Kevin cukup tercengang, begitu mendengar pernyataan dari sang dokter. Benaknya pun bertanya-tanya, apa yang terjadi pada pria yang dia tolong.
Sebelum mendengar pernyataan dari sang dokter, Kevin mengira kalau pria yang dia tolong, pingsan karena benturan. Namun, begitu mengetahui fakta lain, Kevin jadi memikirkan semuanya sejak awal dia melihat mobil yang tadi sempat meledak.
"Aku ingat! Harusnya mobil yang membentur tiang itu penyok. Tadi, sepertinya, mobil itu baik-baik saja deh. Api yang aku lihat juga agak aneh," benak Kevin tiba-tiba bergulat dengan pikirannya sendiri.
"Duh, pakai lapar lagi," ujar Kevin tiba-tiba. Kevin pun bangkit dari duduknya. "Aku mau cari makan dulu," pamitnya pada sosok pria yang dia tolong. Pria itu belum sadarkan diri dan Kevin tidak tahu, sampai kapan dia menjadi penanggung jawab pria tersebut.
Meskipun diusir dari rumah, bukan berarti Kevin sama sekali tidak memiliki uang. Bahkan, di usianya yang terbilang masih muda, Kevin sudah memiliki tabungan yang lumayan banyak.
Sumber keuangan itu berasal dari peninggalan nenek dan kakeknya. Waktu masih hidup, Kakek yang seorang pensiunan pegawai negeri, selalu menyisihkan uang gajinya untuk Kevin.
Ditambah lagi, Kakek dan Nenek juga punya penghasilan dari lahan yang ada di kampungnya. Lahan itu diolah oleh warga yang bisa dipercaya.
Semua itu diwariskan pada Kevin karena Ibunya Kevin merupakan anak tungggal. Hubungan Kakek Kevin dengan Dirgantara merenggang, sejak istri Dirgantara meninggal.
Hubungan mereka semakin buruk kala kedua orang tua itu merasakan Dirgantara yang memperlakukan Kevin berbeda dari dua saudaranya. Jangankan perhatian, dari Kevin bayi, anak itu jarang sekali dipenuhi kebutuhannya oleh ayah kandungnya.
Ditambah lagi, setelah Dirgantara menikah kembali dengan janda beranak satu, Kevin seperti terlupakan oleh ayah kandungnya.
Maka itu, sejak Kevin tinggal bersama ayahnya dan dia tahu kalau dirinya dibedakan, Kevin tidak pernah meributkan soal keuangan.
Meskipun Kevin tahu ayahnya termasuk pria yang sukses, Kevin sama sekali tidak pernah merengek meminta sesuatu yang mahal seperti saudara-saudaranya.
Dirgantara bahkan tidak tahu kalau Kevin tiap bulan mendapatkan penghasilan, warisan dari kakeknya. Yang dia tahu, dia sudah memberi jatah Kevin setiap satu minggu sekali.
Kevin menikmati hidangan yang dia pesan di kantin rumah sakit. Di sana, Kevin juga memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah dipecat dari keluarga Dirgantara.
"Lebih baik aku kembali ke kampung Kakek," gumamnya. "Toh di sana, aku lebih dianggap sebagai manusia," ujarnya dengan getir.
Puas menyantap makanan, Kevin segera kembali ke tempat pria yang dia tolong. Tak lupa, Kevin juga membeli beberapa botol minuman dan cemilan yang mungkin saja nanti dibutuhkan.
"Anda sudah sadar?" Begitu sampai di ruangan, Kevin cukup terkejut saat melihat pria yang dia tolong sudah duduk di atas brangkar.
"Kamu, yang membawa saya ke sini?" Bukannya menjawab, pria itu malah melempar pertanyaan dengan tatapan menyelidik.
Kevin mengiyakan sembari duduk di kursi yang ada di dekat brangkar. "Tadi saya tidak sengaja melihat anda pingsan di dalam mobil. Apa anda sekarang merasa lebih baik?"
Pria itu mengangguk pelan dengan ekspresi wajah datar. "Saya sama sekali tidak menemukan barang saya. Apa kamu menyimpannya?"
Mendengar hal itu, kening Kevin sontak berkerut dan dia terdiam untuk beberapa detik. "Saya pikir, anda tahu apa yang terjadi pada anda," ujarnya.
Giliran pria itu yang tertegun. Mendengar ucapan anak muda di hadapannya, pria itu pun seketika memikirkan kejadian yang menimpanya.
"Saya tidak menemukan barang apapun," ujar Kevin lagi. "Bisa menyelamatkan anda saja, saya sudah merasa lega. Mobil anda tadi meledak."
Pria itu pun terperangah. Namun tak lama setelahnya ekspresi wajahnya berubah. "Yah, saya ingat sekarang," ujarnya. "Terima kasih telah menyelamatkan saya, anak muda."
Meski bingung dengan ucapan pria itu, Kevin memilih mengangguk. "Apa anda mau minum?" Kevin menyodorkan botol yang masih di tangannya.
Pria itu tersenyum tipis dan mengambil satu botol air mineral yang ditawarkan.
"Kalau boleh tahu, dimana alamat rumah anda? Biar saya bisa menghubungi keluarga anda?" tanya Kevin.
Pria itu kembali tertegun dan menatap Kevin penuh tanya. "Kamu tidak mengenal saya?"
Mendengar pertanyaan seperti itu, sekarang, gantian Kevin yang menatap pria itu dan nampak kebingungan. "Emang anda siapa? Emang anda siapa? Apa anda aktor? Kayanya bukan."
Pria itu lantas tersenyum. "Bagus lah, kalau kamu tidak mengenal saya," pria itu kembali mengatakan sesuatu yang membuat Kevin semakin bingung. "Apa aku bisa meminjam ponselmu?"
Ekspresi Kevin masih sama. "Saya tidak bawa ponsel. Ketinggalan di rumah," jawabnya dusta.
"Oh," jawab pria yang belum diketahui namanya. "Lalu, bagaimana caranya kamu bisa menyelamatkan saya? Tidak mungkin kamu sendirian membawa saya ke sini kan?"
Kevin menghembuskan nafasnya secara kasar dan meletakkan tas plastik yang dia tenteng di atas meja samping brangkar. Kemudian, Kevin pun menjawab pertanyaan orang itu.
"Kalau ada orang lain, sudah pasti saya tidak ada di sini," Ujar Kevin kala ceritanya akan berakhir. "Tapi kok aneh ya?"
"Aneh kenapa?"
"Kata dokter, anda tidak sadarkan diri karena pengaruh obat bius. Terus mobil yang tidak tampak ada kerusakan, juga meledak."
Pria itu lantas tersenyum. "Kamu tahu dari mana kalau mobil itu akan meledak?"
"Aku nggak sengaja, melihat api di bawah mobil yang anda tumpangi," jawab Kevin, dan dia menceritakannya secara rinci. "Yang bikin aku kepikiran, api itu berasal dari mana?"
"Kemungkinan itu menggunakan sumbu," ucap pria itu. "Menurutku, api itu dinyalakan dari sisi lain dan bergerak maju dengan waktu yang sudah diatur."
Seketika Kevin terperangah.
"Tidak perlu terkejut seperti itu," pria itu lantas tersenyum agak lebar menyaksikan raut wajah Kevin saat ini. "Ternyata, aku bisa teledor juga."
"Teledor bagaimana maksud anda?" tanya Kevin.
"Ya itu, sampai aku pingsan karena obat bius. Itu kan pertanda kalau aku juga bisa lengah."
Kevin masih menunjukan raut wajah yang sama dan kali ini otaknya berpikir lebih serius. "Berarti, apa yang terjadi pada anda, itu sengaja dilakukan untuk mencelakai anda?"
Pria itu mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Astaga..." seru Kevin. "Kok bisa begitu? Apa anda diculik dan keluarga anda dimintai tebusan, terus mereka enggan memberikannya?"
Seketika pria itu tertawa lirih. "Tidak sesederhana itu," jawabnya. "Sudah, jangan terlalu dipikirkan."
Kevin nampak kecewa sedikit. "Ya sudah, terserah anda saja. Terus, anda selanjutnya akan bagaimana? Apa anda tidak apa-apa, ditinggal sendirian? Nanti anda bisa minta bantuan rumah sakit untuk menghubungi keluarga anda."
Pria itu malah terdiam. Matanya menatap lekat, anak muda yang ada di hadapannya. "Kalau kamu tetap di sini menemani saya bagaimana? Kamu tidak keberatan kan, saya kembali minta tolong sama kamu?"
"Hah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments