Keesokan paginya, Kevin sudah berpakaian rapi dengan setelan jas abu-abu yang membingkai tubuh tegapnya dengan sempurna. Ia terlihat sangat berwibawa, bahkan sejak turun dari tangga besar menuju ruang makan. Aroma kopi hitam memenuhi udara, sementara meja sarapan telah tertata rapi dengan berbagai hidangan.
Alya, yang baru saja belajar tentang rutinitas rumah besar itu, mencoba memberanikan diri untuk menyiapkan secangkir kopi untuk Kevin, seperti yang dilakukan staf lainnya. Ia ingin menunjukkan itikad baiknya, walau hatinya gugup setengah mati.
Dengan tangan gemetar, Alya menuangkan kopi ke dalam cangkir putih polos, lalu membawanya mendekati tempat Kevin duduk. Kevin yang sedang membaca dokumen sekilas melirik, namun tetap diam. Alya meletakkan cangkir itu di depannya, lalu membungkuk kecil.
"Saya... saya buatkan kopi, Tuan," ucap Alya pelan.
Kevin mengangkat alis sedikit, lalu tanpa berkata apa-apa, ia mengambil cangkir itu dan menyesapnya. Hanya saja detik berikutnya, wajah Kevin berubah masam.
"Kau... menaruh gula?" tanyanya datar, menatap Alya dengan tatapan tajam.
Alya membeku.
"S-sedikit... saya kira Tuan akan lebih suka ada manisnya sedikit," jawab Alya gugup.
Kevin meletakkan cangkir itu kembali dengan suara cukup keras hingga membuat Alya tersentak kecil.
"Aku tidak pernah minum kopi pakai gula," ucap Kevin dingin.
Suasana meja makan langsung menjadi tegang. Para staf yang melihat kejadian itu hanya menunduk dalam-dalam, pura-pura sibuk. Alya menunduk malu, menahan air mata yang mulai menggenang.
"Saya minta maaf, Tuan... saya tidak tahu," bisiknya.
Kevin menghela napas panjang, berusaha menahan emosinya. Ia sadar bahwa Alya bukan pelayan, dan dia hanya mencoba membantu. Tapi tetap saja, Kevin terbiasa dengan keteraturan dan kesempurnaan di sekelilingnya.
"Mulai sekarang, jangan ikut campur. Lakukan saja urusanmu," kata Kevin singkat lalu bangkit dari kursinya, mengambil jasnya dan berjalan keluar.
Alya hanya berdiri terpaku, menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak menangis di depan semua orang.
"Jangan terlalu diambil hati, Alya," bisik Bu Linda pelan sambil menghampirinya.
"Tuan Muda Kevin memang keras, tapi dia bukan orang jahat. Dia hanya belum terbiasa."tambahnya.
Alya mengangguk kecil, lalu buru-buru kembali ke kamarnya, berusaha menyembunyikan rasa sedih yang membuncah di dadanya.
Di luar rumah, Kevin masuk ke mobilnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Namun saat mobil melaju, pikirannya melayang kembali ke gadis mungil yang tadi pagi dengan polosnya membuatkan kopi untuknya.
"Sial,"
Gumamnya kesal pada diri sendiri. Entah kenapa, bayangan wajah sedih Alya itu tetap saja menghantuinya.
Pov : Alya Rosella
Alya Rosella gadis berusia 19 tahun. Sama halnya dengan Kevin Alya hanya dibesarkan oleh kakeknya,Rudd. Ibunya meninggal saat setelah Alya dilahirkan. Sementara ayahnya meninggal karena serangan jantung seketika istrinya dinyatakan meninggal.
Sejak kecil ia tidak pernah bertemu ayah dan ibunya. Namun kakeknya selalu menjaganya dengan kasih sayang yang berlimpah. Alya tidak pernah kekurangan apapun ,kakeknya selalu memberikan semua yang diinginkannya.
Namun Alya harus kembali menderita ketika sang kakek kembali meninggalkannya seorang diri. Beruntung sebelum kakeknya meninggal ia sempat menitipkan Alya pada Daniel,kakek Kevin.
***
Hari itu berjalan lambat bagi Alya. Setelah kejadian pagi tadi, ia memilih mengurung diri di kamarnya. Ia merasa seperti orang asing di dunia yang begitu berbeda dengan kehidupannya di Desa Melati. Tapi di sisi lain, ia juga teringat janji kepada almarhum Kakek Daniel: untuk bertahan, apapun yang terjadi.
Sore harinya, saat matahari mulai condong ke barat, Alya memberanikan diri keluar dari kamar. Ia berjalan pelan menyusuri koridor rumah besar itu, mencoba mengenal tempat barunya. Ia melewati ruang baca yang dipenuhi rak buku, ruang musik dengan piano hitam mengilap, hingga taman belakang yang asri dengan kolam ikan kecil.
Saat sampai di taman belakang, Alya melihat sosok Kevin sedang duduk di bangku taman, masih mengenakan kemeja kerjanya namun tanpa jas. Di tangannya ada laptop yang diletakkan di samping, sementara ia tampak serius menatap layar ponselnya.
Alya ragu. Ia berniat berbalik, namun langkah kakinya menginjak ranting kering, menimbulkan bunyi kecil.
Kevin langsung menoleh cepat. Tatapannya tajam, membuat Alya refleks menunduk dalam.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Kevin, suaranya terdengar datar namun tidak sekeras tadi pagi.
"A-aku... hanya ingin melihat taman, Tuan. Maaf kalau mengganggu," jawab Alya gugup, mengatupkan tangan di depan perutnya.
Kevin mengamati gadis itu beberapa detik. Alya mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda yang membuatnya tampak semakin polos dan rapuh. Wajahnya bersih, tanpa polesan make-up.
"Taman ini untuk siapa saja," ucap Kevin akhirnya, suaranya sedikit lebih lunak.
"Kau boleh di sini." tegasnya.
Alya mendongak sedikit, matanya berbinar lega.
"Terima kasih, Tuan," katanya lirih.
Kevin kembali fokus pada ponselnya, sementara Alya mengambil tempat duduk di bangku taman lain yang tidak terlalu dekat darinya. Ia memandangi kolam ikan kecil itu, matanya mengikuti gerakan ikan-ikan berwarna cerah yang berenang dengan lincah.
Beberapa menit berlalu dalam diam, namun anehnya diam itu tidak terasa sesak. Hanya terdengar suara gemericik air kolam dan kicauan burung sore. Untuk pertama kalinya sejak tiba di rumah itu, Alya merasa sedikit tenang.
"Kalau kau bosan, di ruang baca ada banyak buku," tiba-tiba Kevin berkata tanpa menoleh.
Alya yang tidak menduga pria itu akan berbicara lagi, langsung menoleh dengan tatapan sedikit terkejut.
"Buku?" tanyanya polos.
Kevin mengangguk singkat.
"Kau suka membaca?"
"Aku suka... dulu, kakek Daniel sering membacakan buku cerita untukku sebelum tidur."sahut Alya sambil tersenyum tipis.
Seketika, wajah Kevin berubah tegas saat mendengar kata 'kakek'. Ia kembali mengingat janji yang harus ia tepati. Sorot matanya kembali tajam. Hal itu membuat Alya kembali tidak nyaman.
Alya langsung menundukkan pandangannya.Tak berapa lama Kevin langsung menutup laptopnya dan berdiri meninggalkan Alya yang masih tampak ketakutan. Namun sebelum benar-benar pergi Kevin berhenti sejenak dan berbicara tanpa membalikkan tubuhnya.
" Jika kau butuh sesuatu,kau bisa meminta pada Bu Linda." ketusnya tanpa menoleh.
"Baik,Tuan."
Alya hanya menjawab ragu ,lalu menatap punggung Kevin yang kian menghilang. Setelahnya Alya kembali menatap kolam itu sambil melemparkan kerikil kecil yang didapatnya.Setelah puas bermain-main, Alya kembali masuk ke rumah.
Malam itu, setelah makan malam yang sunyi, Alya kembali ke kamar lebih cepat. Ia merasa lelah, bukan karena pekerjaan, melainkan karena tekanan batin yang menguras tenaganya.Namun sebelum tidur, Alya teringat sesuatu yaitu ruang baca.
Dengan mengumpulkan keberanian, ia keluar dari kamar, berjalan pelan melewati lorong gelap yang hanya diterangi lampu dinding berwarna kekuningan. Sesampainya di ruang baca, Alya membuka pintunya perlahan.
Ruangan itu sangat besar dan nyaman, dipenuhi aroma buku tua yang khas. Di salah satu sudut, ada sofa empuk dengan selimut kecil terlipat rapi.
Alya memilih sebuah buku bercover biru tua, duduk di sofa itu, lalu mulai membaca.
Kata demi kata membuat pikirannya sedikit melayang dari rasa sedih yang membebaninya.
Tak lama kemudian, tanpa ia sadari, matanya mulai berat. Buku itu perlahan terjatuh dari tangannya, dan Alya tertidur di sana. sendirian, di tengah ruangan yang hening.
Di sisi lain, Kevin baru saja pulang dari pertemuan bisnis. Ia melempar jasnya sembarangan ke sofa ruang tamu, membuka dua kancing kemejanya, lalu melangkah menuju kamarnya. Namun, saat melewati ruang baca, ia mendengar sesuatu.
Pelan, ia mendorong pintu yang sedikit terbuka.
Pemandangan itu membuat langkahnya terhenti.Alya,tertidur dengan kepala bersandar ke sandaran sofa, napasnya teratur, ekspresi wajahnya begitu damai. Buku yang sempat dibacanya tergeletak di lantai.
Kevin berdiri beberapa saat, hanya memandanginya.Ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa aneh. Perasaan asing yang selama ini mulai masuk ke dalam hatinya.
Dengan langkah hati-hati, Kevin mendekat. Ia memungut buku itu, menaruhnya di atas meja. Kevin mencoba membangunkan Alya.Namun seketika ia mengurungkan niatnya.
Kevin langsung meninggalkan Alya tertidur disana.Ia segera kembali ke kamarnya. Malam itu, Kevin tidak benar-benar bisa tidur. Ia mengingat wajah polos Alya yang begitu polos. Perasaan tak bisa digambarkan namun wajah Alya mampu meringankan rasa lelahnya setelah seharian bekerja.
"Apa yang aku pikirkan?." gumamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Al Fatih
apa yg kamu pikirkan....,, yaa pikirin Alya kan Kevin 🤭
2025-05-08
1