5. Perhatian yang Tak Disadari

Setelah sarapan selesai, Radit mengambil jasnya yang digantung di sandaran kursi. Rumi berdiri di ambang pintu ruang makan, memperhatikan tanpa banyak bicara.

"Aku berangkat dulu, ya."

Rumi mengangguk pelan. "Hati-hati, Mas. Semoga lancar semua urusannya."

Radit sempat terdiam. Matanya bertemu mata Rumi sebentar, seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya hanya membalas dengan senyum tipis. Ia melangkah menuju pintu utama, diikuti langkah pelan Rumi dari belakang.

Sebelum membuka pintu, Radit menoleh. "Kalau bosan di rumah, kamu boleh keluar, kok. Cari udara segar."

Rumi tersenyum. "Nggak apa-apa. Hari ini aku mau beberes lemari. Banyak buku dan barang yang numpuk."

"Kenapa harus kamu? Nanti aku bisa suruh mereka buat beberes."

"Jangan, ah, Mas. Masak gitu doang minta tolong Bibi? Aku mau melakukannya sendiri. Please ...."

Radit mengangguk dan membuka pintu. Udara pagi yang sejuk menyambutnya. Ia menatap halaman sebentar, lalu berbalik. "Ya, sudah. Tapi jangan terlalu capek, ya."

Kali ini, Rumi mengangguk sambil tersenyum lebih lebar. "Siap, Mas Radit."

Mobilnya melaju perlahan keluar dari halaman. Rumi masih berdiri di ambang pintu, melihat kepergian itu hingga mobil menghilang di ujung jalan.

Sunyi.

Rumi menutup pintu perlahan, lalu bersandar sejenak di sana. Rumah itu terasa besar, terlalu tenang saat Radit pergi. Ia menarik napas dalam, menatap langit-langit sebentar, lalu melangkah ke ruang tengah.

"Aku cuma nemenin sarapan aja padahal. Tapi kenapa jadi sepi begini, ya?" bisiknya, nyaris tak terdengar.

Rumi kembali ke meja makan, tapi lagi-lagi semua telah beres, sampai sudut dapur pun terlihat sangat bersih seperti tak pernah digunakan.

"Bi, saya ke ruangan Mas Radit dulu, ya. Mau beberes di sana sebentar."

Salah satu ART mendekat dengan sopan. "Biar saya saja, Bu."

"Nggak usah, Bi. Tenang, Mas Radit udah ngizinin, kok, tadi."

Rumi memasuki ruang tersebut. Hari ini, ia memang sengaja ingin merapikan lemari tua di ruang kerja Radit—lemari kayu jati yang jarang dibuka karena isinya penuh dokumen dan barang lama.

Ia membuka pintu lemari dengan pelan. Tumpukan map, buku, dan kotak-kotak kecil terlihat berjejer rapi namun berdebu. Rumi menghela napas, lalu mulai menarik satu per satu barang dari dalam.

Sampai tangannya menyentuh sebuah kotak kecil berbahan kayu. Warnanya sudah pudar di beberapa bagian. Ia membuka perlahan, dan di dalamnya ada beberapa lembar foto.

Foto pertama, saat Radit masih muda. Senyumnya lebih bebas. Lalu ada foto Radit bersama seorang perempuan cantik berambut panjang, berbalut gaun putih simpel. Mereka tampak seperti pasangan yang sedang jatuh cinta.

Rumi menatap foto itu lama.

Mungkin ini ... dia.

Mantan istrinya.

Seketika dadanya terasa sesak. Bukan karena marah. Bukan juga iri. Tapi karena rasa yang belum pernah ia kenali sebelumnya. Perasaan kecil yang datang seperti bisikan, “Pernah ada cinta sebesar ini di hati Mas Radit.”

Rumi meletakkan foto itu kembali dengan hati-hati. Ia menutup kotak itu, memeluknya sebentar, lalu mengembalikannya ke tempat semula.

Di luar, angin mulai berhembus lembut, menerpa tirai jendela yang terbuka sedikit. Rumi berdiri, menatap langit yang mulai cerah.

"Aku nggak akan ganggu kenangan itu, Mas. Aku cuma ingin jadi bagian kecil dari hari-harimu yang sekarang."

Ya, Rumi tak bisa menampik lagi. Apa yang ia rasakan beberapa hari ini, membuat Rumi yakin bahwa dirinya memiliki perasaan lebih kepada Radit.

Pukul satu dini hari.

Rumi terbangun saat mendengar suara mesin mobil berhenti di halaman. Ia bangkit dari tempat tidur, mengenakan cardigan, dan melangkah cepat menuruni tangga. Perasaannya tidak enak sejak Radit tak memberi kabar setelah maghrib.

Begitu pintu terbuka, sosok Radit muncul. Langkahnya goyah, dasinya kusut, kemejanya sedikit terbuka. Wajahnya sembab dan matanya merah.

"Mas Radit?"

Radit tersenyum samar, tapi senyuman itu goyah. "Rumi .... Kamu masih bangun, ya?"

Bau alkohol menyengat dari tubuhnya.

Rumi terpaku. Ini kali pertama ia melihat Radit seperti itu. Pria yang selalu tenang, rapi, dan penuh kendali—malam ini runtuh di ambang pintu rumah mereka.

"Aku ... aku nggak kuat, Rum," gumam Radit, nyaris tak terdengar. "Aku ketemu dia tadi ... di lobi kantor cabang."

Matanya mulai basah. "Dia masih sama ... masih bisa bikin aku ngerasa bersalah."

Rumi segera menuntunnya masuk. "Pelan-pelan, Mas. Ayo kita ke kamar dulu, ya."

Radit menahan lengan Rumi sejenak. "Dia bahagia, katanya udah nikah lagi. Punya anak. Sementara aku ... kayak orang gagal."

Air mata menetes perlahan dari sudut matanya. Rumi menggenggam tangannya erat, walau jantungnya terasa berat.

"Mas Radit bukan gagal. Cuma pernah patah."

Dengan sabar, Rumi membantunya berjalan ke kamar, mendudukkannya di tepi ranjang. Ia melepas sepatu Radit, meletakkan segelas air di meja, dan menarik selimut hingga dada Radit tertutup.

"Mas Radit istirahat, ya. Jangan pikir yang bukan-bukan."

Radit menggeliat pelan di bawah selimut, lalu membuka matanya yang berat. Rumi masih duduk di tepi ranjang, belum beranjak. Ia memandangi wajah Radit dengan campuran iba dan bingung.

Radit menghela napas panjang. Matanya kembali basah, meski ucapannya kini lebih jelas. "Kamu jangan pergi, ya, Rum. Jangan tinggalin aku."

Rumi terdiam.

"Aku capek ... semua orang pergi. Mereka selalu ninggalin aku setelah ngeliat sisi terburukku." Suaranya bergetar. "Kamu juga pasti bakal pergi."

Rumi menggeleng pelan. "Aku nggak ke mana-mana, Mas. Aku di sini."

Tapi Radit menggenggam tangannya erat, lalu menariknya perlahan ke sisi ranjang.

"Mas ...."

"Tidur di sini aja, ya. Jangan tinggalin aku sendirian malam ini."

"Tapi, Mas. Kita nggak boleh begini."

Rumi sempat ragu. Tapi saat melihat mata Radit—yang penuh luka, takut, dan butuh kehangatan—hatinya runtuh.

"Baik, Mas. Aku di sini."

Ia berbaring pelan di sisi luar ranjang, menjaga jarak secukupnya. Tapi Radit malah menariknya agar semakin dekat, membuat Rumi seolah lupa cara untuk mengembuskan napas.

Hening mengisi kamar. Hanya detak jarum jam, angin malam dari jendela, dan satu rasa tak terucap yang menggantung di udara.

Dan saat Rumi memejamkan mata, Radit perlahan berkata, "Jangan pernah pergi, Rumi ...."

Pagi harinya.

Cahaya matahari mengintip dari celah tirai. Rumi bangun lebih dulu. Ia masih dalam posisi yang sama, tangannya digenggam Radit yang tertidur pulas. Dengan hati-hati, ia melepaskan genggaman itu, lalu bangkit untuk menyiapkan air hangat dan sarapan ringan.

Beberapa menit kemudian, suara langkah pelan terdengar dari arah belakang.

Radit berdiri di ambang pintu dapur, rambut acak-acakan, wajah tampak lelah, tapi lebih tenang dari semalam.

"Pagi," sapanya pelan.

Rumi membalikkan badan, tersenyum tipis. "Pagi, Mas."

Radit mengusap tengkuknya. "Semalam ... aku pulang jam berapa, ya? Aku nggak ingat apa-apa."

Deg.

Rumi menatapnya sejenak.

"Nggak apa-apa, Mas. Mas capek, aku bantuin ke kamar," jawabnya, tenang.

Radit mengangguk pelan. Lalu menatap Rumi sejenak.

Rumi hanya tersenyum. Tapi hatinya sedikit mengerut.

Jadi, Mas Radit bener-bener lupa sama apa yang dia ucapkan semalam?

Terpopuler

Comments

Obito Uchiha

Obito Uchiha

radit jadi lebih ramah. oh ternyata radit pernah ditinggal seseorang yg baginya sangat berharga.

rumi baper akhirnya. radit pun sama. kalo rumi ya udah wajar, karna hatinya juga lembut. kalo radit ya karna goncangan di hatinya bikin sifat tenangnya runtuh. saya paham apa yg dirasain radit, orang2 akan meninggalkan radit ketika tau sisi buruk radit.

radit lupa beneran apa gimana ya? mau lanjut lagi

2025-06-02

1

Dewi Payang

Dewi Payang

Sebijak itu Rumi berfikir👍🏻

2025-07-15

1

Muliana

Muliana

Tapi bisa saja, jika itu akal-akalan Radit. Sebenarnya dia mengingat kejadian semalam, namun merasa malu jika mengungkapkannya.

2025-05-27

1

lihat semua
Episodes
1 1. Pernikahan Tanpa Cinta
2 2. Pertemuan yang Tak Direncanakan
3 3. Semakin Dekat, Semakin Bingung
4 4. Luka yang Tercium Diam-Diam
5 5. Perhatian yang Tak Disadari
6 6. Masalah yang Menyenangkan
7 7. Salah Paham
8 8. Detak yang Tak Bisa Disembunyikan
9 9. Ungkapan Sayang
10 10. Pelindung Dalam Diam
11 11. Kapal Berlayar
12 12. Cinta yang Utuh
13 13. Antara Dua Sahabat
14 14. Tanpa Jarak
15 15. Tes Kehamilan
16 16. Reva, Si Wanita Ular
17 17. Cinta dan Martabat
18 18. Anwar Tersentuh
19 19. Tuduhan Di Sekolah
20 20. Bukti Penghancur
21 21. Tangis Bahagia dan Keteguhan Hati
22 22. Pelukan yang Terlambat
23 23. Pelindung yang Perlahan Berubah
24 24. Dijaga atau Dikurung?
25 25. Trauma Masa Lalu
26 26. Godaan Di Malam Pesta
27 27. Rumi Mulai Mencari Tahu
28 28. Amplop Putih
29 29. Beri Aku Kesempatan Kedua
30 30. Syukuran Tujuh Bulanan
31 31. Anwar Jatuh Pingsan
32 32. Tamu Tak Terduga
33 33. Leo Wijaya
34 34. Janji Radit
35 35. Reva Bebas
36 36. Menggali Masa Lalu
37 37. Rencana Berjalan Lancar
38 38. Novi itu Nakal
39 39. Reva Dalam Dilema
40 40. Reva Putar Arah
41 41. Ayo Kita Menikah!
42 42. Setelah Sekian Lama
43 43. Izin yang Mengubah Segalanya
44 44. Tawa yang Tak Pernah Kembali
45 45. Menahan Pelukan
46 46. Nauval Curiga
47 47. Aksi Balas Dendam
48 48. Perhatian Itu Masih Ada
49 49. Orang Dalam
50 50. Akhir Hidup Bu Widya
51 51. Di Sebuah Villa
52 52. Surat Untuk Leo
53 53. Antara Rahasia dan Rasa
54 54. Lamaran Novi dan Nauval
55 55. Pesta Pernikahan
56 56. Kejutan Kecil Untuk Radit
57 57. Klien Penting
58 58. Kembali Bukan Untuk Pulang
59 59. Merasa Diabaikan
60 60. Makan Malam yang Gagal
61 61. Rencana Dimas
62 62. Perjalanan Bisnis
Episodes

Updated 62 Episodes

1
1. Pernikahan Tanpa Cinta
2
2. Pertemuan yang Tak Direncanakan
3
3. Semakin Dekat, Semakin Bingung
4
4. Luka yang Tercium Diam-Diam
5
5. Perhatian yang Tak Disadari
6
6. Masalah yang Menyenangkan
7
7. Salah Paham
8
8. Detak yang Tak Bisa Disembunyikan
9
9. Ungkapan Sayang
10
10. Pelindung Dalam Diam
11
11. Kapal Berlayar
12
12. Cinta yang Utuh
13
13. Antara Dua Sahabat
14
14. Tanpa Jarak
15
15. Tes Kehamilan
16
16. Reva, Si Wanita Ular
17
17. Cinta dan Martabat
18
18. Anwar Tersentuh
19
19. Tuduhan Di Sekolah
20
20. Bukti Penghancur
21
21. Tangis Bahagia dan Keteguhan Hati
22
22. Pelukan yang Terlambat
23
23. Pelindung yang Perlahan Berubah
24
24. Dijaga atau Dikurung?
25
25. Trauma Masa Lalu
26
26. Godaan Di Malam Pesta
27
27. Rumi Mulai Mencari Tahu
28
28. Amplop Putih
29
29. Beri Aku Kesempatan Kedua
30
30. Syukuran Tujuh Bulanan
31
31. Anwar Jatuh Pingsan
32
32. Tamu Tak Terduga
33
33. Leo Wijaya
34
34. Janji Radit
35
35. Reva Bebas
36
36. Menggali Masa Lalu
37
37. Rencana Berjalan Lancar
38
38. Novi itu Nakal
39
39. Reva Dalam Dilema
40
40. Reva Putar Arah
41
41. Ayo Kita Menikah!
42
42. Setelah Sekian Lama
43
43. Izin yang Mengubah Segalanya
44
44. Tawa yang Tak Pernah Kembali
45
45. Menahan Pelukan
46
46. Nauval Curiga
47
47. Aksi Balas Dendam
48
48. Perhatian Itu Masih Ada
49
49. Orang Dalam
50
50. Akhir Hidup Bu Widya
51
51. Di Sebuah Villa
52
52. Surat Untuk Leo
53
53. Antara Rahasia dan Rasa
54
54. Lamaran Novi dan Nauval
55
55. Pesta Pernikahan
56
56. Kejutan Kecil Untuk Radit
57
57. Klien Penting
58
58. Kembali Bukan Untuk Pulang
59
59. Merasa Diabaikan
60
60. Makan Malam yang Gagal
61
61. Rencana Dimas
62
62. Perjalanan Bisnis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!