Udara malam semakin dingin menusuk ke tulang, warga kaki bukit gunung salak sudah tertidur pulas di rumah masing masing. Desa itu sangat sepi berbeda dengan di kota, hanya terdengar suara binatang malam. Di pos roda terlihat dua anak muda dan pria tua sedang berbincang sambil menikmati secangkir kopi.
"Malam ini nggak biasanya sepi pisan!" seru komeng, anak muda yang selalu rajin ngeronda.
"Perasaan kamu itu, kata aku mah biasa saja." Timpal Udin.
"Gandeng! (berisik!)" kata mang Suyadi sembari menggaruk kepalanya sampai peci yang ia kenakan miring dan hampir terjatuh.
"Eh liat!!" tunjuk Komeng ke arah semak semak pohon pisang. Sekelebat komeng melihat bayangan hitam berlari ke arah kanan ujung desa.
Udin dan yang lain menoleh ke arah petunjuk Komeng. "Naon (apa) Meng!" kata Udin matanya melotot ke arah semak semak pohon pisang.
"Maling!" seru mang Suryadi menunjuk ke arah ujung jalan desa.
"Panggil warga, kepung euy!" perintah Komeng.
Udin mengambil pentungan lalu memukulnya, sementara Komeng dan mang Suryadi berlari mengejar bayangan hitam tersebut.
"Maliing!!!" seru mereka berteriak.
"Trong trong!!" bunyi kentongan pertanda buruk terdengar nyaring di penjuru desa. Udin terus memukulkan pentungan sambil berlari ke sana kemari.
Sementara di rumah mang Asep yang kebetulan belum tidur, mendengar suara pentungan nyaring di telinga langsung berdiri dan berlari ke arah pintu dan membukanya memperhatikan Udin memukul pentungan.
"Maling mang Asep!" seru Udin terus berlari.
"Maling?" ucap mang Asep, lalu ia menutup pintu, melepaskan sarungnya, lalu mengambil tongkat kayu.
"Ada apa abah?" tanya bu Sari.
"Maling ambu, tutupin pintu. Abah mau ikut ngejar maling." Kata mang Asep lalu keluar dari dalam rumah menyusul Udin dan yang lain.
Nampak warga sekitar mulai berdatangan dan berlari mengejar maling yang di lihat Udin dan Komeng. Warga berbondong bondong mengejar maling tersebut, namun sampai perbatasan bukit. Bayangan hitam tersebut menghilang.
"Stop!" seru Birawa berdiri di depan warga, menghentikan pencariannya.
"Kunaon Abah?" tanya mang Asep menatap Birawa, selaku sesepuh di kampung pasir reungit.
"Dia bukan maling, abah pikir orang itu cuma mengintai desa kita!" seru Birawa.
"Mengintai, abah?" tanya Komeng.
Birawa menganggukkan kepalanya. "Ada yang di incar, tapi kalian jangan takut. Kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Kalian paham?"
"Paham!" jawab mereka serempak seraya mengacungkan lampu obor.
"Sekarang kalian pulang, biar aku ikut si Komeng sama si Udin buat berjaga jaga!" perintah Birawa.
"Siap abah!" sahut mereka serempak.
Mang Asep menggiring warga untuk pulang tapi tidak lupa mereka juga harus waspada. Sementara Komeng dan Birawa di bantu warga berjaga jaga.
Sementara bayangan hitam itu tak lain adalah anak buah Adhiguna bernama petruk. Dia di tugaskan untuk mengintai desa tersebut kalau malam hari. Sebelum rencana jahat Adhiguna di lancarkan. Ferro dan Adrian juga Adhiguna mendengarkan informasi dari petruk.
"Kita tidak bisa menyerang warga secara terang terangan, jelas kita akan kalah. Tapi, kalau kita hembuskan isu yang selama ini di yakini warga sekitar, sudah pasti akan mempermudah kita." Jelas Adhiguna.
Adrian mengangguk anggukkan kepala tanda mengerti, lalu ia menjelaskan kepada Ferro apa yang di ucapkan Adighuna baru saja.
"Bagaimana?" tanya Adhiguna.
"Tenang saja, kau paling mengerti medan dan adat desa ini. Kami mengikuti semua rencananu." Jawab Adrian, di sambut anggukkan kepala Ferro. Adhiguna tersenyum puas, kali ini rencana balas dendamnya akan kesampaian, pikir Adhiguna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
farel
gokil 🤣🤣
2022-01-14
0
ርቿረረ'ᵒᶠᶠ ️æ⃝᷍𝖒
nextt🍁
2022-01-11
0
🔵⏤͟͟͞𝐑𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆🔰π¹¹™𒈒⃟ʟʙᴄ❤
lanjuttt
2022-01-10
0