Pagi itu,Kevin bersiap untuk kembali ke kota. Sementara Alya masih termenung di kamarnya. Tubuhnya terasa begitu berat. Sejak malam tadi Alya tidak bisa tidur setelah memikirkan dirinya harus ikut bersama pria yang baru saja ia temui.
"Kakek, apakah aku benar-benar harus ikut bersamanya?." tanyanya pada sebuah foto Daniel yang berada ditangannya.
Dari pintu kamarnya Ratna menatap kesedihan Alya itu.Lalu tak berapa lama Ratna menghampirinya.
"Kau sudah siap,Nak." ucap Ratna.
Alya menoleh langsung padanya lalu menyeka air matanya yang menetes di pipi mulusnya.
"Bibi,bisakah aku tinggal di sini saja? Aku tak ingin ikut ke kota." ucap Alya.
Ratna tersenyum tipis,lalu meraih tangan mungilnya.Ia pun meyakinkan Alya bahwa semua akan baik-baik saja. Ratna juga menambahkan jika sebenarnya Kevin sosok yang baik hati walau kelihatan kaku dan dingin. Namun walaupun begitu Alya masih ragu dengan keputusannya.
"Ayo Nak,Kevin sudah menunggu mu." ujar Ratna.
Dengan langkah berat, Alya bangkit dari tempat tidurnya. Ia melangkah pelan menuju ruang tamu, di mana Kevin sudah berdiri sambil memeriksa jam tangannya, wajahnya tampak sedikit tidak sabar. Ia mengenakan kemeja putih rapi dan celana panjang hitam, penampilannya tetap berwibawa meski berada di desa.
Saat melihat Alya muncul, Kevin hanya melirik sekilas, lalu berbalik menuju pintu.
"Ayo," ucapnya singkat tanpa senyuman.
Alya menunduk, mengikuti di belakangnya seperti anak ayam kecil. Di depan rumah, mobil hitam mewah Kevin sudah siap. Sopir pribadi Kevin membuka pintu belakang, menunggu mereka masuk.
Sebelum masuk ke mobil, Alya menoleh sekali lagi ke arah rumah sederhana itu,tempat semua kenangannya bersama Kakek Daniel. Matanya memanas, tapi ia menahan air mata itu sekuat tenaga.
"Selamat jalan, Alya," bisik Ratna sambil melambai pelan, mencoba tersenyum walau hatinya berat.
Alya membalas dengan anggukan kecil, lalu masuk ke dalam mobil. Begitu pintu tertutup, mobil perlahan melaju meninggalkan Desa Melati.
Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa sangat canggung. Kevin hanya memandang lurus ke depan, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Alya duduk kaku di kursi belakang, kedua tangannya menggenggam erat tas kecil yang dibawanya.
Sesekali Alya melirik ke arah Kevin lewat kaca spion dalam, berusaha membaca pikirannya. Tapi ekspresi pria itu begitu dingin dan tak tersentuh, membuat Alya makin merasa asing.
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka akhirnya memasuki gerbang besar menuju rumah keluarga Darmawan di pinggiran kota. Sebuah bangunan mewah bergaya klasik, dengan taman luas dan air mancur di tengah halaman, berdiri megah di hadapan Alya.Alya menelan ludah gugup.
"Ini... rumahnya?" gumamnya dalam hati.
Kevin turun lebih dulu, lalu berjalan menuju pintu masuk tanpa menoleh. Sopir membantu Alya membawa koper kecilnya. Dengan langkah ragu, Alya mengikuti di belakang.
Begitu masuk, Alya langsung merasa kecil di tengah kemewahan itu. Lantai marmer mengkilap, lampu gantung kristal, dan aroma wangi bunga segar memenuhi seluruh rumah.
Seorang wanita paruh baya berpenampilan elegan, Bu Linda, pengurus rumah tangga ,ia menyambut mereka.
"Selamat datang, Tuan Muda Kevin. Dan ini...?" tanyanya sambil melirik Alya dengan sedikit heran.
"Ini Alya. Mulai sekarang dia akan tinggal di sini, Tolong siapkan kamar untuknya." jawab Kevin dingin.
Bu Linda mengangguk sopan, meski tatapannya kepada Alya menyiratkan tanda tanya. Setelah memberikan beberapa instruksi singkat, Kevin berbalik ke arah Alya.
"Kau bebas beraktivitas di rumah ini, tapi ada beberapa aturan," katanya tegas.
"Pertama, jangan ganggu aku kecuali penting. Kedua, jangan keluar rumah tanpa izin. Ketiga, jaga sikapmu di depan tamu atau staf." lanjutnya.
Alya mengangguk kecil, hatinya mengecil.
"Baik, Tuan," jawabnya hampir berbisik.
Tanpa menunggu balasan, Kevin berbalik dan menaiki tangga menuju kamarnya, meninggalkan Alya berdiri sendirian di ruang tamu besar itu.
Alya menghela napas panjang. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, bagaimana ia bisa bertahan di dunia yang terasa begitu asing ini. Bu Linda membawanya masuk ke sebuah kamar yang berada tepat dibawah kamar Kevin yang berada di atas.
"Mulai hari ini,kau tidur di kamar ini." ucap Linda.
Alya melangkah masuk ke dalam kamar itu dengan hati-hati. Kamarnya cukup luas, dengan dinding berwarna krem lembut, ranjang besar bertirai putih, meja rias sederhana, dan jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Semuanya tampak mewah bagi Alya yang terbiasa hidup sederhana di desa.
"Kalau butuh sesuatu, kau bisa bicara pada Nani, salah satu staf di dapur," ujar Bu Linda singkat, lalu berbalik pergi tanpa banyak basa-basi, meninggalkan Alya sendiri.
Alya berdiri di tengah kamar, memandangi sekeliling dengan perasaan campur aduk. Ia merasa seperti burung kecil yang tiba-tiba dilemparkan ke dalam sangkar emas indah, tapi dingin dan sunyi.
Ia menaruh tas kecilnya di atas ranjang, lalu duduk di tepi ranjang itu, membiarkan kelelahan menyergap tubuhnya. Namun saat hendak memejamkan mata, terdengar ketukan pelan di pintu.
Tok...tok...
Alya segera bangkit dan membukanya. Di depan pintu berdiri seorang gadis muda berusia sekitar dua puluhan, mengenakan seragam staf rumah tangga.
"Kau Alya, ya?" tanyanya sambil menatap Alya dari ujung kepala sampai kaki, ada nada meremehkan di suaranya.
"I-iya," jawab Alya gugup.
"Aku Nani. Aku yang bertanggung jawab di dapur. Kalau kau butuh makan, bilang saja. Tapi jangan macam-macam di sini. Rumah ini punya aturan ketat. Kami semua sudah bekerja lama, jadi jangan membuat masalah, ya," ucap Nani ketus.
"Aku mengerti," Alya hanya mengangguk dengan menjawab lirih.
Nani mendengus kecil lalu pergi begitu saja, meninggalkan Alya yang kembali merasa makin kecil.
Malam itu, Alya duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya sendiri. Hatinya merindukan rumahnya di desa, kakek Daniel, dan suasana hangat sederhana yang kini terasa begitu jauh. Di rumah ini, semuanya terasa dingin... dan penuh jarak.
Sementara itu, di lantai atas, Kevin berdiri di depan jendela kamarnya, memandang langit malam kota yang penuh bintang. Pikirannya melayang entah ke mana.
Ia mengingat janjinya kepada kakek Daniel, janji yang membuatnya kini harus berbagi hidupnya dengan seorang gadis asing. Kevin menghela napas berat. Ia tidak membenci Alya, tapi ia tidak tahu bagaimana caranya membuka diri lagi kepada orang lain.
"Semua ini... hanya sementara," gumamnya pelan, seolah meyakinkan dirinya sendiri.
Malam itu kedua insan itu dengan melamun dengan pikiran mereka masing-masing. Alya hanya bisa menerima semua takdir yang digariskan tuhan padanya.Berbeda dengan Kevin,ia harus berkutat dengan waktu. Sampai kapan ia harus hidup berdampingan dengan gadis yang sama sekali tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Al Fatih
please ya Kaka,, jangan bikin Alya jadi orang lemah,, cengeng,, d tindas sama orang lain. Kalo pun Alya takut,, cukup sama Kevin sj,, yg lain jangan ....,, harus kuat yaa karakter nya alya
2025-05-07
1