Aroma harum menyeruak dari arah dapur, pagi ini seperti biasa Diana menyiapkan sarapan untuk Vian.
Nasi goreng sudah di letakkan di atas meja, di sebelahnya ada beberapa telur ceplok dan tak lupa kopi hitam.
Diana memanggil Vian. Pasti kali ini tidak ada Vian, setiap kali di pinta untuk makan pasti Vian akan menolak dengan berbagai alasan. Diana tak berharap apa pun.
" Tampaknya aku makan sendiri lagi. "
Diana segera menarik kursi dan belum sempat menyiapkan nasi terlihat Vian yang duduk berhadapan dengan nya.
Tatapan mata seolah tak percaya, setahun sudah Diana ingin melihat pemandangan ini. Setidaknya memakan masakan yang di buat Diana. Diana sudah merasa puas.
"Mengapa kamu tak menunggu ku? " pertanyaan yang sulit untuk Diana jawab, ya karena tak biasanya keduanya bisa duduk berdua di meja makan.
" Maaf mas, Dan kira mas tidak mau sarapan." Diana segera menyendok nasi ke piring Dinas dan tak lupa menambahkan telur di atasnya.
" Dan satu lagi kopi untuk mas. Hehe. Maaf mas karena tidak tahu mas suka kopinya jadi aku taruh gula saja di samping. Mana tahu terlalu pahit. " Vian tak bersuara segera menyantap makanan yang di buatkan istrinya yang sebentar lagi akan menjadi mantan istri.
" Ternyata lumayan juga kamu masak. " Pertama kali dalam sejarah Mas Vian memuji masakan Diana.
" Apa seenak itu masakan yang aku buat?" Batin Diana tak percaya. Pagi ini tidak ada makian yang biasa Diana dengar ataukah ini pertanda memang Mas Vian setuju dengan persyaratan yang aku berikan. Atau dia hanya tak mau meninggalkan bekas kekerasan saat sidang nanti?
" Ya sudah mas berangkat, jangan menunggu ku. Dan ya syarat yang terakhir aku akan menepatinya menggendong mu ke kamar kan , nanti aku akan pulang jangan lupa siapkan makan. " Diana bengong.
" ah, syarat itu juga dia setuju? Apakah karena ingin segera menikah dengan Monica? Hem. Tampaknya kamu ingin segera lepas dari ku Mas! "
Diana mengangguk, tanpa banyak bertanya lagi Diana membereskan piring, namun Vian masih berdiri tanpa beranjak dari tempatnya.
"Kamu ini memang minta di pukul ya Diana? " Diana memandang wajah Vian dengan tatapan tak mengerti. Baru juga baik kan mendadak galak lagi.
"Ulurkan tangan mu... " Diana mengulurkan tangan dan Vian mencium punggung tangan istrinya dan tak lupa mengecup pipinya.
Dian bahkan sampai mematung, ingin berteriak sekencang mungkin tapi Diana malu.
" Yang kamu minta kan. Ya sudah mas pergi. "
Diana bahkan ke girangan bukan main. Syarat yang tadi malam di ajukan tanpa berpikir pun Mas Vian melakukan nya, Gila. Sangat Gila.
" Bahkan aku sendiri asal ngomong kok Mas Vian mau maunya sih. Ih nyebelin banget, tahu gitu enggak ada syarat deh. Mau buat aku gila karena kamu ya mas, itu tak akan terjadi. "
Vian buru-buru pergi karena malu, biasanya dia tidak berdebar seperti ini. Jika di dekat Monica hanya ciuman tidak akan membuat jantungnya seperti ini. Apa yang terjadi? Jangan sampai Vian tergoda oleh istrinya sendiri,
Bahkan semenjak tadi yang Vian pandangi hanyalah bibir merah milik Diana. Bisa gila jika Vian seperti ini.
Apalagi saat Diana masak, masakan yang Diana buat sangat enak, padahal hanya masakan sederhana saja. Tapi mengapa Vian ingin sekali mencoba masakan Diana lagi.
Ingat Vian jangan sampai kamu jatuh cinta pada istrimu hatimu hanya untuk Monica.
Vian membuang jauh jauh pikiran untuk bersama Diana. yang Vian cintai hanyalah Monica.
" Sayang.... " Monica mencium Vian.
" Rasanya aneh, seperti ada yang hilang dari Monica, entah apa? "
" Sayang kok diam sih. Jadi kan kita jalan-jalan? " tanya Monica yang sudah tak sabar belanja barang-barang mewah.
"Jadi dong. Tapi satu jam saja karena urusan di kantor masih banyak. " Monica bergelayut manja menuju pusat perbelanjaan.
Setelah pemeriksaan Diana terdiam.
" Apa hanya tiga bulan lagi dok?" tanya Diana yang tak ingin berharap lebih apalagi penyakitnya kini yang semakin memburuk dan menggerogoti tubuhnya.
" iya bu. Sebaliknya ibu bicarakan hal ini pada suami ibu. " Diana tersenyum kecut mendengar ucapan dokter.
" Obat-obatan hanya memberikan efek sementara saja bu, dan ibu seharusnya harus di rawat karena kondisi ibu yang mulai tak setabil. "
" Saya pikir dulu ya dok. " Dokter Hikal menggaruk kepalanya kasar. Jika Lala sampai tahu jika kakak iparnya ini mengidap penyakit yang mematikan bagaimana???
" Saya tunggu kabar selanjutnya ya bu. " Diana meninggalkan ruang dokter dengan pikiran yang berkecamuk.
" Beb... bisa ke tempat praktek tidak? " Haikal mengirim pesan pada pacarnya agar segera datang untuk membahas masalah serius ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments