Ayesha merasa lelah tapi ia puas. Semua rencananya berjalan lancar. Target berkudanya tercapai. Pembicaraannya dengan Elenna tentang bisnis ekspor parfum dari ekstrak bunga racikan Elenna nampak menemui titik terang. Sambil menenteng seikat bunga mawar putih dan merah di tangannya, ia bersenandung pelan. Ketika masuk lewat pintu belakang, tak sengaja ia berpapasan dengan Ali yang sedang menenteng beberapa lembar pakaian yang sepertinya hendak dicuci.
“Eh non Ayesha. Sudah pulang non?”
“Iya brother. Lagi sibuk ya…”, sahut Ayesha ramah.
“Gak juga. Ini mau masukin baju ke mesin cuci”
“By the way gimana sekarang perkembangan tuan itu?”
“Tuan James? Alhamdulillaah sekarang dia sudah bisa menggunakan kursi rodanya non. Saya lihat dia sangat senang sekali karena sudah bisa berkeliling menghirup udara bebas”
“Alhamdulillah. Aku senang mendengarnya. Apakah tenggorokannya sudah tidak sakit lagi? Maksudku, terakhir kau sampaikan padaku dia sudah bisa berbicara tapi tenggorokannya masih sakit katanya. Aku mengkhawatirkan racun yang sempat bersarang di sana”.
“Apakah kalian tidak bertemu tadi pagi di teras samping? Dia bahkan sudah keluar rumah sejak subuh. Dan nona kan keluar jam 7 pagi. Aku yakin kalian sudah bertegur sapa”
“Oh tidak, aku keluar lewat teras belakang. Jadi aku tidak tahu. Bagaimana tadi pertanyaanku brother. Kalau lehernya belum pulih aku harus segera memberitahukan dokter Anne. Karena itu berbahaya”
Ayesha nampak tidak sabar.
Tanpa disadari keduanya, ada sepasang mata mengawasi dan mendengarkan seluruh pembicaraan mereka berdua. Dia Maxwell, yang menyamar dirinya bernama James untuk menutupi identitasnya. Dia hendak keluar setelah mandi. Ia bermaksud menghirup udara siang di musim semi ini bersama wewangian bunga yang bermekaran di teras samping yang belum sepenuhnya dia jelajahi. Tapi begitu mendengarkan pembicaraan Ayesha dan Ali ia urung keluar dan hanya sampai di pintu dan akhirnya tak sengaja mendengarkan semua percakapan keduanya.
“Tuan James sudah membaik tenggorokonnya nona Ayesha. Aku selalu bertanya padanya apakah ia baik-baik saja dan ia menjawab bahwa ia sepertinya akan segera sembuh. Ia cuma belum tahan berdiri karena kondisi luka di kaki dan bekas operasi di dadanya. Non Ayesha tidak perlu cemas.”
“Oh syukurlah. Aku sudah lega sekarang. Bother Ali harus terus merawatnya dengan baik. Aku tidak bisa bayangkan betapa keluarganya saat ini pasti sangat cemas memikirkannya. Apakah dia sudah bercerita tentang siapa dirinya? Barangkali kami bisa membantunya untuk menghubungi keluarganya”
“Belum. Dia masih tertutup. Sejauh ini kami tidak pernah membicarakan hal pribadinya. Aku tidak berani bertanya Nona. Aku khawatir akan menyinggungnya. Oh ya bukankah jaman ini sangat mudah untuk mengetahui tentang identitas seseorang. Cukup searching di internet, kita akan mudah mencari identitasnya. Tidakkah Nona ingin mengetahui siapa dirinya? Sepertinya ia bukan dari kalangan biasa”.
“Oh tidak apa brother. Tidak usah. Kau tahu kami tidak perlu melakukan itu. Biarkan dia menyembunyikan privasinya. Itu haknya. Oh ya, aku ke kamarku dulu ya. Kalau ada yang dibutuhkan untuknya kau tahu apa yang harus kau lakukan bukan?”. Ayesha tersenyum dari balik cadarnya. Ia bergegas melangkah pergi, sebelum kemudian Ali mengatakan sesuatu lagi.
“Non Ayesha… dia memintaku untuk membelikan HP.”
“Oh belikan saja Ali. Tidak mengapa. Mungkin dia sangat memerlukannya. Kita tidak tau barangkali telpon rumah tidak cukup untuknya. Bisa saja ia seorang pebisnis bukan? Tentu ia butuh media lainnya yang komplit”
“Benar nona. Ia juga pernah memakai laptop saya yang terhubung dengan internet”
“Segeralah pergi untuk membelikan keperluannya brother. Belikan sesuai spesifikasi hp yang diinginkannya, kau tau bukan?”
“Baiklah nona”. Ali tersenyum melirik Ayesha. Dia tau uang bukanlah masalah untuk Ayesha dan keluarganya. Walaupun tidak termasuk deretan pebisnis kelas kakap, tapi mereka keluarga yang punya cukup banyak uang dan property.
“Oh ya non Ayesah. Tidakkah engkau ingin membunuh rasa penasaranmu dan menemuinya langsung dan bertanya kabarnya? Sungguh pria tampan itu kurang beruntung karena hanya sekali mendengar suaramu di hari pertama ia siuman dari komanya waktu itu. Baginya, kau penolongnya yang misterius”.
“Bukankah aku sudah cukup bertanya padamu tentang kondisinya?” sahut Ayesha sambil berlalu menghindari godaan Ali lebih jauh.
Ali hanya terkekeh. Anak muda itu mulai menebak-nebak perasaan gadis polos yg menjadi majikannya selama ini. Baru kali ini ia melihat tuannya salah tingkah ketika digoda masalah lelaki. Walaupun engkau bersembunyi dari balik cadar itu, aku tau dari bahasa tubuhmu nona, batinnya.
Sementara itu, di pintu kamar Maxwell, lelaki itu nampak tersenyum. Hm, ternyata Ayesha sangat peduli padanya. Tapi mengapa gadis itu tak mau menemuinya? Ternyata ia selalu bertanya kabarnya melalui Ali dan selalu memantau perkembangannya. Apakah sebegitu pemalunyakah bidadari itu sehingga enggan bertemu dengannya. Tapi untuk apa malu jika apapun ekspresi wajahnya tidak akan ada yang tahu. Karena cadar itu.
Maxwell kembali tersenyum. Ia terbayang kembali bentuk wajah di balik cadar yang pasti akan sangat menggemaskan lelaki manapun yang melihat. Hidung mancung. Bibir merah alami. Wajah putih mulus dengan mata biru yang lentik dan pasti senyumnya sangat indah. Pikirnya membayangkan sendiri senyum di balik cadar itu yang di lukisnya sendiri dalam hayalnya. Karena ia memang tak pernah melihat gadis itu tersenyum. Maxwell menggeleng pelan dan tersenyum sendiri. Ada sebuah keindahan yang aneh menjalar di sisi hatinya yang lain. Ia bergegas menarik kursinya dengan tombol dan ia pun segera bergerak pelan menuju teras samping. Ali sudah menghilang di teras belakang. Ada banyak aktivitas yang hendak di lakukannya di sana selain mencuci sebelum nantinya ke kota membeli pesanan Maxwell.
Maxwell berseru kecil. Tapi ia bingung harus berkata apa. Jika ia seorang muslim tentu ia akan berteriak ‘Masyaa Allah’ karena merasakan kuasa Allah begitu besar menciptakan aneka makhluk cantik bernama bunga yang saat ini bermekaran indah dan harum semerbak di sekelilingnya. Tapi sayangnya ia hanyalah seorang Maxwell, tuan takur nan digjaya yang atheis, yang bahkan tak mengakui adanya Tuhan sang pencipta karena merasa punya segalanya di muka bumi ini, sebelum akhirnya ia sedikit sadar saat ini bahwa ia sekarang terpaksa mengakui bahwa ia bisa lemah juga karena penghianatan yang dilakukan seorang musuh dalam selimut. Joeris.
Maxwell mencoba untuk berdiri. Kata Ali ia harus berusaha untuk melatih otot-otot motoriknya untuk banyak bergerak dan melakukan hal-hal normal sebelumnya agar ia bisa segera beraktivitas seperti semula. Hari ini ia targetkan untuk bisa berdiri selama 5-10 menit. Harus. Ya, harus bisa, tekadnya. Sekarang ia sudah bisa berdiri 2 menit. Sekarang 4 menit. Dan ini sudah 5 menit. Ia merasa kakinya masih baik-baik saja. Dadanya juga baik. Kini ia mencoba bertahan 10 menit. Ini sudah mendekati 8 menit, namun ahhh… kakinya mulai berdenyut, lukanya yang menganga dan sudah dijahit itu mulai terasa sedikit nyeri. Luka bekas operasi di dadanya juga mulai terasa sedikit sakit. Hm, dia tidak bisa memaksakan dirinya lagi. Dia akan melatih dirinya sendiri secara rutin seperti ini dani ia yakin, seperti yang dikatakan Ali, lama-lama ia akan terbiasa dan tidak akan sakit lagi.
Maxwell kembali duduk. Setelah berhenti dan mengatur nafasnya dan merasakan luka-lukanya tidak sesakit semula ia mulai berdiri kembali. Begitu seterusnya. Siang hingga sore dia hanya melakukan hal yang sama. Ketika menjelang magrib ia pun kembali ke kamarnya. Ia merasa senang hari ini, akhirnya ia bisa mencapai targetnya. Sepekan kemudian dia yakin akan bisa berjalan kembali. Pekan berikutnya dia akan berusaha berlari dan sepekan berikutnya dia akan kembali ke tempat asalnya. Musuhnya harus dibalas dengan balasan setimpal, pikirnya geram.
Terbayang di benaknya orang-orang yang harus diberi pelajaran. Mereka sangat bodoh jika berpikir bisa begitu mudah untuk menyingkirkannya dan merampas semua yang dimilikinya. Oh no, mereka belum tahu siapa sesungguhnya Maxwell Powwell. Seorang milyarder licik dan juga pintar. Dia tak pernah mudah percaya dengan siapapun di dunia ini. Termasuk pada Joeris yang selama ini berpikir bahwa Maxwell sudah menganganggapnya sebagai teman setia dan terpercaya. Lelaki kekar bermata biru itu mengepalkan tangannya menahan geram. Hatinya kembali dibuncah dengan api kemarahan yang hebat. Tunggu pembalasanku. Teriaknya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
나의 왕자
ada hikmahnya dibalik semua kejadian yg terjadi pada max
2021-11-16
1
✧ ཻུ۪۪⸙͎ ʟᴇᴇ ʜᴀɴᴡᴏᴏʟ
uwoh smangatt
2021-08-02
2
sahata silalahi
makin seru nich.....
2021-05-21
2