Dua minggu kemudian.
Ayesha sedang merenungi terjemahan ayat Al Quran yang baru selesai dibacanya dengan khusyuk ketika kemudian terdengar suara Hp nya berdering.
Ia tersenyum ketika melihat siapa yang calling.
“Assalamualaikum cantik”
“Waalaikumussalaam… ku kira ada yang sudah melupakanku sebulan ini”. Wajah Ayesha ditekuk cemberut seolah-olah ia sedang dilihat oleh orang yang berbicara dengannya saat ini.
“Oh sorry sayang… kau tahu aku sangat sibuk menyelesaikan disertasiku saat ini. Hampir tak ada waktu kecuali ke kampus dan perpustakaan serta hunting dosen pembimbingku. Apakah engkau baik-baik saja? Ayolah jangan menunjukkan wajah jelek itu…..”, terdengar suara renyah di seberang.
Dan benar saja entah kenapa makhluk yang satu ini selalu tepat menduga apa yang terjadi dengan Ayesha bahkan walau ia tak melihat wajah Ayesha sekalipun.
Ayesha tersenyum.
“Nah gitu dong ...Ayesha-ku sangat manis kalau tersenyum”.
“Kapan kakak akan kemari”
“Insyaa Allah besok aku akan sidang terakhir. Doakan yang terbaik untuk kakakmu yang tersayang ini… Jika semuanya sudah tuntas, paling tidak 2 hari lagi aku akan mengunjungimu… aku sudah tak sabar ingin melihatmu dan menjewer telingamu itu”
“Enak aja. Aku bukan anak kecil lagi”
“Kau memang bukan anak kecil lagi tapi gadis kecil. Selama aku belum punya adik ipar aku akan terus memanggilmu gadis kecil”
“Aku sudah besar. Lihatlah nanti aku duluan yang akan duduk di pelaminan. Kakak bahkan akan punya keponakan yang lucu-lucu sebelum sempat merasakan bulan madu”
“Hai gadis kecilku sudah punya calon kah? Siapa dia? Jangan pernah memanggilku Ahmed jika aku tidak berhasil mengalahkannya dalam hafalan Quran dan berkuda.” Sahut Ahmed di seberang.
“Ah sudahlah. Omomg kosong apa ini. Aku hanya mengancammu. Cepatlah kemari dan pastikan aku dan kakek serta Uncle John akan kakak bawa untuk melamar calon kakak iparku. Jangan banyak omong. Aku tak mau mengurus keponakanku karena ayahnya sudah kakek-kakek”.
Terdengar tawa renyah di seberang.
“Hahaha….ok lah adikku yang sholihah… doakanlah kakakmu yang tampan ini segera memperoleh tambatan hati. Oh ya bagaimana kondisi pria yang kau tolong itu? Siapa namanya? James?”
“Oh James… Alhamdulillaah kata Ali sepertinya dia sudah mulai membaik…sudah bisa pakai kursi roda..”
“Kata Ali? Kau bahkan tidak memantau langsung kondisinya? Walau tinggal dalam satu atap?”
“Ayolah kak jangan menggodaku. Satu atap pun di sini bisa seperti lima buah rumah luasnya dan kau tahu sendiri aku paling malas berurusan dengan orang yang tak dikenal. Aku membawanya ke rumah kita karena aku merasa ia dalam bahaya. Itu saja.”
“Sebaiknya memang demikian. Oh ya kurasa sesekali tak apa kau jenguk pasien yang tampan itu Ayesha. Apa kau tidak rugi untuk mengabaikannya?”
Ayesha seketika merona mendengar godaan kakaknya. Refleks ia melirik ke arah monitor CCTV di dekatnya, di lihatnya orang yang sedang mereka bicarakan sedang berusaha duduk bersandar di tempat tidurnya sambil memegang sebuah buku tebal. Al Qur’an. Ayesha tersenyum. Entah kenapa hatinya merasa sangat senang. Seperti ada sebuah rasa yang tak tau apa namanya mulai bersemayam di sebuah ruang hatinya.
“Ayesha?”, sejenak Ahmed merasa diabaikan oleh adiknya. Ayesah tergagap.
“Hai dari mana kakak tau dia tampan?”
“Hmm….mengapa engkau tergagap sayang… apakah engkau sedang menatap seseorang saat ini?”
“Kak Ahmed…”
Ahmed sukses membuat wajah Ayesha berpaling dari monitor di depannya dan memerah. Untunglah, dia tidak melihatku, batinnya. Kak Ahmed, kamu seperti malaikat, tau saja. Pikirnya gemas. Astaghfirullaah, batinnya, menyesali perasaan anehnya tadi.
“Ali yang bercerita padaku. Bahkan ia lebih tampan dariku katanya. Yang benar saja”, Ahmed tertawa kecil di seberang sana.
“Ok lah kalau begitu Kau harus jaga jarak dengannya. Aku khawatir dia bukan orang baik sehingga mendapat kasus pembunuhan yang mengerikan seperti itu”
“Aku tidak mau berburuk sangka pada siapapun jika aku tidak punya alasan yang kuat untuk itu. Apalagi aku melihatnya selama di sini tidak melakukan hal-hal yang mencurigakan. Kakak tahu, harta dan jabatan bisa membutakan siapapun. Bisa jadi ia mengalaminya karena persoalan tersebut. Ah entahlah. Itu bukan urusan kita. Kita hanya berkewajiban menolong sesama manusia dari kematian di depan mata. Bukankah begitu?"
“Iya. Kau benar adikku yang baik dan cantik. Oh ya, by the way, Insyaa Allah beberapa hari lagi aku akan datang dan mudah-mudahan dengan kabar gembira kelulusanku. Sudah dulu ya… jangan lupa doakan aku sukses sidang besok. Salam untuk Grandfa. Sampaikan maafku padanya belum bisa mengunjungi”
“Sampaikanlah sendiri. Kakek pasti senang kakak langsung meneleponnya. Ok. Jangan lupa berdoa di tengah malam. Aku pasti mendoakan juga yang terbaik untukmu. I love you”.
Ayesha menutup telponnya. Ia tersenyum senang. Ahmed memang selalu membuatnya ceria. Ia sangat merindukan kakaknya yang jenius namun humoris dan pastinya sangat tampan itu. Sudah sebulan ini ia belum datang mengunjungi Ayesha dan kakeknya, bahkan menelepon pun cuma empat kali dan itu pun hanya beberapa menit. Selebihnya hanya bertanya kabar di whatsapp. Ayesha sadar, sepertinya kali ini kakak kandung seayah seibunya ini betul-betul sangat serius menyelesaikan gelar doktornya. Padahal biasanya hampir tiap malam ia selalu menelepon Ayesha dan kakeknya dan minimal sepekan sekali Ahmed datang untuk sekedar silaturahim melepas rindu sekaligus mengunjungi perusaahaan-perusahaan keluarga dan rumah sakit amal yang mereka bangun di pinggiran kota Rusia ini.
Ayesha mendesah pelan seraya mengucapkan hamdalah. Setelah menyelesaikan tadabur terjemahan Qurannya, Ia kemudian bersiap berkuda ke kebun belakang rumahnya yang sangat luas. Dia memakai baju kaus panjang berwarna hijau daun yang terbelah kanan dan kirinya dengan celana panjang warna senada untuk memudahkannya bergerak di atas kuda. Tak lupa ia mengenakan kembali jilbab dan cadarnya yang berwarna hijau muda. Kaus kaki tak lupa dipakainya dengan menggunakan sepatu boot khusus untuk para pekuda pada umumnya. Untuk melengkapi kostum berkudanya, ia juga memakai topi lebar untuk menutupi wajahnya dari sengatan matahari, karena pagi ini sangat cerah, secerah hati sang bidadari yang saat ini diliputi kegembiraan.
Pagi ini gadis cantik itu berencana hendak melatih kecepatannya berkuda dengan target waktu tertentu seperti yang pernah diarahkan oleh pelatihnya. Selain itu ia juga akan mengunjungi teman kecilnya yang rumahnya masih di dalam area halaman belakang rumahnya tersebut. Elena, teman kecilnya ini membantunya mengurus kebun bunganya yang seluas satu hektar yang berada di ujung pekarangan belakang rumahnya.
Suara ringkikan kuda menyentakkan lamunan Maxwell yang saat ini sedang duduk di kursi roda di teras samping rumah Ayesha yang sangat luas. Sudah dua minggu lebih dirawat oleh Ali, asisten perawat yang ditugaskan Ayesha, baru sekali ini ia bisa bebas menghirup udara luar kamarnya. Mulutnya sudah mulai pulih dan kakinya yang terluka sudah mulai kering lukanya. Hanya saja dia belum bisa berdiri lama dan ditambah dadanya yang masih lumayan nyeri akibat operasi mengeluarkan peluru yang ditembakkan oleh musuhnya.
Maxwell memilih duduk di teras ini sambil mencoba berlatih menggunakan kursi roda otomatis yang baru saja diajarkan Ali cara penggunaannya malam tadi. Sambil berlatih menggunakan kursi roda tersebut dengan menekan tombol-tombol tertentu di sisi kursi, Maxwell juga senang menghirup udara asri di halaman ini. Beragam jenis bunga tumbuh di sekitar teras dan halaman samping ini. Semua bunga yang ada sedang mekar dan sedang harum-harumnya mengeluarkan bau yang sangat menyegarkan dan menggairahkan. Semua saperti aroma parfum alam yang tak ada bandingnya.
Terdengar suara ringkikan kuda.
Suara kuda? Apakah ada kuda di sini? Sepertinya pemiliknya baru saja membawa kudanya untuk berlatih. Oh, apakah itu Ayesha yang sedang menunggang kudanya? Hendak kemanakah ia? Maxwell ngoceh sendiri di dalam hatinya. Sekarang kekagumannya pada gadis misterius itu semakin bertambah seiring dengan kecurigaanya pada Ayesha dan orang-orang sekitarnya yang sudah mulai memudar secara perlahan. Selama dua minggu lebih bersama Ali, dari pemuda yang suka bercerita itu, ia mendapatkan banyak cerita tentang gadis muslimah itu. Ia mendapat cerita dari Ali bahwa Ayesha dan keluarganya adalah para malaikat yang tinggal di bumi.
Mereka sudah sering menolong orang tanpa pandang bulu, bahkan tanpa perlu tau siapa orang yang ditolongnya, termasuk dirinya saat ini. Mereka perlakukan semua orang dengan sama, baik orang tersebut sebagai kerabatnya atau hanya sebagai pekerjanya. Seperti yang dialami Ali. Pemuda itu bercerita padanya bagaimana awalnya ia bisa berada di sini.
Dulunya Ali hanyalah seorang anak gelandangan yang penyakitan. Waktu itu usianya masih 15 tahun ketika ditemukan oleh Ahmed, kakak lelaki Ayesha, di pinggir jalan sedang mengemis. Badannya sedang demam tinggi dan tangannya menengadah mengemis ke orang-orang yang lewat pada waktu itu dengan gemetaran. Ahmed yang sedang berjalan kaki waktu itu merasa iba dan tanpa berpikir panjang membawa Ali untuk diobati di rumah sakit milik keluarganya.
Sejak saat itu, Ali ditawarkan untuk belajar di rumah sakit dan menjadi asisten para perawat di sana sehingga diharapkan memiliki keterampilan sendiri. Ali sangat gembira bukan main mendapatkan tawaran itu. Ia sangat serius belajar di sana. Ia tidak pernah merasa menjadi pembantu. Ia selalu diajarkan untuk menjadi manusia yang paling banyak manfaatnya untuk orang banyak.
Sebelum hidupnya berubah total saat ini, Ali dulunya adalah seorang atheis yang tidak percaya sama sekali dengan adanya Tuhan, tapi sejak hidup bersama keluarga Ayesha, dia mulai melihat eksistensi Tuhan itu. Setelah kurang lebih setahun tinggal di rumah sakit milik keluarga Ayesha, ia mulai merasakan sesuatu yang membawanya pada kenyataan bahwa Tuhan itu ada. Mustahil tidak ada. Dan agama yang dianut oleh orang-orang yang menolongnya dan memperlakukannya dengan baik saat ini memberikan kedamaian dalam hatinya. Akhirnya ia memutuskan untuk memeluk agama Islam, tanpa paksaan dari siapapun.
Ketika Ali bercerita tentang keadaannya yang dirawat di rumah sakit, Maxwell sempat bertanya mengapa Ayesha tidak membawanya dan merawatnya juga di rumah sakit. Ali menjawab bahwa khusus untuk Maxwell, Ayesha dan keluarganya memang memutuskan untuk merawat di rumah karena selain kondisi Maxwell yang sangat parah juga dikarenakan untuk keamanan Maxwell, karena Ayesha khawatir orang-orang jahat yang akan membunuh Maxwell saat itu bisa saja kembali dan mencari Maxwell di rumah sakit-rumah sakit Rusia. Maxwell tertegun mendengarnya. Segitunya Ayesha dan keluarganya mempertimbangkan kondisi Maxwell dan sepertinya memang benar-benar berusaha ingin menolongnya secara total.
Selain Ali dan kini Maxwell yang ditolong oleh keluarga Ayesha, ternyata dokter Anne yang cantik itu juga sama. Dulunya Anne bahkan ditemukan Ayesha hendak melompat untuk bunuh diri di atas sebuah jembatan yang di bawahnya terbentang jurang yang sangat dalam. Gadis itu waktu itu sedang depresi, entah apa yang menjadi penyebabnya, namun kemudian Ayesha dengan cerdas dan penuh kelembutan berusaha menyadarkan wanita itu dan kini mereka bisa berteman akrab.
Kabarnya, profesi Anne yang sekarang sudah menjadi dokter spesialis bedah yang handal juga tak lepas dari bantuan keluarga Ayesha. Saat ini dr Anne bekerja untuk membantu rumah sakit milik keluarga Ayesha, sebuah rumah sakit yang hanya diperuntukkan untuk orang-orang miskin yang membutuhkan. Konon katanya semua orang yang berobat ke sana cukup membayar semampunya saja. Doa dari orang-orang yang dibantu oleh rumah sakit diharapkan bisa mengetuk pintu langit sehingga rezeki akan terus mengalir ke keluarga Ayesha sehingga bisa terus menopang keberadaan rumah sakit tersebut. Adapun sisi ekonomi keluarga Ayesha, kata Ali ada beberapa perusahaan kecil dan pabrik yang mereka miliki yang dari semuanya itu profitnya digunakan untuk menyanggah biaya rumah sakit amal yang mereka dirikan.
Maxwell tersenyum. Ia mulai mengerti sekarang. Ia sadar bahwa saat ini ia hanyalah seseorang yang dianggap orang yang sedang membutuhkan pertolongan oleh Ayesha dan keluarganya. Ia cuma orang yang patut dikasihani, makanya selama ini yang mengurusnya hanyalah Ali. Sejak kedatangan Ayesha dan dr Anne waktu itu seterusnya kedua wanita aneh itu tak sekalipun pernah mengunjunginya lagi. Dan barusan saja ia mendengar suara kuda. Pastilah itu Ayesha, yang diceritakan Ali beberapa bulan ini sedang kursus berkuda dan memanah dengan gurunya. Dan wanitu itu memang punya kesibukan lainnya yang kata Ali sama halnya dengan kesibukan para pria. Tapi entahlah kesibukan apa saja. Ali belum bercerita, atau tepatnya Maxwell belum berhasil memancingnya untuk bercerita. Maxwell bergegas untuk masuk kembali. Ia ingin membersihkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
나의 왕자
max betul" mendapatkan hidayah semoga dia bisa menjalankan dengan baik
2021-11-15
1
sahata silalahi
seru..
2021-05-21
2
Bill
Aaaauuww sosis:v mampir aku kak
2021-03-07
1