Semua Membosankan

Velly terbangun karena bunyi jam dinding yang bertugas membangunkan para anak-anak panti. Kehidupan bak barak militer ini menjadi keseharian anak-anak disana.

Velly turun dari ranjang tingkatnya. Sesuai perkiraan, anak gadis yang menempati kasur dibawahnya masih belum bangun. Tapi Velly tidak peduli selama itu tidak mengganggu hidupnya. Pasti sebentar lagi orang itu akan dimarahi oleh ibu asuh.

Setelah mengantri panjang untuk ke toilet, Velly sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Hari ini adalah hari pertamanya menjadi siswa SMP. Tapi hal itu tidak membuatnya tertarik ataupun gugup. Hidupnya terasa hambar setiap harinya.

"Velly, kenapa kamu tidak makan." Tanya salah satu ibu asuh yang melihat piring anak itu tak tersentuh.

"Aku tidak suka brokoli." Velly melirik brokoli rebus disamping roti lapis sarapan paginya.

"Baiklah. Cukup makan rotinya saja. Kamu harus sarapan. Ini akan menjadi hari yang menyenangkan di awal tahun ajaran baru. Jadi kamu harus mengisi energi."

Velly membuang muka. "Udara dari brokoli itu sudah mencemari roti lapisnya."

"Haha itu tidak mungkin. Atau begini saja, aku akan mengambilkan roti lapis lagi-"

"Diamlah. Atau aku akan membunuhmu."

Ibu asuh itu langsung tersentak kaget. Matanya bertemu dengan tatapan tajam Velly. Rasanya seluruh tubuhnya mati rasa dan mulutnya membisu.

"Seharusnya kau berterimakasih karena aku baru saja meringankan bebanmu membuat roti lapis. Berikan saja sampah itu pada anak lain, dan satu lagi, jangan sok perhatian. Menjijikkan." Velly meraih tas sekolahnya dan pergi begitu saja.

Sungguh awal dari hari yang hambar dan memuakkan terbaik.

Velly akhirnya sampai di sekolah barunya. Sekolah yang tidak terlalu besar dan terlihat biasa saja. Saat memasuki gerbang sekolah, Velly melihat beberapa murid yang sedang dipalak. Tapi itu bukan urusannya. Hal kecil seperti bertarung menjadi pahlawan pembela kebenaran bukan levelnya. Hanya permainan anak konyol.

Ternyata sekolah ini lebih menjijikkan dari apa yang kubayangkan.

Hari yang melelahkan terjadi lebih lama dari perkiraan Velly. Dimulai dari upacara penuh ucapan bertele-tele, sampai perkenalan di kelas seperti absensi tersangka hasil tangkapan polisi.

Apa aku bisa meminta kak Al untuk tidak usah sekolah saja? Ini terlalu melelahkan.

Velly berjalan lesu saat pulang. Dan saat melewati gerbang sekolah, ia kembali melihat siswa yang sedang dipalak. Sepertinya pelaku adalah kakak kelas yang menargetkan para murid baru. Kali ini korban mereka berbeda dari tadi pagi. Seorang siswi yang seperti tidak asing di mata Velly.

"Cepat berikan uangmu!"

"Ta-tapi aku tidak membawa banyak uang. Aku anak panti asuhan."

"Siapa yang peduli? Cepat berikan! Atau kita akan memukulmu!"

Velly akhirnya mengenali siswi malang itu saat berjalan melewatinya.

Ah benar juga, itu kan anak perempuan yang tidur di kasur bawahku.

Sepertinya gadis malang yang sedang dipalak itu sadar dengan keberadaan Velly.

"Velly tolong aku! Velly!"

"Heh? Punya teman rupanya."

"Velly!!!"

Tentu saja Velly tidak bergeming. Alih-alih menoleh, ia terus berjalan seolah tak kenal. Memangnya keuntungan apa yang bisa ia dapat kalau membantu dia? Jawabannya tidak ada. Jadi ia tidak ingin membuang tenaga untuk hal tidak penting.

"Kau pura-pura ya? Dia bukan temanmu! Sudahlah! Pukuli saja!"

Itu suara terakhir yang didengar Velly sebelum menjadi samar karena ia sudah jalan jauh.

Salah sendiri lemah. Orang lemah tidak diterima di dunia ini.

...****************...

"Apa? Velly bicara begitu?"

"Benar. Anak itu semakin lama semakin menakutkan."

Aldino hanya bisa menghela nafas saat bertanya keadaan panti pada ibu asuh. Tidak disangka anak yang dulunya hanya pendiam, sekarang menjadi bermulut tajam dan suka mengancam. Padahal ia tidak pernah mengajarkan itu.

"Aku akan bicara pada Velly setelah dia pulang sekolah." Aldino memijat keningnya.

"Sebenarnya aku masih tidak setuju kalau anak-anak mulai diberi pelatihan saat berumur 10 tahun. Mereka masih terlalu kecil. Lihatlah Velly jadi seperti itu. Seharusnya dia bisa menikmati masa sekolahnya lebih dahulu."

Aldino paham kekhawatiran para ibu asuh. Mereka yang sudah menganggap anak-anak itu sebagai anaknya sendiri pasti merasa sedih kalau masa bahagia anaknya direnggut. Tapi Aldino tidak bisa berbuat banyak karena semuanya perintah atasan.

Melihat Aldino hanya diam, ibu asuh langsung paham maksudnya. Ia menepuk bahu laki-laki itu sambil tersenyum. "Kamu juga terlalu serius sekarang. Usiamu sudah 25 tahun tapi belum punya pacar. Sebagai orang yang pernah mengasuhmu juga, aku ingin lihat suatu saat nanti kamu mengenalkan pacarmu."

Aldino menggeleng pelan. "Banyak yang harus kuurus sekarang. Hal seperti pacar itu tidak penting."

"Lagi-lagi jawaban ini. Kapan kamu memiliki kehidupan seperti orang biasa?"

"Tidak akan pernah." Aldino tersenyum meratapi takdirnya yang sudah tertulis rapi. Ia tidak bisa mencoretnya sesuai keinginannya sendiri.

"Kami pulang."

Aldino melambaikan tangan pada Brian dan Leon yang baru saja pulang sekolah.

"Kak Al!"

Kedua anak laki-laki itu langsung menghampiri Aldino dengan senyum mengembang.

"Tumben kesini. Ayo main!" Ajak Brian, dan Leon mengangguk dengan semangat disampingnya.

"Kalian ingin main apa?"

"Game!!!" Seru keduanya.

"Baiklah sebentar saja ya." Aldino tersenyum saat melihat reaksi kedua bocah itu yang senangnya bukan main.

Untunglah Brian dan Leon masih menjadi anak normal. Tidak seperti...

Velly muncul tanpa suara dan mengangetkan semua orang disana. Tatapan matanya dingin, dan wajahnya tanpa ekspresi seperti biasa.

"Heh! Kalau masuk itu beri salam dulu!" Tegur Brian. Tapi Velly tidak menggubrisnya sama sekali, dan memilih masuk kamarnya dalam diam.

"Kaget sekali." Ibu asuh langsung mengusap dadanya yang antara kaget atau takut.

"Dasar mayat hidup." Brian kembali mengumpat sambil melihat kamar Velly.

Aldino menaikkan kacamatanya yang melorot.

Velly ternyata sudah separah ini kalau di panti. Kukira masih bisa diatur ibu asuh.

Drrtt!

Ponsel Aldino mendapat pesan. Saat melihat pengirimnya dari ketua, keringat dingin langsung keluar dari pelipisnya. Dan benar saja, setelah dibaca, itu adalah perintah yang tidak seperti biasanya.

Aldino tiba-tiba beranjak dan  berjalan pergi

Begitu ya.

"Kak Al mau kemana? Katanya mau main game."

Aldino menoleh sambil tersenyum. "Maaf ya mungkin lain kali. Ada yang harus kukerjakan."

Setelah kembali berjalan, sorot mata Aldino berubah serius. Perintah kali ini sangat berbeda. Dan ia sebisa mungkin akan menentangnya. Ini tidak seperti dirinya yang biasanya patuh. Itu karena misi kali ini hanya ditujukan pada Velly. Misi untuk membunuh orang.

Terpopuler

Comments

アチ

アチ

Kamu jd punya sohib itu keuntungannya

2025-05-07

1

Wang Lee

Wang Lee

Tugas hari hari

2025-10-11

2

Wang Lee

Wang Lee

Ceritanya bagus

2025-10-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!