Bab 4.

"Apa yang kau lakukan di sini???." sentak Ardian dengan tatapan tajam.

"Maaf pak, aku hanya menunaikan pesan dari mbak Irin untuk menyiapkan pakaian kerja bapak." jawab Kafisha tanpa berani mengangkat pandangannya.

"Keluar.....!!!." suara Ardian menggema hingga ke langit-langit kamar.

"Apa kau tuli....?? Saya bilang keluar dari sini!!!!." lagi, sentak Ardian ketika istri keduanya itu masih terpaku dengan tubuh bergetar.

Tanpa berani berkata-kata lagi, Kafisha berlalu dengan langkah cepat meninggalkan kamar Ardian. Wanita itu tak lagi memikirkan kondisinya yang sedang hamil, yang ada di pikirannya saat ini segera berlalu dari ruangan yang membuat jantungnya seperti mau copot.

Ardian menutup pintu kamar dengan kasar hingga menimbulkan dentuman yang cukup keras, lalu mengusap wajahnya dengan Frustasi setelah kepergian Kafisha. "Apa lagi ini, apalagi yang ingin kau lakukan Irin??? Apa kau tidak puas membuatku terpaksa mengkhianati cintaku padamu." gumam Ardian, kepalanya serasa mau pecah. Ya, meskipun Kafisha berstatus istri keduanya, tapi bagi Ardian menghabiskan malam bersama Kafisha dianggapnya sebagai sebuah pengkhianatan kepada wanita yang dicintainya yakni Irin.

Kafisha sontak menyadarkan tubuhnya pada daun pintu setelah tiba di kamarnya. tubuhnya masih bergetar menahan rasa takut. "Ya Tuhan, sampai kapan aku akan terus hidup dalam situasi seperti ini??? kapan aku bisa terbebas dari semua ini??." air mata yang sejak tadi dibendungnya dengan susah payah akhirnya jatuh juga. Ya, Kafisha tidak ingin terlihat lemah tak berdaya dihadapan Ardian, itulah alasan Kafisha tidak pernah menunjukkan air matanya dihadapan Ardian.

"Harus tetap semangat Fisha, setidaknya dengan tetap bersemangat kamu bisa mencari cara mengakhiri semua ini!!!." batin Kafisha seolah menyemangati diri sendiri.

"Non....Non Fisha....." baru saja bisa menghela napas lega, suara bi Ani kembali terdengar dari balik pintu kamarnya.

"Iya, ada apa bi???."

"Ini susunya, Non." kata bibi menyerahkan segelas susu ibu hamil pada Kafisha, sesuai dengan pesan Irin sebelum wanita itu pergi.

"Terimakasih, bi." ujarnya seraya menerima susu pemberian bi Ani. Setelahnya, bi Ani pun pamit untuk kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur.

Sudah seminggu Irin tak terlihat di rumah itu, dan sudah hampir seminggu pula Kafisha terpaksa harus selesai menyiapkan pakaian kerja Ardian sebelum pria itu menyelesaikan rutinitas mandi paginya, untuk mengindari pertemuan diantara keduanya.

Ardian menatap stelan kerja yang diletakkan di atas tempat tidurnya. ia tahu betul siapa pelakunya. Ya, siapa lagi kalau bukan istri keduanya, Kafisha.

Daripada memikirkan sesuatu yang akan membuat kepalanya berdenyut, Ardian memilih segera mengenakan pakaian yang telah disediakan oleh Kafisha untuknya, lalu kemudian berangkat ke kantor dengan segera.

Malam harinya.

Kafisha yang hendak mengambil air minum di dapur tak sengaja melihat keberadaan Citra di ruang tengah. gadis yang duduk di bangku kelas tiga SMP tersebut nampak mengoceh tak jelas. dari pandangan Kafisha sepertinya gadis itu tengah mengalami kesulitan, yang entah apa itu Kafisha sendiri tak tahu pasti.

Entah apa yang ada di benak dan pikiran Kafisha sehingga ia melangkahkan kaki mendekat pada anak tirinya tersebut. "Apa kamu memerlukan sesuatu???." kalimat itu terucap begitu saja dari mulut Kafisha.

"Membutuhkan sesuatu sekalipun, sayangnya aku tidak sudi menerimanya dari orang seperti Kamu." Citra berucap dengan nada rendah, namun terkesan sinis dan tajam. gadis itu berlalu begitu saja seolah keberadaan Kafisha di sana adalah sebuah virus menular yang harus dihindari. Gadis itu kembali ke kamarnya tanpa menoleh sedikitpun, Citra bahkan lupa membawa serta tas sekolahnya.

Kafisha hanya tersenyum kecut seraya menatap kepergian Citra. Kafisha sama sekali tidak tersinggung apalagi sampai marah. Mungkin jika dirinya yang ada di posisi citra, ia pun akan bersikap sama dengan gadis itu, menolak keberadaan seseorang yang dianggap sebagai perusak keharmonisan keluarganya. Ya, semua anak pasti akan berpikir serta menganggap istri kedua ayahnya merupakan perusak keharmonisan dalam keluarganya.

*

"Ayo anak-anak, letakkan tugas kalian di atas meja!!! Ibu akan memeriksanya satu-persatu." Citra sudah berkeringat dingin mendengar instruksi dari guru mapel matematika tersebut. Apalagi guru killer berkacamata setebal pantat botol tersebut tengah melirik ke arahnya.

"Mati aku." batin Citra kala teringat tugas sekolah yang belum diselesaikan olehnya.

Mendapat Lirikan tajam dari guru mapel dengan terpaksa Citra mengeluarkan buku tugasnya dari dalam tas, dengan tangan bergetar ia meletakkannya di atas meja. guru mapel pun mulai memeriksa satu persatu tugas para siswa.

Detak Jantung Citra semakin tak menentu ketika guru mapel semakin mendekat ke arah bangkunya. Ia hanya bisa menghela napas pasrah seraya memejamkan mata saat Bu guru mulai meraih buku tugasnya.

"Ibu kagum dengan hasil kerja kamu, Citra. jawabannya hampir benar semua." sontak saja Citra melebarkan kedua bola matanya mendengar pujian guru mapel tersebut.

"Benar semua???." Cicitnya dalam Hati. gadis itu nampak bingung hingga membuat tubuhnya terpaku untuk sesaat. Bagaimana tidak, seingatnnya semalam ia tidak sempat mengerjakan tugas tersebut, ia langsung kembali ke kamar dengan perasaan kesal setelah istri kedua ayahnya itu menghampirinya.

"Terus tingkatkan prestasimu, nak!!!." pesan Bu guru, sebelum lanjut memeriksa tugas siswa yang lainnya. Sementara Citra, gadis itu sontak meraih bukunya, memastikan apa yang sebenarnya terjadi. kedua bola mata Citra kembali membulat dengan sempurna, ternyata benar, tugasnya sudah dikerjakan dan hasilnya nyaris sempurna.

Setelah berpikir beberapa saat, Citra teringat akan kejadian semalam, di mana Kafisha menawarkan bantuan padanya. "Apa wanita itu yang telah mengerjakannya???." tebak Citra dalam hati.

*

"Apa pak Ardian belum turun untuk makan malam, bi???." waktu telah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, namun meja makan masih tertata rapi, pertanda Ardian belum menyentuh makan malamnya. Bukannya sok perhatian pada pria itu hanya saja Kafisha merasa Harus menunaikan amanah dari madunya, salah satunya memastikan Ardian sudah makan atau belum agar tidak sampai jatuh sakit.

"Belum Non... Apa sebaiknya di cek saja, kali aja bapak ketiduran."

Kafisha mengangguk, setuju dengan saran bibi.

"Kenapa malah ke dapur bi, bukannya mau ngecek ke kamar pak Ardian???." tanya Kafisha ketika menyaksikan bibi justru beranjak menuju dapur.

"Lah...masa bibi sih yang ngecek ke kamar bapak???? Harusnya kan Nona Fisha." bibi hanya balik bertanya dengan wajah bingung. pasalnya, Kafisha juga istri dari majikannya lalu mengapa harus dirinya yang notabenenya hanya seorang ART yang melakukan tugas tersebut.

"Bibi takut kena amukan bapak, Non. Lagipula Non Fisha sendiri kan tahu, bapak paling nggak suka kalau ART masuk ke kamar jika beliau sedang beristirahat." sambung Bibi dengan perasaan tak enak hati pada Kafisha.

Kafisha hanya bisa menghela napas panjang, sebelum sesaat kemudian memberanikan diri melangkah menuju kamar utama yang berada dilantai dua.

Tok....tok....tok....

Tidak ingin mendapat amukan dari pemilik kamar, Kafisha lantas mengetuk pintu terlebih dahulu. Akan tetapi, hingga sepuluh menit ia berdiri di depan pintu tak kunjung ada sahutan dari dalam.

"Apa pak Ardian ketiduran ya????." dalam hati Kafisha. "Biarkan saja, nanti juga keluar kalau lapar..." baru beberapa langkah berlalu, Kafisha kembali teringat dengan ucapan Irin pagi tadi, tatkala mereka mengobrol lewat sambungan telepon. "Kafisha, jangan lupa mengingatkan mas Ardian untuk makan tepat waktu, soalnya mbak takut asam lambung mas Ardian kumat jika makannya telat!!!." Kafisha hanya bisa menghela napas berat kala kalimat Irin kembali terlintas di benak dan pikirannya.

Detik selanjutnya, Kafisha mengerahkan seluruh keberaniannya untuk memutar handle pintu kamar Ardian. Memutar handle pintu kamar Ardian sudah seperti membuka pintu neraka saja bagi Kafisha, di mana kedatangannya akan segera di sambut oleh malaikat Malik dengan wajah sangar serta amukannya.

Terpopuler

Comments

Felycia R. Fernandez

Felycia R. Fernandez

apapun alasan Irin menikah kan Fisha dengan suaminya tanpa kejelasan,sama aja membuat neraka kehidupan untuk Fisha...
dicaci dihina,seharusnya irin melindungi Fisha,disini terlihat Fisha yang jahat jadinya...

2025-04-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!