yang namanya memotret, di dalam kamarnya juga terdapat sebuah ruangan khusus tempat untuk mencetak foto.
Bahkan, kamarnya saja sudah dipenuhi dengan foto-fotonya sendiri diberbagai sudut. Ada pula foto-fotonya bersama keluarganya dan juga saudara kembarnya. Belum lagi, koleksi kacamata dan topinya yang bejibun itu memenuhi kamarnya. Karena sejak tadi sibuk memilih topi, akhirnya ia memutuskan untuk memakai topi pemberian dari ayahnya tadi.
Setelah selesai merias diri, dengan membuka pintu kamar secara bersamaan, Langit, Cinta dan Pelangi turun ke lantai dasar dan segera menuju ruang makan untuk sarapan bersama dengan kedua orang tuanya.
“Kalian sedang membuat konser dadakan tadi?” sindir sang ayah yang membuat istri dan kedua pembantunya terkekeh.
Cinta, Langit dan Pelangi hanya tersenyum kecut dan mulai sibuk membawa piring mereka masing-masing, seraya memilih menu sarapan yang sudah dihidangkan di atas meja makan.
“Hari ini kalian pulang dari kampus jam berapa?” tanya papih sambil membaca koran.
“Langit soreanlah, soalnya ada latihan basket dulu di kampus.”
"Kalau Cinta sama kaya Langit sorean, soalnya ada jadwal latihan karate.”
“Kamu, Honey?” tanya mamih ke arah Pelangi yang sejak tadi sedang sibuk memakan makanannya.
“Me? Pelangi sih gak super sibuk kaya mereka berdua,” jawabnya dengan mulut penuh remahan roti dan selai coklat yang berlumuran di bawah bibirnya hingga membuat Langit membersihkan mulut adiknya itu dengan tangan kanannya.
“Ya sudah, pulangnya jangan terlalu malam. Harusnya, kalian itu sudah mulai mengurangi kegiatan-kegiatan kalian di kampus,” tutur papih pelan seraya melipat koran yang baru saja selesai dibacanya.
“Kenapa memangnya, Pih?” tanya Pelangi dengan mulut penuh makanan.
“Kalian itu seharusnya sudah cepat lulus, cepat kerja dan menikah. Biar papih sama mamih lepas dari tanggung jawab kami untuk membiayai kalian bertiga lagi.”
“Papih jahat, papih udah nggak mau ngurusin kita bertiga lagi, yah?” rengek Pelangi yang membuat Langit dan Cinta menjitak kepalanya secara bersamaan. “Tuh, lihat? Pelangi dianiaya mereka berdua nih, Pih.”
"Langi, Cinta?" seru sang ayah mengingatkan kedua anaknya untuk tidak mengganggu anak bungsunya.
“Dasar aduan!” cibir Langit dan Cinta bersamaan.
“Biarin, suka-suka gue!" balasnya tak mau kalah.
Melihat kedua tangan ayah mereka sudah mulai melipat, secara otomatis ketiga anaknya pun langsung terdiam.
“Listen, papih sama mamih bukannya tidak mau membiayai kalian bertiga lagi. But, papih and mamih wanted to see you guys work fast, kami juga ingin melihat kalian menghasilkan uang sendiri dan melihat kalian merasakan susahnya mencari uang.
“Papih dan mamih juga sekarang sudah tua, kami ingin melihat kalian bertiga menikah dan mempunyai anak sebelum kami meninggal nanti. Kami ingin menggendong seorang cucu,” katanya yang membuat ketiga anaknya itu menatap wajah ayahnya dengan begitu lekat.
Cinta yang duduk di samping ayahnya langsung menggenggam tangan ayahnya dengan lembut dan menatapnya dengan penuh kasih sayang.
“Papih jangan ngomong gitu, papih masih muda ko belum tua-tua banget. Papih pasti bisa menggendong cucu papih nanti.”
Sang ayah tersenyum kecil dan membalas menggenggam tangan anak kesayangannya itu dengan lembut sambil membelai-belai rambutnya penuh kasih sayang.
“Kalau begitu, kalian harus rajin belajar, cepat wisuda dan hasilkan uang yang banyak dengan jerih payah kalian sendiri. Deal ?”
“Deal !” seru Langit, Cinta dan Pelangi bersamaan.
Ketiga saudara kembar itu menganggukkan kepala mereka bersamaan sembari memberikan hormat, hingga membuat papihnya tersenyum riang.
“Jangan keluyuran malam lagi, especially you Cinta.”
“Why, Pih?” tanya Cinta penasaran.
“Because you’re a woman, tidak baik seorang perempuan pulang malam. Apalagi sampai balapan motor segala. Belajar menjadi perempuan yang baiklah, contoh adikmu Pelangi,” nasehat ayahnya sampai membuat
Langit dan juga Pelangi cekikikan hingga membuat Cinta langsung melotot tajam ke arah saudara-saudaranya itu.
“Yes, sir,” jawab Cinta manyun.
“You are the same, Lang,” ujar mamih tiba-tiba.
“Loh, what wrong with me, Mih?” tanyanya tampak terkejut.
“Meski kamu seorang pria, kamu juga harus mengurangi balapan mobilmu itu. Belajar jadi pria yang bisa diandalkan, kamu kan satu-satunya anak laki-laki mamih dan juga papih. Jadi, kamu harus bisa menjaga Cinta dan juga Pelangi,” nasehat sang ibu yang diberi anggukan suaminya.
“Kalau Pelangi masih bisa Langit jagain, Mih.Nah, kalau Cinta buat apa? Dia bisa jaga dirinya sendiri. Cinta kan jago karate,” jawabnya pelan hingga membuat Pelangi menatap sinis kakak laki-lakinya itu.
“Iyalah, gue kan cewe strong dan bisa diandalkan. Nggak kaya Pelangi, manja dan childish,” ejeknya terlihat puas sambil menjulurkan lidahnya ke arah adik perempuannya.
“Aishh, what wrong with me?Ich bin eine großartige und talentierte Frau!” (Saya seorang wanita yang hebat dan berbakat)
“Hebat? Hebat kalau bagian bawelnya sih iya!” timpal Cinta tak mau kalah.
“Aishh, rese banget sih lo!” teriaknya kesal.
“Sudah-sudah, jangan ribut!” lerai sang ibu yang melihat ke dua anaknya malah jadi berdebat dan saling beradu mulut.
“Kalian berdua ngomong apa, sih? Gue nggak ngerti!” tutur Langit yang tampak bingung sambil memasang ekspresi wajah tablonya.
“Makanya belajar bahasa Jerman. Waktu Sma dulu, ke mana aja lo? Jangan-jangan, elo tidur ya waktu pelajaran bahasa Jermannya bu Emma?” sindir Cinta hingga membuat Pelangi dan kedua orang tuanya terkekeh mendengarnya.
Langit tersenyum menyeringai dan kembali memakan makanannya dengan ekspresi wajah sinisnya.
“Bisa bahasa Jerman doang bangga!” katanya menyindir.
“Heh, gue nggak cuma bisa bahasa Jerman aja, yah? Gue juga bisa bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Sunda dan juga Jawa,” katanya menjawab.
“Terserah lo!” seru Langit sambil menjulurkan lidahnya ke arah Cinta.
Setelah selesai sarapan pagi bersama, Langit, Cinta dan Pelangi langsung berpamitan kepada kedua orang tua mereka. Sambil mencium telapak tangan kedua orang tuanya, seperti biasa sang ibu akan mencium kening anak-anaknya satu-persatu.
Sedangkan sang ayah, akan selalu memeluk mereka erat dan memegang kepala anak-anaknya itu dengan penuh kasih sayang. Dan, ritual setiap mereka akan pergi itulah yang selalu menjadi hal yang paling indah mereka jalani selama 21 tahun terakhir ini. Dan, sebagai anak yang baik dan juga berbakti, Cinta, Pelangi dan juga Langit sering sekali mencium pipi ibunda mereka sebagai tanda kasih sayangnya.
“Bye, Mih, Pih,” pamit Cinta, Langit dan juga Pelangi bersamaan.
“Hati-hati di jalan,” tutur papih.
“Jangan kebut-kebuttan di jalan ya, Honey,” nasehat mamihnya sambil melambaikan tangannya.
Ketiga anaknya langsung memberikan dua jempolnya dan segera menuju halaman depan rumah mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments