"Ini universitas terbaik di kota ini, dengan fasilitas terbaik pula, anda tidak perlu ragu untuk mendaftarkan istri anda di sini." Pak Burhan seorang rektor di universitas yang di datangi Sean dan Salwa mencoba mempromosikan kampus unggulannya.
"Itu semua tergantung istriku, dia yang memutuskan." Sean mengusap bahu Salwa untuk memberikan wewenang penuh kepada perempuan itu.
"Aku... aku menyukainya. Apa persyaratannya agar diterima di kampus ini." Tentu saja setiap kampus terbaik pasti ada persyaratan khusus seperti nilai yang baik, atau akan ada ujian tertulis untuk seleksi penerimaan mahasiswa baru sehingga Salwa mempertanyakan hal itu secara langsung agar ia bisa bersiap diri dengan waktu yang sangat sedikit ini.
"Sebenarnya setiap peserta wajib mengikuti tes untuk menyeleksi calon mahasiswa terbaik, tetapi untuk nyonya Paderson kami akan membuat prioritas."
"Tidak, itu tidak perlu. Saya ingin mengikuti tes itu seperti calon mahasiswa lain. Saya tidak ingin mengambil kursi mahasiswa lain secara tidak adil jika kemampuan saya memang tidak cukup pantas untuk mendapatkannya." Salwa berucap dengan tegas, ia tidak ingin mengambil jalur belakang dengan memanfaatkan nama suaminya. Ia ingin diterima di kampus tersebut karena usaha dan kemampuannya sendiri.
"Saya cukup terkesan dengan kejujuran istri anda." Pak Burhan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sean pertanda kesepakatan dan Sean pun menerimanya.
"Tentu saja, karena itu aku sangat beruntung menjadi suaminya." Salwa berusaha menahan senyum karena Sean terlalu tinggi memujinya di depan sang rektor.
Seperti yang direncanakan, Leon dan Abust menginap di kediaman Sean. Mereka sedang melakukan sebuah kerjasama dengan perusahaan multi internasional di kota tersebut. Bahkan Sean sudah menyiapkan mobil untuk akomodasi mereka selama berada di tempatnya untuk memudahkan kedua adik angkatnya melakukan perjalanan bisnisnya.
"Sean sudah pulang belum ya?" Abust tampak lelah dengan menyandarkan kepalanya di punggung sofa ruang tamu. Begitu juga dengan Leon, sepertinya perjalanan dinas mereka terasa melelahkan.
"Sean pulang terlambat malam ini, jadi sebaiknya kita makan malam duluan," jawab Leon sambil memijat-mijat pelipisnya. Ia melihat ke arah jam dinding yang masih bercokol di angka enam.
"Apa kakak ipar akan ikut makan malam bersama kita?" Tanya Abust lagi yang langsung mendapat jitakan dari Leon.
"Jangan berpikir macam-macam, mana mungkin kakak ipar ikut makan bersama, pasti ia menunggu Sean pulang." jawab Leon kemudian. Sayang sekali padahal Abust sudah merasa senang Sean pulang terlambat, dengan begitu ia bisa menggoda kakak iparnya itu. Entahlah, meskipun ia sudah berbesar hati menerima kenyataan bahwa Salwa sudah menjadi milik kakak angkatnya tetapi tetap saja ia suka menggoda Salwa.
"Apa harus menunggu, Sean pasti pulang sangat terlambat. Kakak ipar akan kelaparan nanti, apa kau tidak kasihan?" Leon terlihat acuh dengan menaikkan kedua bahunya yang menunjukkan "tak tahu,"ia beranjak dari sofa empuk itu menuju meja makan.
"Hubungi saja Sean, aku sudah sangat lapar," teriaknya sambil mencomot udang krispi yang ada di atas piring.
.....
"Sean, apa kau tidak pulang?" Abust segera menanyakan maksudnya sesaat setelah Sean menjawab panggilannya.
"Dua jam lagi, untuk apa kau mencariku? Apa kalian akan kembali ke negara kalian malam ini?"
"Cih, kau sungguh ingin sekali kami cepat-cepat pergi." Abust mendengkus mendengar perkataan Sean yang terlalu jujur itu.
"Lalu kenapa kau menggangguku, aku masih banyak pekerjaan." Sean merasa sudah tidak sabar mendengar jawaban abust yang terlalu bertele-tele. Ia ingin segera menyelesaikan panggilannya agar segera menuntaskan pekerjaannya. Tentu saja ia ingin segera pulang agar bisa bertemu dengan istrinya yang pasti saat ini tengah menunggunya.
"Apa aku boleh mengajak kakak ipar turun untuk makan malam bersama kami," jawab Abust kemudian.
"Jangan kurang ajar, kau tahu apa yang sedang kau bicarakan?" Sean memang tidak suka jika Abust sudah mengusik masalah Salwa, apalagi mereka saat ini sedang berada di rumahnya dan tanpa ada Sean yang mengawasi.
"Hey, jangan berlebihan. Aku hanya kasihan dengan kakak ipar yang harus menunggumu pulang hanya untuk makan malam. Apa kau tidak merasa kasihan padanya menahan lapar hanya karena menunggumu pulang?"
Sean tampak berpikir dan mencerna perkataan Abust, ia melirik ke arah tumpukan laporan yang masih menggunung yang harus ia cek kembali. Mungkin terlalu egois jika dirinya meminta Salwa menunggunya pulang untuk makan malam, bagaimanapun juga istrinya itu sekarang sedang belajar dengan keras agar bisa lolos masuk ke perguruan tinggi yang ia inginkan. Dan pastinya itu membutuhlan suply nutrisi agar otaknya bekerja optimal.
Sean berdehem sebentar sebelum berkata "Baiklah, katakan aku yang menyuruhnya untuk makan malam duluan, dan kau jangan bertingkah selagi aku tidak ada di rumah," ucap Sean dengan menekankan intonasi perkataannya.
"Iya, kau tidak perlu khawatir, aku akan menjaga kakak ipar dengan sepenuh hati," jawab Abust dengan bangganya.
"Kau tidak perlu memberikan hatimu untuk istriku, kau hanya memintanya makan duluan tidak lebih," cecar Sean kepada adik angkatnya itu yang terlalu banyak maunya.
Abust ingin menyahut, namun Sean menutup sambungan teleponnya.
"Dasar Sean, ia terlalu berlebihan jika sudah menyangkut istrinya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Bzaa
abust kapan ketemu jodonya nih tor😆
2023-04-25
0
Triretnaning Wulandari
sippp
2021-05-25
0
Laila Zayn
aahh penasaran,, jgn² abust ketemu angela ya thor... ??? klo ga slh angela itu bukannya yg ngejar² Alvaro ???? 🤔
2020-10-25
1