Sejak pagi Salwa sudah sibuk dengan kegiatan sebagai ibu rumah tangga. Membuat sarapan sehat untuk Sean adalah kewajiban baginya. Meskipun Sean sudah mempekerjakan asisten rumah tangga tetapi Salwa masih bersikeras untuk memasak sendiri. Bagi Salwa, suami wajib memakan masakan istri supaya lidah suaminya itu terbiasa dengan masakan rumahan.
Sean masih tertidur saat ini, setelah melakukan sholat subuh bersama sepertinya matanya tidak bisa dikondisikan lagi. Ia kembali berbaring merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Salah dia sendiri karena terlalu menguras energi saat bermain bersama Salwa, seolah tidak ada bosannya ia selalu melakukannya hingga beberapa kali sampai hari menjelang pagi.
Suara ketukan terdengar dari luar, tidak biasanya ada tamu pagi-pagi sekali. Salwa yang masih kerepotan dengan peralatan masaknya pun segera membereskannya dan mencuci tangannya.
"Biar saya saja nyonya?" Bibi Sri asisten rumah tangga yang membantu Salwa di dapur menyela saat Salwa hendak membukakan pintu. Salwa mengangguk menyetujui karena ia harus menyiapkan hidangan yang ia buat di meja makan.
Dengan cekatan Salwa menata menu masakan yang terlihat menggugah selera. Ia ingin membangunkan suaminya yang saat ini pasti masih tertidur pulas.
"Kakak ipar!" suara yang sangat dikenal Salwa itu terdengar begitu nyaring. Salwa yang hendak naik ke tangga menuju kamar utama langsung menoleh ke arah pemilik suara barito itu.
"Abust, Leon!" Kedua tamu laki-laki itu mengulurkan kedua tangannya hendak memeluk kakak iparnya yang masih terbengong dengan kedatangan mereka, namun dengan cepat Salwa segera menghindar. Mana mungkin Salwa mau dipeluk-peluk begitu, bisa-bisa suaminya memasang perisai di sekelilingnya agar ia tidak bisa kemana-mana sebagai hukuman.
"Ya ampun, kakak ipar masih malu-malu saja." Leon berkata dengan sedikit menggoda setelah tangannya tak mampu meraih kakak iparnya itu. Leon dan Abust memang saat ini sudah lebih akrab dengan Salwa. Kesalahan masa lalu sudah Salwa maafkan dan ia tidak menaruh dendam sama sekali dengan kedua adik angkat suaminya itu. Tapi bukan berarti mereka bisa leluasa melakukan kontak fisik, Salwa cukup menjaga dirinya agar tidak terlalu dekat dengan dua orang di depannya ini.
Bagaimana pun mereka berdua adalah seorang laki-laki ,lagi pula usia mereka jauh lebih tua dari Salwa sehingga Salwa tidak mau ambil resiko dengan tetap menjaga jarak.
"Kalian duduk saja dulu, pasti belum pada sarapan kan, aku panggilkan mas dulu lalu kita makan sama-sama." Salwa mencoba ramah kepada dua orang itu untuk menghilangkan rasa canggung pada dirinya.
Leon dan Abust melirik ke arah meja makan yang sudah penuh dengan hidangan lezat. Tanpa menunggu perintah mereka dengan tidak tahu malu langsung menyergap piring dan memindahkan beberapa menu makanan di piring mereka masing-masing.
Saat Leon dan Abust hendak menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya tiba-tiba ada tangan yang menjewer telinga mereka berdua.
"Aduuh-aduuh."
"Heyy, siapa yang menyuruh kalian makan?" Sean yang sudah berada di antara kedua adik angkatnya itu menegur mereka dengan menarik telinga kedua laki-laki itu seperti memberi hukuman kepada anak kecil.
Salwa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah suaminya itu yang begitu galak memperlakukan kedua adik angkatnya.
"Ya ampun bos, kau tega sekali menyambut tamu terhormat yang sudah jauh-jauh datang ke rumahmu." Leon membuat ekspresi sedih yang justru membuat Sean ingin menjitak kepalanya.
"Tamu terhormat tidak akan makan sebelum tuan rumah mempersilahkannya, kalian berdua jauh sekali dari kata terhormat itu." Sean menyindir kedua adik angkatnya itu. Mendengar perkataan Sean kedua orang itu pun terkekeh. Mereka memang sudah kelaparan sejak tadi sehingga melihat hidangan lezat di depan mata langsung saja ingin menyantapnya.
"Sudah-sudah jangan berdebat, ayo makan!" Salwa menarik kursi agar di duduki oleh Sean. Ia juga mengambilkan beberapa menu kesukaan suaminya itu dengan porsi yang sudah dihafalnya luar kepala. Dengan telaten Salwa juga menyuapkan menu itu sesuap demi sesuap ke dalam mulut suaminya sambil memakannya juga, mereka berdua memang terbiasa memakan sepiring berdua, hal itu tidak luput dari perhatian Leon dan Abust.
"Enak sekali hidupmu sekarang bos, sepertinya kau sangat betah tinggal disini." Leon menegakkan punggungnya setelah menandaskan isi piringnya. Tangannya meraih secangkir teh tawar yang masih hangat itu untuk membasahi tenggorokannya dari sisa-sisa minyak yang bersarang di mulutnya.
"Tentu saja, siapa yang tidak betah jika setiap hari dilayani seperti raja." Abust berkata sarkas sambil melanjutkan suapan di mulutnya. Sean yang merasa dibicarakan pun hanya menipiskan bibirnya mengulas senyum.
"Makanya segera cari istri, jangan hanya tidur dengan perempuan sembarangan." Sean kembali menyindir dua orang laki-laki di depannya itu. Salwa mendengar perkataan Sean yang tidak pantas itu segera melayangkan cubitan ke pinggang suaminya dan berhasil membuat Sean nyengir menahan sakit.
"Tidak segampang itu mencari istri, mencari istri lebih susah daripada mencari client baru untuk perusahaan." Abust kembali menyela, ia salah satu dari seorang jomblowan yang susah mendapatkan pasangan.
Leon pun hanya mengangguk-angguk setuju dengan ucapan Abust.
"Jangan hanya mengangguk, bukannya hubunganmu dengan gadis itu sudah semakin dekat, kenapa tidak kau nikahi saja dia?" Abust melanjutkan perkataannya setelah menyesap habis isi cangkirnya.
"Siapa? Apa kau sudah memiliki kekasih?" Sean pun terlihat penasaran dengan perkataan Abust. Mungkin ia ketinggalan banyak hal sehingga membuatnya tidak mengetahui informasi hubungan Leon dengan kekasihnya.
"Jangan-jangan kau menemukannya di club malam seperti biasanya. Aku tidak akan mendukung hubungan kalian jika aku mendapatimu menikah dengan perempuan sembarangan," ucap Sean dengan bersungut-sungut.
"Kau mengenalnya bos, tenang saja. Dia gadis baik-baik, bahkan kau sangat mengenal gadis itu luar dalam." Abust sedikit mengimprovisasi dengan melirik ke arah Salwa. Benar saja, mendengar ada gadis yang dikenal Sean dengan baik membuat ekspresi wajah Salwa berubah. Ia menyuapi Sean dengan suapan paling besar karena terlihat kesal. Abust pun sedikit menahan tawa saat melihat Sean dengan susah payah mengunyah dan menelan makanannya.
"Hey sayang, kebanyakan. Aku tidak selapar itu." Salwa seakan tidak mendengar ucapan Sean, ia kembali menyuapi suaminya itu dengan suapan yang besar.
"Uhuk-uhuk-uhuk." Karena terlalu cepat mengunyah dan menelan akhirnya Sean tersedak, hal itu membuat Salwa terkejut dan segera mengambil air putih untuk diberikan kepada Sean.
"Maaf," ucap Salwa sambil membantu suaminya itu minum. Sean mengangguk lalu mengulas senyum, ia tidak mempermasalahkan hal sepele seperti itu.
"Aku... aku mau membereskan piring-piring kotor dulu. Mas lanjutkan saja ngobrolnya." Salwa akhirnya mengalihkam kekesalannya dengan mencuci piring saja di dapur. Mendengar percakapan para laki-laki membuatnya semakin kesal saja. Apalagi yang dibahas hanya seputar perempuan.
Setelah Salwa pergi sambil membawa setumpuk piring kotor, ketiga laki-laki itu akhirnya melanjutkan percakapan mereka.
"Siapa perempuan yang bernasib sial karena disukai olehmu itu?" tanya Sean lagi.
"Menjadi kekasihku bukanlah hal buruk, kenapa kau mengatakan itu sebuah kesialan." Leon sedikit tidak terima dengan perkataan Sean. Bagaimanapun juga siapa pun yang akan menjadi kekasihnya nanti pasti akan merasa sangat beruntung.
"Sudahlah bos, jangan menggodanya terus. Ini calon kekasihnya Leon. Cantik bukan?" Abust menunjukkan sebuah foto di ponsel pintarnya kepada Sean. Sean sedikit terperangah, ia tidak mengira bahwa adik angkatnya itu menaruh hati dengan mantan sekertarisnya dulu.
"Sejak kapan kalian dekat? Oh iya, kalian sempat bermalam di hotel dan kamar yang sama. Atau jangan-jangan kalian sudah..."
"Tentu saja tidak." Leon segera menyambar ucapan ngawur Sean, sama sekali tidak terjadi apa-apa di antara mereka saat itu.
"Baguslah, jika kau sudah yakin segera nikahi dia keburu diambil orang!" Sean mencoba menasehati Leon, ia masih mengingat dengan keputusannya saat menikahi Salwa dulu. Andai saat itu ia terlambat menikahi perempuan yang menjadi istrinya sekarang, mungkin Salwa saat ini sudah berada dalam pelukan laki-laki lain yang juga menginginkannya. Dan hal itu pasti akan menjadi penyesalan terbesar yang akan ia ingat sepanjang hidupnya.
"Hey bos.. bahkan aku belum tahu bagaimana perasaanku padanya. Kita hanya berteman, tidak lebih. Bagaimana mungkin kau menyuruhku menikahinya?"
"Baiklah, kalau begitu biar aku saja yang menikahinya," sela Abust yang greget dengan Leon yang tidak bisa gerak cepat. Saudara angkatnya itu memang benar-benar tidak bisa berpikir cepat untuk masalah wanita.
"Tidak bisa begitu juga, kau tidak boleh menyela antrian seperti itu." Leon menatap Abust dengan tidak suka, berani sekali Abust menyela dan mengambil perempuan incarannya.
"Sudah cukup, suara berisik kalian membuatku pusing. Lebih baik aku menyusul Salwa di dalam." Sean beranjak dari kursi makannya, namun sebelum Sean pergi ia menoleh lagi ke belakang.
"Sampai kapan urusan kalian selesai disini?" Abust dan Leon pun saling memandang, ya sepertinya akan ada pengusiran secara halus bagi mereka.
"Mungkin tiga sampai empat hari, rumahmu sangat besar. Mungkin kita akan tinggal di sini selama empat hari ke depan," ucap Leon dengan tidak tahu malu.
"Apa kalian benar-benar jatuh miskin hingga tak sanggup menyewa hotel untuk menginap?" Sean merasa kedua adik angkatnya ini hanya akan menjadi pengganggu waktu bersama istrinya saja.
"Hahaha... kami hanya merindukanmu saja bos," jawab Abust dengan enteng.
"Cepat selesaikan urusan kalian, jangan mengganggu kehidupanku yang sudah nyaman di sini!" Tukas Sean yang disahut oleh kekehan dua adik angkatnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Bzaa
senangnya kl lgi akur bgni😉
2023-04-25
0
Ard@n
kereeeen bget ceritamu..duuhh babang sean..🥰🥰🥰
2021-04-06
2
wifenyaSuga
like lagi
2021-03-11
1