Di sinilah Kafisha berada sekarang setelah dokter memperbolehkan dirinya pulang, di sebuah kediaman mewah berlantai tiga dengan struktur bangunan gaya klasik. khusus didesain oleh pemiliknya sendiri, Yakni Ardian Baskoro.
"Beristirahat lah.....Mbak mau menemui mas Ardian dulu, jika kamu memerlukan sesuatu katakan pada bibi!!!."
Kalimat itu yang didengar Kafisha setelah madunya itu mengantarkan dirinya beristirahat di kamarnya.
"Terima kasih banyak, mbak."
"Sama-sama, Fisha." jawab Irin dengan mengembangkan senyum. setelahnya, wanita itu pun berlalu meninggalkan kamar Kafisha.
Jujur, Kafisha tidak mengerti dengan jalan pikiran madunya itu. Bagaimana tidak, di saat hampir semua istri di dunia ini menentang keras yang namanya poligami, wanita itu justru melamar seorang gadis untuk menjadi istri kedua suaminya. Dan yang semakin membingungkannya, Irin menolak saran ibu panti untuk mencarikan gadis lain di saat ia menolak lamaran wanita itu dulu, lebih tepatnya Irin hanya menginginkan Kafisha yang akan menjadi istri kedua bagi suaminya.
Tidak ingin manambah beban dihati dan pikirannya, Kafisha memilih tak lagi memikirkan hal itu. Apapun alasan Irin memilih dirinya, tetap saja kini ia berada di posisi dan situasi yang tidak menguntungkan dirinya, menjadi yang kedua dan nyaris tak terlihat di mata Ardian.
Meskipun selama ini sikap Irin kepadanya terbilang sangat baik, tetap saja Kafisha merasa tidak nyaman menjadi orang ketiga di antara Ardian dan Irin, terlebih hingga detik ini sikap Ardian padanya masih tetap sama, dingin tak tersentuh. Jika bukan karena permintaan dari wanita yang dicintainya mungkin pria itu tidak akan pernah menyentuhnya, hingga membuat kini ada nyawa yang hidup dan tumbuh di rahimnya.
"Kamu baru pulang, nak???." tanya Irin ketika melihat putranya berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua, di mana kamarnya berada.
"Hem." hanya itu yang terucap dari mulut pemuda berusia dua puluh tahun tersebut dengan terus melanjutkan langkahnya tanpa berniat menoleh pada sang mama.
Irin hanya menghela napas atas sikap putranya.Ya, sejak mengetahui ayahnya menikah lagi sikap Irhan berubah. Pemuda tampan yang awalnya begitu hangat kepada keluarganya kini berubah dingin, Irhan bahkan sengaja menghindari komunikasi dengan sang ayah.
Malam harinya.
Semua anggota keluarga tengah berkumpul di meja makan guna makan malam bersama, termasuk Kafisha. sebenarnya selama satu tahun tinggal di rumah itu Kafisha selalu menghindari makan malam bersama, entah dengan alasan apa pun itu yang penting ia tidak berada di tengah-tengah perkumpulan keluarga. selain sikap dingin Ardian padanya, Kafisha juga sengaja menghindari pertemuannya dengan Irhan, pemuda yang dahulu begitu baik padanya kini berubah dingin. Tatapan hangat Irhan dahulu kini berubah dengan tatapan dingin bahkan terkesan sinis. Ya, Irhan merupakan teman baik Kafisha. pria itu sering berkunjung ke panti, sebelum berangkat ke luar negeri untuk melanjutkan studinya dua tahun yang lalu. Kafisha bahagia memiliki teman sebaik Irhan karena pria itu tidak pernah memandang status sosial di antara mereka. Ia memperlakukan Kafisha dengan baik, bahkan sangat baik.
Sungguh, kala itu Kafisha sama sekali tidak menyangka jika Irhan adalah anak dari Irin, wanita yang melamar dirinya untuk sang suami. Setelah sebulan menjalani statusnya sebagai istri kedua Ardian, barulah Kafisha tahu jika ternyata teman baiknya itu adalah putra pertama dari Ardian dan Irin. Kafisha masih ingat betul bagaimana gurat kecewa bercampur marah yang tercetak jelas di wajah tampan Irhan ketika pria itu mengetahui ayahnya menikah lagi, dan hal itu terus berlanjut hingga detik ini. itulah mengapa Kafisha merasa rumah mewah tersebut terasa seperti neraka baginya. Rumah yang dipenuhi oleh orang-orang yang tidak menyukai kehadirannya, termasuk Citra Putri bungsu Ardian dan Irin. bagi gadis itu, Kafisha hanyalah perusak keharmonisan keluarganya, tanpa tahu jika sebenarnya Kafisha pun tersiksa dengan keberadaan serta posisinya di rumah mereka.
"Mama ingin menyampaikan sesuatu pada kalian."
"Irhan pingin ngomongin sesuatu."
Ibu dan anak tersebut berbicara di waktu yang hampir bersamaan, hingga membuat ibu dan anak tersebut menjadi pusat perhatian.
"Mama saja yang ngomong duluan!!!." Irhan mempersilahkan ibunya untuk berbicara lebih dulu.
"Memangnya apa yang ingin kamu sampaikan, sayang??." Ardian yang sejak tadi hanya diam saja, kini bertanya pada istri pertamanya dengan gurat penasaran menghiasi wajah tampannya. Ya, meskipun sudah berusia empat puluh tahun ketampanan yang dimiliki oleh ayah dua anak tersebut tak luntur sedikitpun, begitu pun dengan bentuk tubuhnya yang masih terlihat atletis. Bahkan ketika berjalan berdampingan dengan putra sulungnya, Mereka terlihat seperti kakak beradik.
Ardian, Irhan, Citra, serta Kafisha kompak memandang pada Irin, menunggu jawaban dari wanita itu.
"Saat ini kondisi kesehatan opa kalian sangat memperhatikan dan dokter pun sudah beberapa kali menyarankan Opa untuk melakukan pengobatan di Singapura." sejenak Irin menjedah kalimatnya, menatap pada sang suami yang juga tengah menatapnya penasaran. "Sebagai anak, mama ingin memastikan Opa kalian mendapatkan pengobatan terbaik, dan itu hanya bisa mama lakukan bila mama berada dekat dengan Opa kalian."
"Jadi maksudnya kamu berencana ikut ke Singapura, begitu???." Ardian bukan anak kecil yang tidak bisa menyimpulkan maksud dari perkataan istri pertamanya itu.
Irin mengangguk pelan dan itu membuat Ardian beranjak meninggalkan tempat duduknya, menyudahi makannya begitu saja. suasana di meja makan seketika berubah mencekam bagi Kafisha, aura dingin Ardian mampu menghilangkan rasa laparnya. Belum lagi harus menerima tatapan dingin Irhan kepadanya. Sungguh, jika bisa memilih, mungkin Kafisha lebih memilih mati daripada harus melanjutkan hidup dalam ketidaknyamanan seperti ini.
Kafisha hanya bisa memejamkan mata kala Irhan ikut melepas alat makannya hingga menimbulkan suara dentingan yang cukup nyaring, kemudian ikut berlalu kembali ke kamarnya. Sementara Irin, wanita itu sudah menyusul suaminya ke kamar.
"Mas ...." Irin berseru dengan nada selembut mungkin. "Kamu kan tahu, aku ini anak tunggal. Jika bukan aku yang menemani Daddy berobat ke Singapura lalu siapa lagi??? lagian aku tidak tega membiarkan mommy seorang yang merawat Daddy di sana."
Ardian menyugar rambutnya dengan kasar, terlihat jelas jika pria itu teramat Frustasi.
Jujur saja, bukannya Ardian tidak mengizinkan Irin berbakti pada Daddy nya akan tetapi yang menjadi permasalahannya, ia tak ingin berada satu rumah dengan istri keduanya itu tanpa kehadiran Irin.
"Mas.... bagaimana pun Kafisha juga istri kamu, tidak ada salahnya kalian tinggal bersama tanpa ada aku di sini." ujar Irin, seakan bisa membaca pikiran suaminya.
"Aku tidak ingin memaksa kamu untuk bersikap baik padanya jika memang kamu tidak menginginkannya, tapi tolong izinkan Fisha melakukan kewajibannya sebagai istri kamu selama aku tidak ada di sini, biarkan dia menyiapkan keperluan kamu, mas!!!."
Irin tahu betul, jika Ardian paling tidak suka jika keperluannya termasuk pakaian kerjanya di siapkan oleh ART, itulah mengapa wanita itu mengajukan permohonan demikian.
Ardian yang kini diselimuti kebimbangan, memilih memeluk tubuh istri pertamanya itu ketimbang berdebat.
"Aku sangat mencintaimu, sayang." ujar Ardian dengan mengeratkan pelukannya, seolah takut kehilangan wanitanya itu.
"Aku juga sangat mencintaimu, mas." balas Irin.
Setelah puas memeluk tubuh Irin, Ardian pun melerai pelukannya, menatap lembut manik mata indah milik istri pertamanya itu. "Pergilah....!!! Aku akan menunggumu di sini, sayang." ujarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Felycia R. Fernandez
mungkin Irhan mencintai Kafisha...
tapi sayang malah jadi ibu sambungnyaa...
2025-04-19
0