Velly menatap satu persatu tas berisi bajunya yang dikeluarkan oleh ibu asuh. Ia tidak mengerti kenapa ibu asuh melakukannya. Sebenarnya Velly ingin bertanya pada Aldino, tapi laki-laki itu masih terdiam setelah tadi puas menangis.
"Ini yang terakhir." Tas ketiga yang berukuran paling besar ditenteng oleh ibu asuh, dan akhirnya Aldino menoleh untuk melihat seberapa jauh persiapan yang sudah dilakukan.
"Jadi aku diusir?" Velly memiringkan kepalanya bingung.
"Bukan. Kau akan berada di markas pusat sampai beberapa hari kedepan."
Velly sedikit terkejut mendengarnya. Kenapa bisa ia tiba-tiba dipanggil ke markas pusat? Bukan karena kerusuhan yang ia buat malam ini kan? Karena itu hanya masalah sepele.
"Ayo kita berangkat."
Aldino berjalan memimpin Velly ke sebuah mobil merah maroon yang baru dibeli laki-laki itu setahun yang lalu.
Velly menurut. Ia masuk mobil masih dengan gaun tidurnya yang hanya dipakaikan jaket untuk penghangat tambahan. Semuanya serba mendadak. Ia tidak ada waktu untuk mengganti baju.
Mobil mulai berjalan setelah ibu asuh selesai memasukkan semua barang bawaan Velly. Mobil melaju dengan Aldino sendiri sebagai supir. Ibu asuh tidak ikut. Hanya ada mereka berdua sekarang.
Velly masih diam dan tak bertanya hal lain. Pandangannya tertuju keluar mobil, melihat rumah-rumah yang mereka lalui mulai asing dipandangannya. Pasti mereka sudah keluar wilayah tempat tinggal Velly.
Apakah ini akan menjadi perjalanan yang jauh? Velly tidak tahu. Semua teman timnya tidak ada yang pernah datang ke markas pusat. Mereka hanya tahu dari cerita Aldino saja. Itupun tidak menunjukkan secara spesifik letak markas pusat dimana. Mungkin memang harus benar-benar dirahasiakan sampai mereka cukup umur untuk tahu.
Perlahan kedipan mata Velly melambat. Matanya berat karena waktu tidurnya diobrak-abrik. Sekarang ia lelah dan mengantuk. Apalagi ditambah pandangan monoton rumah-rumah yang bergerak.
Sepertinya Aldino sadar dengan kantuk Velly. "Tidurlah dulu. Perjalanan kita masih panjang."
Velly mendengar itu dengan samar karena ia sangat mengantuk. Sampai entah bagaimana ia tertidur.
...****************...
Mobil berhenti. Aldino menatap gadis kecil yang sedang terlelap di kursi sampingnya. Saat tertidur, wajahnya polos seperti anak-anak normal. Tapi ketika dia bangun, hanya ada tatapan tajam dan wajah datar menyeramkan yang dia tunjukkan.
Tiba-tiba tubuh Aldino merinding. Ia merasa ada yang tidak beres dibelakang mobilnya, jadi ia buru-buru melihat spion. Benar saja, seorang laki-laki mengenakan mantel panjang terlihat jelas karena terkena sorot lampu belakang mobilnya.
Zergan. Dasar tidak sabaran.
Terpaksa Aldino membangunkan Velly. Ia menepuk-nepuk pelan bahu anak yang baru tidur satu jam itu.
"Velly, kita sudah sampai."
Sedikit linglung dan melihat kanan kiri. Velly mengusap tangannya yang pegal karena harus menopang tubuh tidurnya di posisi duduk. Ia langsung teringat kenapa bisa berada disini.
"Ini..." Velly mengucek mata lelahnya sambil mencoba mendapatkan gambaran bangunan besar tanpa lampu di depannya.
"Markas pusat. Ayo kita turun."
Velly mengangguk dan kembali mengikuti Aldino.
Baru saja turun mobil, seorang bertubuh tinggi berdiri dihadapan Velly. Gadis itu mendongak dan melihat raut wajah ramah dari laki-laki yang memiliki mantel panjang di depannya.
"Velly ya? Dilihat dari dekat imut sekali. Tunggu 10 tahun lagi lalu aku akan menikahimu."
Duk!
"Berhenti bicara yang tidak-tidak." Aldino langsung muncul dan menepuk kepala Zergan.
"Pelit sekali!!!"
"Siapa?" Velly menatap jijik. Baru kali ini ada orang yang menggoda dirinya. Sepertinya om-om ini sudah tidak sayang nyawa.
"Dia Zergan. Tangan kanan ketua organisasi." Aldino memperkenalkan, sementara Zergan membungkuk memberi hormat.
"Tangan kanan? Berarti kau orang yang hebat bukan? Lalu kenapa sikapmu seperti monyet sirkus?"
"Mo-monyet sirkus?! Oh my God!" Zergan berakting seperti orang yang baru saja tertusuk panah mematikan.
"Jangan dipancing. Dia kalau sedang serius sangat menakutkan." Aldino mencoba berbisik pada Velly untuk memperingatinya, tapi siapa sangka Zergan juga mendengarnya.
"Hei Aldino! Jangan buat anak-anak membenciku!"
"Habisnya kau-"
"Sebenarnya mau berapa lama kita mengobrol? Kalau pembicaraannya tidak penting seperti ini, lebih baik aku lanjut tidur."
Zergan tersenyum."Lihatlah anak ini sudah tidak sabar. Aku suka dengan semangatnya. Pasti kamu ingin cepat-cepat membunuh orang kan?"
Membunuh?
Velly menatap kedua mata Zergan untuk melihat bagian mana dari ucapannya yang bohong.
Apakah aku akan ditugaskan membunuh orang? Akhirnya aku sudah bisa menjadi pembunuh bayaran yang sesungguhnya.
"Kenapa melihatku seperti itu?" Zergan bingung. "Jangan-jangan Aldino belum memberitahumu alasan kenapa kamu dibawa kesini?"
Velly mengangkat kedua bahunya bingung.
"Sungguh bawahan yang tidak berguna ya." Zergan cekikikan tanpa ada seorang pun mengikutinya. "Kenapa kau tidak memberitahu Velly?" Ia beralih menatap Aldino yang menghela nafas berat.
"Tidak ada waktu memberitahu."
"Yup itulah Aldino, sembrono sekali." Zergan kemudian berjongkok di depan Velly. "Benar, kamu akan ditugaskan membunuh sekarang. Apa kamu suka?"
Ujung bibir Velly terangkat. Ia tersenyum. Senyum pertama yang pernah dilihat oleh Aldino. "Aku suka."
"Bagus! Ayo kita masuk!" Zergan langsung bersemangat.
Aldino menatap kepergian Velly dan Zergan. Apakah ini keputusan yang benar? Karena entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Apakah ini rasa kekhawatiran atau rasa sedih?
"Hei!!! Kau ikut tidak?" Zergan berteriak sambil melambaikan tangan menatap Aldino.
"Ya."
Bagaimanapun aku harus mengetahui tugas membunuh apa yang akan dikerjakan Velly. Kalau terlalu beresiko, akan kugunakan seluruh keberanianku untuk menentangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
アチ
Kelakuan udah kayak dedemit, ngagetin teman sendiri
2025-05-09
1
アチ
Semoga punya nyali beneran ya bang
2025-05-09
1
Wang Lee
Semangat🌹
2025-10-11
1