Aku menikah dengan mu bukan berdasarkan cinta! " Dania mengangguk pelan apa yang di bicarakan suaminya memang benar dia bukan siapa-siapa.
" Jangan berharap aku mencintai mu Dania! " Vian memberi batas pada Dania agar tidak terlewat batas.
" Beri aku waktu 100 hari mas. " Bukan mendengarkan, Vian berlalu tanpa berbalik. Air mata Dania tak sengaja lolos, mengapa hatinya bisa sakit seperti ini.
" Jangan mimpi. " Bukan jawaban yang Dania dapatkan melainkan perkataan yang makin menyadarkan Dania akan posisi Dania saat ini. Walau pun Dania menjadi istri dari Vian Raditya Dania hanyalah seorang istri yang tidak pernah di anggap.
Dania capek jika harus menerima hinaan dari suaminya padahal pernikahan mereka sudah berjalan hampir satu bulan, namun Vian sampai saat ini masih belum mempercayainya jangankan menyentuh Dania, Vian bahkan jarang pulang dan sibuk dengan Monica. Cinta pertama Vian.
" Nyonya.... " Suara pembantu rumah tangga memecahkan keheningan malam yang telah mulai larut, bahkan jam telah menunjukkan pukul 11.
"Nyonya sudah larut, mari saya antar ke kamar... " Mbok Ijah membawa Dania menuju kamar yang letaknya berada di lantai dua.
.
" Bik, mengapa bibik belum tidur???" Mbok Ijah berbalik bertanya, Mbok Ijah tahu pasti kedua majikannya tengah bertengkar. Pernikahan keduanya memang tidak di dasari oleh rasa cinta namun Mbok Ijah tahu betul siapa yang menyebabkan nyonya mudanya menangis.
"Bibik..... Tidurlah nyonya... Jangan terlalu memikirkan Tuan, saya yakin suatu hari tuan akan sayang sama nyonya. " Dan ia tersenyum getir mendengar ucapan Mbok Ijah entah, apa itu benar Vian akan menerima nya sebagai seorang istri? Tapi... Waktunya tidak banyak lagi, ataukah mungkin sebaiknya dia tidak tahu???
" Bik jika saya menyerah bagaimana bik? " Bik Ijah menggelengkan kepala,
" Tidak nyonya, saya tahu betul aden Vian, aden tidak seperti itu, yakin nyonya aden pasti akan mencintai nyonya. Nyonya harus percaya. " Kata kata Mbok Ijah membuat Diana tidak akan berharap terlebih lagi harapan besar Vian adalah menikah dengan Monica. Dan pernikahan mereka hanyalah selembar kertas tanpa makna.
"Entah mengapa bik, aku tidak berharap cinta dari seseorang, walau pun dia lebih mencintai orang lain aku akan mengikhlaskan Vian mengejar cinta pertama nya dari pada mencintai orang penyakitan seperti ku. "
" Kasihan nyonya... Mengapa aden jahat banget sama nyonya, padahal nyonya sangat sayang sama aden. Semoga aden tidak menyesal membuat nyonya kecewa.
"Entah mengapa saya tidak berharap bik, saat saya berharap hati saya sakit mendengar mas Vian lebih memilih pergi bersama wanita lain dan sibuk di luar dari pada memikirkan saya. Sudah lah bik. Bibik di sini saja temani saya tidur. " Bik Ijah mengangguk.
Den Vian bukanlah orang yang jahat, tapi entah mengapa semenjak menikah Dengan Vian menjadi sosok lain yang membuat Ijah heran, seperti bukan anak yang ia besarkan
" Saya tahu nyonya, pasti nyonya merasa berat apalagi pernikahan nyonya berlandaskan perjodohan. " Diana tersenyum getir mendengar fakta bahwa Diana hanya wanita yang tak di cintai Vian. Wajar saja Vian tidak menerima kehadiran nya di tempat ini.
" Tidak bik, setidaknya untuk saat ini aku harus mencoba mendekati Vian, entah suatu saat dia bisa menerima ku atau aku yang akan mundur perlahan. Setidaknya untuk saat ini aku masih memiliki alasan untuk bertahan.
.
.
.
.
Pukul 10 pagi Vian pulang, bukan nya menghampiri Diana, Vian duduk sambil meregangkan otot-otot yang kaku. Berkas menumpuk setinggi harapannya untuk terbebas dari jeratan pernikahan yang tak ia harap.
"Ini mas kopinya.. " Tatapan sengit dari wajah Vian. Bukan wanita ini yang ia harapkan mengantarkan kopi melainkan mbok Ijah. Melihatnya saja sudah malas.
"Siapa yang meminta di buatkan kopi? Pergi dan jangan ganggu aku bekerja. " Diana menaruh secangkir kopi panas di dekat berkas yang menggunung.
" Bawa pergi kopi itu... mana tau kau ingin meracuni ku. Dan jangan berharap aku menerima pernikahan ini. Dan jangan berharap apa pun dari pernikahan ini. Paham!! " Hati Dan ia sesak, entah mengapa perkataan Vian sangat menyakitkan, untukku apa menikah jika keduanya tidak suka? Lalu mengapa Vian menerima pernikahan jika dia sendiri tidak menginginkan nya.
Baru beranjak pergi Vian pun berkata dengan nada datar " Ingat posisi mu Diana. " Rasanya ingin menangis namun sengaja Diana tahan rasanya pahit seperti kopi yang ia bawa.. Hitam seperti hati Vian yang masih menampung wanita lain dalam hatinya.
Diana terisak dalam hatinya bergumam kejam kamu mas.
.
.
.
" Pengantin baru bagaimana nih kabarnya....?" tanya Lala pada kakak nya, nih bocah tahu tahu nongol.
" Rusuh, ngapain datang ke sini?? " Lala cemberut ternyata kedatangannya tidak di sambut padahal dia kangen pada kakak nya.
" Aku tuh kangen tahu. " Sambil memasang wajah cemberut. Bahkan menggelayut manja. Seperti seorang adik yang butuh perhatian dan sayangnya Lili di kacangin dan bahkan tidak di gubris.
" Punya kakak satu dingin nya kayak es, kok bisa ya Kak Diana sabar menghadapi kakak yang egois, tidak peka seperti ini. " Bukannya menanggapi ocehan adiknya Vian malah fokus pada tablet.
"Pulang lu sana, kerjaan kakak banyak... " usir Vian. Bukan nya menurut Lala berjalan menuju dapur dan mendapati kakak iparnya yang memandang secangkir kopi yang telah dingin.
Tatapan mata lesu dan bahkan air mata kakak iparnya jatuh begitu saja membasahi pipinya.
"Pasti ini ulah si frik itu, padahal ada yang sayang banget sama tuh orang, kenapa juga malah milih si centil sudah mirip ulat bulu itu jika tahu siapa ulat bulu itu pasti kakak akan menyesal, tapi..... kapan si frik itu tahu ya sifat asli ulat bulu itu.. heran aku... Kasihan kak Diana.... "
"Kak, Kak Diana ngapain?" Diana buru buru menghapus air matanya, Diana tidak berharap Lili tahu apa yang Vian lakukan padanya.
" Ah tidak, kakak hanya melihat kopi saja, sayang tidak di minum... " Lala tahu itu alasan yang tidak masuk akal, si tengik itu harus di kasih pelajaran....
" Kak... Kita ke kamar yuk... Jangan melamun gitu ah kak, memang siapa sih yang membuat kakak galau?" Lili ingin tahu apakah kakak iparnya ini jujur atau malah menyembunyikan kebusukan kakaknya yang masih saja bersama monica ulat bulu itu.
" Tidak ada la," Diana mencoba meyakinkan Lala.
Keduanya naik ke lantai dua. Lala mulai sadar ada yang aneh nih kakak iparnya pisah ranjang!?? Lalu kapan nih mereka memberikan Lala keponakan yang lucu.. Haish memang kakak nya ini ke terlalu.
" Kakak pisah ranjang?" Tidak ada jawaban dari Diana, hanya anggukan kepalanya saja yang sudah memberi jawaban.
" Kenapa kak? Kenapa kakak harus di perlakukan begini, kakak istri nya kak Vian lo... " Diana tersenyum getir.
" Istri di atas kertas dek, kakak tidak mengharapkan apa pun dari Mas Vian. Dan lagi mungkin mbak akan merelakan Mas Vian untuk Monica. " Lala geram ingin rasanya menghajar kakaknya. Kenapa harus Monica si ulat bulu itu terus sih, penghianat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments